Sekarang, bagaimana orang yang membaca Alquran dengan serampangan disebut ulama. Orang yang tak mengerti tata bahasa Arab dan serampangan mengungkapkannya disebut ulama?
Itu hanya dua saja soal profesor dan ulama. Masih banyak di area kita yang dengan mudah menyematkan gelar pada seseorang. Gelar yang tentunya harus didapatkan dengan cara yang tak mudah.
Kita telah mengabaikan proses-proses untuk mendapatkan gelar itu. Mau jadi apa jika masing-masing dari kita sangat mudah memberi gelar pada orang yang tak jelas? Atau mau jadi apa jika kita menyebut orang dengan gelarnya tanpa verifikasi terlebih dahulu? Â
Kini, orang dengan mudah berbicara. Sebab, sudah banyak kanal yang tersedia. Orang yang tak paham apa-apa bisa ngoceh di media sosial. Salahkah? Dalam konteks kebebasan berpendapat tentu tidak salah.Â
Namun, perlu ditegaskan bahwa kita bisa menyaring siapa yang kompeten dan siapa yang tak kompeten. Kita bisa menyaring apa latar belakang orang yang bicara itu.
Jika kita sudah memiliki alat saring yang bagus, maka kita tak mudah menyebar informasi dari orang yang tak jelas.Â
Jika kita punya alat saring yang bagus, maka orang-orang abal-abal itu tak akan bisa eksis. Dia akan tenggelam dengan cepat. Masalahnya, kita punya alat saring yang bagus atau tidak? (*) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H