Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dulu PDIP Walk Out dan Kini Demokrat, Kamu Kapan?

6 Oktober 2020   13:14 Diperbarui: 6 Oktober 2020   13:18 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Nirin namanya. Usianya 32 tahun. Dia ingin mengakhiri bujangnya di usia 32 tahun. Katanya biar mudah diingat karena seperti masa Soeharto menjadi Presiden.

Nirin masih kerja serabutan. Kadang di pasar membantu orangtua berdagang, kadang jadi buruh harian. Nirin up to date. Dia paham informasi terbaru dan terhangat. Dia mengandalkan telepon genggam untuk mencari tahu informasi yang sedang populer.

Maka, jangan heran jika Nirin bisa bicara banyak macam. Tapi memang modal terbesarnya adalah nekat. Karena sekalipun dia baca banyak info, tapi dasar-dasarnya dia tak paham.

Ini malam Minggu. Malam yang panjang, kata anak muda. Nirin ngapel ke gadis pujaannya. Namanya Siti yang berambut panjang, pendiam, dan kadang bisa meledak. Nirin suka dengan Siti karena tipe cewek yang tak bisa diduga. Kadang diam, kadang meledak.

Siti juga manis lho. Kulitnya sawo matang. "Rasanya mungkin manis kayak sawo," kata Nirin ngaco padaku beberapa waktu lalu.

Kembali ke malam Minggu. Di malam Minggu itu, Nirin bicara panjang lebar. Dia bicara hatinya yang tak bisa menduakan Siti. Dia bicara efek resesi di pasar. Dia bicara soal pilkada yang sedang hangat-hangatnya.

Nirin kalau bicara seperti kereta. Tak boleh ada yang menghentikan. Paling dia berhenti ketika menghisap tembakau itu atau meminum kopi. Selebihnya....Tarik terus Rinnnn.

Sampai akhirnya Nirin kemudian membicarakan soal UU Cipta Kerja. Bayangkan saja, orang desa bisa bicara UU Cipta Kerja. Kalau ngga Nirin, siapa lagi? Dia bicara UU Cipta Kerja di hadapan Siti. Di teras rumah Siti itu. Di antara rintik hujan yang syahdu.

"Buruh tak diperlakukan dengan baik, dik. DPR seenaknya sendiri. Masa buruh bisa di-PHK kapan saja. Buruh hanya libur sehari dalam sepekan. Ya karena UU Cipta Kerja itu," kata Nirin lalu meminum kopinya.

Sembari terus bicara, di kumis Nirin ada ampas kopinya. Sesekali dia jilat dengan lidahnya. "Partai Demokrat itu walk out, dik. Mereka ingin UU Cipta Kerja jangan disahkan dulu. Politik memang begitu. Yang jadi oposisi harus total agar bisa merebut suara rakyat kala pemilu tiba," kata Nirin lalu melepas topinya.

Dari tadi, Nirin sering memakai dan melepas topinya. Mungkin untuk mengurangi grogi. Maklum, Siti itu cantik. "Dulu adik ingat di tahun 2012, PDIP juga pernah walk out soal kenaikan harga BBM. Saat itu PDIP oposisi dan Demokrat adalah partai pemerintah," kata Nirin lalu menghisap tembakaunya.

Nirin memang suka dengan bau tembakau. Dia sering membawa dan menghisapnya. "Politik itu seperti pagi dan malam. Kadang teman besok lawan. Dulu walk out kini tidak. Dulu tidak walk out, kini walk out," kata Nirin.

Nirin jeda lagi sembari minum kopi yang tinggal sedikit sekali dan penuh ampas. Saat Nirin meminum kopi itu, Siti menggebrak meja. Kontan Nirin kaget, kopi sisanya tercecer.

"Dulu PDIP walk out, kini Demokrat walk out. Kamu kapan walk out? Sudah satu jam nerocos ngga keruan. Cape tahu ndengerin kamu ngomong. Pacar bukan, saudara bukan, tapi tiap malam Minggu ke sini," kata Siti.

"Perlu kamu tahu ya Mas, aku menerimamu jadi tamu karena menghormati bapak. Sekarang bapak sudah tidur nyenyak. Kapan kamu walk out!" Kalimat terakhir Siti seperti petir di siang bolong

Nirin benar-benar tak berkutik, sekalipun saat marah manisnya Siti makin terlihat. Nirin grogi, mulut dan kumisnya penuh ampas kopi. Baju putihnya tersiram air kopi.

"Jadi kapan walk out-nya!" kata Siti lagi sembari menggebrak meja. Nirin pamit, dia ambil topi dan memakainya. Topi berwarna merah dengan logo dan tulisan "Tut Wuri Handayani" di bagian depannya.

Nirin pergi, dia ingin ke rumah Sinta. Siapa tahu Sinta mau diajak nikah tahun ini. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun