BJ Habibie, saya hanya meraba saja. Sepertinya Presiden Indonesia ketiga itu tak terlalu punya hasrat besar untuk dikenang. Mungkin begitu.
Gus Dur, saya cuma tahu bahwa dia ingin dikenang di nisannya dengan tulisan "seorang humanis," bukan "seorang presiden". Soal Gus Dur ini saya ketahui dari pernyataan Khofifah Indar Parawansa dalam sebuah wawancara.
Jokowi? Saya tak paham. Apakah ada bangunan monumental dengan nama Jokowi? Apakah Jokowi ingin selalu dikenang sebagai presiden melalui bangunan yang wah? Saya tak tahu.
Yang pernah saya tahu (dari pernyataan Ustaz Yusuf Mansyur) dengan "bercanda", Jokowi ingin kerja di paytren saja setelah tak jadi presiden.
Ah sudahlah. Yang pasti, tanpa bangunan monumental, orang akan dikenang karena keberaniannya, kemampuannya, dan momen yang tepat.
Menjadi ingin dikenang dengan wah, menjadi ingin dikenang, menjadi tak ingin dikenang, itu adalah pilihan. Pilihanmu. Tapi kenangan itu menjadi kesan dari orang-orang di luar dirimu.
Kalau kau jadi pemimpin kebanyakan mengeluh, ya kau tak akan pernah dikenang. Soal pemimpin mengeluh ini, aku tidak sedang menyindir siapapun lho ya, tak juga presiden-presiden kita.
Kalau jadi pemimpin tak berani, ya kau tak akan dikenang. Kalau jadi orang baik dan dikenang, tak perlu harus jadi pemimpin. Pemimpin itu soal menggunakan kekuatan dengan benar.
Jika pun kehebatanmu ditenggelamkan oleh kekuasaan, zaman akan menolongmu. Kelak di masa berbeda, namamu akan harum karena layak mendapatkan wewangian karena kepemimpinanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H