Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Sepak bola Argentina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Garang di Medsos Tapi Nangis saat Diproses Polisi?

3 Januari 2021   09:53 Diperbarui: 3 Januari 2021   10:00 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. foto ipopba dipublikasikan kompas.com

Ada beberapa kasus soal orang-orang yang garang di media sosial (media sosial). Mereka dituding melakukan pelanggaran atau tindak pidana melalui ujaran di medsos. Uniknya, tak sedikit dari mereka kemudian menangis saat diproses di kepolisian.

Salah satu contoh terbaru adalah tiga pemuda Probolinggo yang menangis saat diproses polisi. Mereka diproses karena menghina Satgas Covid-19. Aksi mereka menghina Satgas Covid-19 di media sosial viral sampai kemudian diproses kepolisian.

Nah ini adalah prediksi sederhana alias kemungkinan mengapa banyak yang menangis setelah diproses polisi usia garang di media sosial.

Pertama, media sosial memang ruang bagi pecundang. Tentu tidak semua orang di media sosial adalah pecundang. Banyak orang-orang berkelas ada di media sosial. Namun, sifat media sosial yang memungkinkan semua orang bebas berpendapat memunculkan para pecundang.

Mereka adalah orang-orang yang bicara seenaknya sendiri dan menjelekkan atau menghina pihak lain. Tak hanya itu, mereka juga menyebarkan kabar bohong. Mereka melakukan itu, kadang menggunakan akun palsu. Coba bayangkan, menyerang pihak lain tapi pakai akun palsu.  

Artinya, ketika mereka menggunakan akun palsu, itu sudah jelas bahwa mereka bukan petarung sejati. Mereka bisa mengail di air keruh dengan mudah. Orang yang tak pantas disebut petarung. Maka, tak heran mereka yang bukan petarung itu, langsung nangis tersedu sedan ketika diproses di kepolisian.

Kedua, mereka adalah tipikal orang berpikir pendek. Jika tak sepakat atau tak suka atau ingin buat heboh, langsung membuat aksi tak lumrah di medsos. Mereka mencari ketenaran dengan cepat atau melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang.

Mereka tak berpikir bahwa apa yang mereka tuliskan atau videokan akan berdampak buruk pada banyak orang. Maka, ketika mereka dihadiahi dengan proses hukum, langsung termehek-mehek. Mereka tak mengira kebebasan yang mereka dapatkan itu bisa berimbas pada hal buruk di balik jeruji besi.

Ketiga, ini hanya kemungkinan saja. Orang yang menghina orang lain di media sosial biasanya memiliki masalah dalam hal sosialisasi dengan orang lain. Ini biasanya lho ya. Mereka yang jarang sosialisasi dengan orang lain, akan kehilangan empati pada orang lain. Maka, mereka dengan entengnya menghina orang lain di medsos.

Jika orang sering atau mudah melihat realitas sosialnya, mengetahui cerita hidup orang di sekitarnya yang kesulitan, empati itu akan muncul. Orang akan menimang-nimang secara dalam apakah perlu menghina orang lain?

Keempat, mungkin dulunya pas waktu kecil sering menangis kalau kalah dalam kompetisi. Jadi kalau kalah langsung nangis. Mereka adalah tipikal anak yang terus dimanja untuk selalu menang. 

Tak bisa menerima realitas kekalahan. Imbasnya, hal itu terbawa sampai dewasa. Ketika kalah dan masuk bui langsung menangis.

Dari kejadian-kejadian penghinaan dan sejenisnya di medsos, hendaknya jadi pelajaran berarti. Kita bisa lebih peka di medsos. Tidak mudah menghina di medsos.

Memojokkan pihak lain di medsos. Efeknya bisa panjang. Medsos adalah alat yang mudah karena hanya mengandalkan jemari dan suara atau video, tapi bisa berdampak besar. Waspadalah. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun