Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggertak beberapa negara yang memajaki Netflix, jasa digital dari AS. Salah satu negara yang akan memajaki Netflix adalah Indonesia. Indonesia akan memulai memajaki Netflix pada 1 Juli.
Sekalipun digertak Trump, Menteri Keuangan Sri Mulyani atau Bu Ani harus jalan terus. Seperti diketahui, Bu Ani adalah orang yang sering vokal membicarakan pajak jasa digital dari luar negeri. Kenapa? Karena itu adalah kewajaran yang harus didapatkan Indonesia. Selain itu, sepertinya ini adalah upaya politis Trump jelang pilpres November mendatang.
Seperti diberitakan reuters dan dikutip kompas.tv, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan, Presiden AS Donald Trump mengkhawatirkan akan banyak mitra dagang yang akan menggunakan skema pemungutan pajak yang tak adil.
"Presiden Trump khawatir akan banyak mitra dagang kami yang akan menggunakan skema pemungutan pajak yang tidak adil untuk perusahaan kami," ujar Robert. Salah satu yang ditengarai akan mendapatkan perlakuan tak adil adalah Netflix. Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang akan memajaki Netflix.
Sementara, seperti diberitakan kompas.tv, Bu Ani enggan memberi pandangannya. "Jadi, pajak digital saya ngga mau jawab dulu, Nanti yang jadi headline malah pajak digital," kata Sri Mulyani dalam video konferensi pers di Jakarta Rabu, dilansir dari detik.com (3/6/2020). Bu Ani mengatakan bahwa konferensi per situ sedang membahas pemulihan ekonomi, bukan membahas pajak digital.
Maju Terus
Saya pikir pemerintah perlu terus maju terus terkait pajak pada Netflix dan sejenisnya. Nalar sederhana saya adalah bahwa perusahaan itu mendapatkan keuntungan dari konsumen di Indonesia yang jumlahnya banyak. Sudah sewajarnya perusahaan tersebut memberikan dampak ekonomi pada Indonesia.
Menurut data dari lembaga Statista yang dikutip kompas.com pada Januari lalu, jumlah pelanggan Netflix di Indonesia mencapai 481.450 pada tahun 2019. Apabila dikali dengan tarif berlangganan termurah Netflix, yakni Rp 50.000, pendapatan kotor per bulan Netflix mencapai sekitar Rp 24 miliar per bulan.
Dalam setahun, pendapatan kotor yang bisa didapatkan mencapai Rp 288,87 miliar. Jika pajak yang dikenakan adalah pajak penambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen, maka potensi pajak yang hilang mencapai Rp 28,88 miliar. Dengan hitungan itu, maka dalam empat tahun potensi pajak yang hilang dari Netflix adalah Rp 115,52 miliar.
Aksi Politis
Gencarnya Trump melakukan pembelaan pada perusahaan AS di luar negeri menurut saya adalah upaya Trump menarik simpati. Sebab, pada November depan, AS akan melakukan pemilihan presiden. Simpati tersebut perlu apalagi Trump sedang banyak digoyang problem.
Trump seperti diketahui sedang digoyang oleh Covid-19. Data terbaru seperti dikutip dari worldometers.info, AS adalah negara dengan kasus Covid-19 paling banyak. Data terbaru menyebutkan sudah ada 1,901,783 orang AS yang terkena kasus Covi-19.
Kondisi itu jelas tak menguntungkan secara politik bagi Trump. Apalagi, langkah-langkah konkret Trump pun belum terlihat untuk menekan Covid-19 di AS. Bukan hanya itu, saat ini AS sedang disibukkan dengan aksi demo terkait kematian George Floyd yang meninggal di tangan seorang polisi bernama Derek Chauvin.
Tak hanya itu Cina pun melakukan kritikan tajam pada AS terkait penanganan demo yang dilakukan AS. Sebab, Cina di tahun lalu mendapatkan kritikan dari AS terkait penanganan demo prodemokrasi di Hongkong. Kini, Cina pun membalikkan kritik AS itu.
Tentu saja fenomena saat ini membuat Trump terancam kalah di pilpres nanti. Jika dia tak membuat kebijakan populis, maka Trump akan seperti melempar handuk sebelum kontestasi pilpres dimulai. OIeh karena itu, pernyataan Trump yang mendukung perusahaan AS di luar negeri adalah bagian menarik dukungan, khususnya dari para pengusaha.
Pernyataan dan dukungan Trump setidaknya akan bisa jadi bahan tawar Trump saat kampanye pilpres. Dia bisa mengatakan bahwa dirinya peduli dengan bisnis AS yang mencari pasar di luar negeri.
Maka, jalan terus saja pajak pada Netflix dan sejenisnya karena sepertinya gertakan Trump hanya bagian dari aksi politiknya. Selain itu, memang sudah sepantasnya perusahaan luar negeri tak hanya mengeruk duit di negeri ini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H