Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Potret Adu Petisi "Jokowi Vs Anies"

21 September 2020   06:01 Diperbarui: 21 September 2020   06:35 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adu petisi terjadi di dunia maya antara pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Adu petisi ini sudah lama. Menjelaskan bahwa gesekan antara dua kubu itu juga sudah lama terjadi. Seefektif apakah adu petisi itu?

Jokowi dan Anies dipersepsikan sebagai dua sosok yang berseberangan. Perseberangan itu muncul setelah Anies dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Jokowi. Kemudian, Anies mampu menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Sekalipun keduanya tak pernah terang-terangan berseberangan, tapi publik melihatnya bahwa gerak keduanya tak harmonis. Terbaru saja misalnya, ketika Anies bicara soal PSBB, ekonomi goncang dan Jokowi meresponsnya. Jokowi mengatakan jangan buru-buru menutup wilayah. Pernyataan Jokowi itu oleh sebagian pihak dimaknai sebagai respons terhadap kebijakan Anies.

Di level "para pendukung" maka pertarungan sengit pun terjadi, khususnya di dunia maya. Mereka yang mendukung Anies, ada yang menyudutkan Jokowi. Mereka yang mendukung Jokowi, ada yang menyudutkan Anies.

Salah satu yang paling nyata adalah adanya petisi dari dua kubu itu. Ada petisi di change.org yang meminta agar Jokowi mencopot Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ada beberapa argumentasi yang diungkapkan mengapa Anies layak dicopot. Beberapa di antaranya adalah penanganan banjir, sampah, pedagang kaki lima yang merajalela. Petisi ini sudah sangat lama. Sampai 21 September 2020, yang menandatangani petisi adalah 240.112.

Di sisi lain ada juga petisi yang merespons petisi di atas. Petisi tersebut adalah "Melawan Petisi Copot Anies, KAMI MENDUKUNG ANIES & COPOT JOKOWI". Ada yang unik dari petisi ini. 

Di petisi ini, dibeberkan keberhasilan Anies sebagai Gubernur DKI. Keberhasilan itu lebih bagus daripada pencapaian Jokowi kala menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, tak ada penjelasan mengapa Jokowi perlu dicopot. Padahal, di petisinya disebutkan ada permintaan pencopotan Jokowi. Tentu saja pencopotan Jokowi itu dimaknai sebagai pencopotan Jokowi dari kursi kepresidenan.

Petisi yang mendukung Anies ini tentu adalah petisi perlawanan dari petisi yang meminta Jokowi mencopot Anies. Sampai 21 September 2020, mereka yang menandatangani petisi ini ada 8.566. Karena petisi para pendukung, maka judul di atas saya beri kutip "Jokowi vs Anies". 

Tak Representatif

Saya melihat dua petisi ini tidak merepresentasikan keinginan publik. Bisa jadi dua petisi ini jauh dari pembicaraan publik secara nyata. Kenapa? Ya bayangkan saja, yang meminta Anies bertahan di Jakarta dan meminta Jokowi dicopot hanya 8.566 orang. Bandingkan dengan penduduk Jakarta yang mencapai 9,6 juta. Bandingkan juga penduduk Indonesia yang 260 juta. Maka, 8.566 itu ada berapa persen?

Petisi yang pertama, yang jumlah penandatangan lebih banyak, juga tak representatif. Jumlah penandatangan ada 240.112. Bandingkan saja jumlah itu dengan jumlah penduduk Jakarta yang 9,6 juta dan penduduk Indonesia yang 260 juta.

Selain itu, bisa jadi yang menandatangani petisi adalah orang yang tak terkait langsung. Misalnya, yang menandatangani petisi adalah orang di luar Jakarta yang tak tersentuh dengan kebijakan Anies. Bisa jadi yang menandatangani petisi adalah orang WNA yang kebetulan keturunan Indonesia yang tak tersentuh dengan kebijakan Jokowi.

Maka, saya melihat dua petisi ini adalah petisi hiburan. Petisi yang meramaikan dunia maya saja. Sebab, faktanya tak bisa dikatakan sebagai representasi dari keinginan masyarakat secara umum karena penandatangan petisi sangat sedikit.

Sulit Terjadi

Secara UU, Jokowi memang bisa mencopot Anies. Ada beberapa prasyarat seorang presiden bisa mencopot jabatan gubernur. Hal itu tertuang dalam UU Pemda. Di pasal 78 ayat 1 dan 2 dijelaskan syarat kepala daerah berhenti. Misalnya, meninggal dunia, atas permintaan sendiri, atau diberhentikan.

Yang dimaksud diberhentikan karena banyak faktor. Di antaranya adalah melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan, berhalangan tetap. Setidaknya ada 10 poin dalam UU tersebut yang menjelaskan seorang kepala daerah diberhentikan.

Pasal 79 ayat 2 menjelaskan, jika DPRD Provinsi tak mengusulkan pemberhentikan gubernur yang bermasalah, maka menteri bisa mengusulkannya ke presiden. Kemudian, presiden bisa memberhentikannya.

Lalu apakah Jokowi akan memberhentikan Anies? Saya pikir tak akan dilakukan. Pertama, Jokowi tidak seperti itu. Kedua, secara politik sangat tidak menguntungkan bagi Jokowi dan partainya.

Lalu soal pencopotan Jokowi? Ya mungkin saja tapi mekanismenya jauh lebih lama dan panjang. Harus melalui MPR dan MK. Harus ada pembuktian. Jadi, dua petisi itu memang sulit akan terjadi. Setidaknya itulah pandangan saya.  

Hiburan Saja

Jadi, buat hiburan saja. Bahwa ada pendukung yang mendukung dengan sangat luar biasa. Sampai membuat petisi, tapi yang menandatangani petisi hanya sedikit. Riuh politik itu jadikan hiburan saja.

Tapi, kalau riuh politik itu sudah sampai pada perpecahan dan gejala konflik riil, maka kita semua harus memiliki kepedulian. Setidaknya melokalisir agar konflik itu tak meluas menjadi konflik nyata. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun