Saat itu, Karmadi yang menang. Menang tipis, hanya selisih satu suara. Kemampuan Karmadi dalam mengolah kata telah membuat warga desa terbius. Karmadi adalah sosok yang pandai bermain logika.
Sayangnya, setelah terpilih jadi kepala desa, kerja Karmadi lambat. Dia terlalu banyak mikir. Ingin memperbaiki irigasi saja harus melihat banyak hal. Dari mulai sosial, ekonomi, politik, budaya. Padahal cuma irigasi untuk sawah.
Cara kerja yang banyak mikir itu membuat program desa banyak yang terbengkalai. Warga tak senang dengan cara kerja itu. Karmadi lambat. Kemudian pada pemilihan kepala desa berikutnya Sarmadi kembali maju dan menantang Karmadi.
Sarmadi yang memang cekatan akhirnya dipilih warga. Dia mengalahkan Karmadi yang petahana. Uniknya, Sarmadi juga hanya menang satu suara. Kerja Sarmadi memang cekatan. Harapan baru buat desa kala itu.
Tapi, setelah jadi kepala desa, Sarmadi cenderung tanpa ba bi bu. Setiap kebijakan langsung jalan. Problemnya hal itu dilakukan untuk semua kebijakan. Misalnya, pembagian bantuan yang diberikan pemerintah, langsung dibagikan di hari itu juga. Baik apa tidak? Baik, tapi dia membagi tak berdasar data.
Dia bawa aparatnya dan bantuannya langsung diberikan pada penerima. Masalahnya dia sering salah sasaran. Karena ternyata ada yang lebih berhak dan tak diberi bantuan. Sarmadi mengabaikan data. "Persetan dengan data!" Mungkin begitu gumamnya. Akhirnya apa? Runyam juga.
Pernah ada wanita yang sudah enam bulan menjanda karena suaminya wafat. Sarmadi langsung mencarikan jodoh. Kalau Sarmadi sudah punya keinginan, tak ada yang berani protes. Nah, Sarmadi langsung dapat calon suaminya. Dinikahkan hari itu juga.
Petaka terjadi karena ternyata lelaki yang dipilih Sarmadi itu sudah berkeluarga. Wah repot! Lama-kelamaan, warga tak betah juga. Di pemilihan kepala desa selanjutnya warga sebenarnya ingin alternatif lain. Tapi tak ada yang berani melawan dinasti klepon.
Ada satu yang mencoba maju di pemilihan kepala desa, tapi gagal karena sudah diintimidasi dari mula. Intimidasi dilakukan baik oleh keluarga Karmadi maupun Sarmadi. Tapi intimidasinya berbeda. Keluarga Karmadi mengintimidasi dengan surga neraka, mengintimidasi dengan logika. Kalau keluarga Sarmadi mengintimidasi secara fisik.
Desa tak pernah berkembang karena tipikal kedua kelompok itu. Kedua kelompok itu bergantian menjadi kepala desa. Beberapa warga yang sehat, memilih pergi dari desa dan mencari kehidupan yang lebih sehat.
Kini, yang menjadi kepala desa adalah cucu Karmadi. Dia pandai sekali mengolah kata-kata. Kalau kau pernah bicara di depannya, kau akan terkesima. Di mulutnya seperti ada gula yang manis yang membuat semua seperti ingin menjilatnya. Tapi, sama dengan Karmadi, si cucu yang bernama Karmani ini juga lambat bekerja.