Pernah mendapatkan pertanyaan seperti itu? Diungkapkan oleh orang lain pada dirimu, padahal dia tahu dirimu tapi tak terlalu akrab. Ungkapan itu diutarakan di hadapan banyak orang. Lebih-lebih yang mengungkapkan lebih muda dari dirimu.
Aku lupa apakah aku pernah mendapatkan pertanyaan seperti itu? Mungkin pernah, mungkin tidak. Aku lupa. Tapi mendengar ucapan itu dari satu orang ke orang lain, aku beberapa kali mendengarnya.
Jadi, ucapan itu diungkapkan oleh satu orang ke orang lain yang masih satu komunitas. Cuma hubungan mereka tak akrab karena rentang posisinya terlalu jauh. Atau memang beda divisi. Ungkapan itu diutarakan di hadapan orang banyak.
Apa sih makna ucapan seperti itu? Aku tentu tak tahu persis. Tapi, aku hanya bisa meraba-raba. Pertama, pihak yang bertanya itu adalah orang yang ingin dilihat sibuk, banyak yang dikerjakan, sehingga sama orang yang dia kenal, lupa namanya.
Sehingga, di hadapan orang lain, orang itu ingin dipersepsikan sebagai orang sibuk. Kedua, bisa jadi ungkapan itu dilakukan untuk menjelaskan strata. Yang mengutarakan ingin dipersepsi punya strata yang lebih tinggi daripada yang dipanggil.
Ketiga, mungkin memang sudah biasa memperlakukan orang lain seperti itu. Mungkin dulunya dia juga pernah diperlakukan seperti itu.
Makna bagi yang dipanggil, bisa beragam. Bisa dimaknai sebagai upaya perendahan. Bahwa dengan tidak dikenal, maka dia dinilai tidak gaul, tidak populer, tidak berpengaruh, dan hal "negatif" lainnya.
Tapi bisa jadi yang dipanggil atau ditanya seperti itu, tak pernah memasukkan dalam hati. Â Cuek saja.
Lalu, apakah benar jika bertanya nama orang seperti judul di atas, di hadapan orang banyak? Silakan jawab sendiri. Jawaban Anda adalah gambaran Anda menilai kehidupan.
Tapi aku ingin bercerita sebentar. Dahulu saat masih berusia belasan tahun, aku pernah ikut sebuah organisasi. Lalu ada pembekalan keorganisasian yang dilakukan oleh pemateri dari luar organisasi.
Sang pemateri itu berbicara kekeluargaan dalam organisasi. Sebab, si pembicara ini juga mahir membangun suasana kekeluargaan.
Nah si pemateri ini menanyai satu per satu nama-nama peserta pembekalan. Ada belasan yang ikut pembekalan. Jadi, satu persatu ditanya namanya.
Setelah anak terakhir menyebut nama, si pemateri itu mengulang nama-nama para peserta pembekalan. Dan hafal! Karena memang si pemateri ini diajari untuk mengingat dan menghargai nama orang.
Cerita lain. Dulu saat masih SD kelas 3, aku bahagia bukan kepalang. Ketika ada guru yang "berjarak" dengan murid, memanggil namaku di luar ruang kelas, di luar suasana pembelajaran. Saat itu, aku sedang main tanah mencari undur-undur. Sontak namaku dipanggil, aku disapa. Aku bahagia bukan main.
Jadi, untuk sebagian orang, tak pernah ada rumus "apalah arti sebuah nama".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H