Pantas saja kalau Presiden Jokowi kelimpungan dengan Covid-19. Itu yang ada di kepala ketika membaca berita soal rendahnya penyerapan anggaran untuk menangani Covid-19. Tapi, jika menjadi pejabat yang bertugas mendistribusikan anggaran, kepala juga akan pening.
Seperti dikutip Kompas.com, baru Rp 136 triliun dana yang diserap dari total Rp 695 triliun dana untuk pandemi Covid-19. Artinya, hanya 19 persen saja yang sudah terserap. Alokasi anggaran Rp 695 triliun itu untuk beberapa hal dan serapannya sangat rendah.
Untuk sektor kesehatan baru terserap 7 persen, bantuan sosial terserap 38 persen, UMKM terserap 25 persen, insentif usaha terserap 13 persen, dukungan kementerian/lembaga dan pemda terserap 6,5 persen, Total penyerapan hanya 19 persen.
Wajar jika kepala negara kesal dengan fenomena seperti ini. Sebab, Covid-19 telah membuat banyak orang kesulitan. Anggaran Covid-19 itu diharapkan sedikit membantu problem yang terjadi di masyarakat. Namun, jika penyerapan anggarannya lambat, tentu bantuan pada kelompok sasaran akan terlambat juga.
Namun, jika melihat pejabat penanggung jawab pendistribusian dana, tentu juga akan bingung. Sebab, seperti diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, para pejabat hati-hati. Pejabat hati-hati karena pendistribusian dana harus ada landasan hukum yang jelas dan harus ada landasan standar operasional.
Bahkan, penanganan Covid-19 juga membutuhkan proses karena ada realokasi anggaran. Saya pernah dapat kabar dari teman di birokrasi bahwa banyak anggaran yang dialokasikan ke Covid-19. Sepemahaman saya, refocusing itu bukan persoalan gampang, apalagi menyangkut uang.
Sedikit saja salah hitung, apalagi untuk uang jumlah besar, penjara bisa menunggu. Itu benar-benar bisa terjadi karena penganggaran kadang bisa membuat orang yang tak hati-hati terseret kasus hukum. Jadi, memang tak mudah.
Di satu sisi Presiden ingin penyerapan anggaran cepat dan itu benar. Di sisi lain ada birokrasi yang memang memakai prosedur dan memang seperti itulah birokrasi. Sementara, masyarakat sudah sering teriak soal penanganan Covid-19.
Covid-19 Menyerang Tanpa Prosedur
Hal yang rumit adalah birokrasi karena kehati-hatiannya membuat sesuatu butuh proses atau waktu. Sementara, Covid-19 menyerang tanpa prosedur. Covid-19 menyerang tanpa melihat surat atau kebijakan terlebih dahulu. Covid-19 tak peduli apakah menabrak hukum atau tidak. Covid-19 menyerang ya menyerang saja.
Sebenarnya jika melihat lawan yang dihadapi, langkah yang dilakukan memang harus taktis, tak cenderung birokratis. Jadi, langkah-langkah yang dilakukan berorientasi tujuan, bukan berorientasi prosedur.
Jika langkah yang berorientasi tujuan, saya pikir penanganan masalah Covid-19 ini bisa lebih cepat. Salah satu cara yang sempat muncul beberapa waktu lalu ada adanya aturan yang sempat dinilai mengesampingkan prosedur hukum. Artinya segala penanganan Covid-19 ini tak bisa diproses hukum.
Dalam konteks kecepatan penanganan tentu hal itu bagus. Artinya birokrat tak lagi khawatir akan kena pasal hukum. Tapi, juga menjadi problem karena negara kita adalah negara hukum. Di sisi lain, mengesampingkan aspek hukum juga menjadi ruang bagi mereka yang culas untuk memanfaatkan dana Covid-19 buat kepentingan pribadi.
Yang bisa dilakukan adalah membuat titik temu antara prosedural yang cepat dan tak menabrak hukum. Jadi ada pemangkasan-pemangkasan prosedur terkait pendistribusian anggaran, tapi juga tak menabrak hukum. Hanya saja, yang bisa menkonkretkan hal ini adalah para analis keuangan dan pakar hukum. Mereka bisa duduk bersama secara cepat memutuskan langkah taktis.
Kalau saya yang warga biasa ya hanya ikut bingung saja, sembari berharap semoga Covid-19 cepat selesai. Kadangkala kita juga ingin pemerintah cepat dan taktis, tapi birokrasi memang begitu dan ancaman bagi yang abai prosedur adalah penjara. Selamat bekerja saja buat pemangku kebijakan dan saya doakan yang terbaik. Jangan dikorupsi duitnya! Saya khawatirnya serapannya lambat justru aliran dananya muncrat ke mana-mana. Semoga saja tidak. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H