Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rel

17 Mei 2020   10:11 Diperbarui: 17 Mei 2020   10:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahlan juga ngobrol dengan kakak-kakaknya yang sebagian besar adalah para petani. Setelah obrolan itu, Sahlan memutuskan menerima tawaran Anto. "Ya, saya siap kerja di perusahaan Anda," kata Sahlan pada Anto.

Hari pertama kerja, Sahlan langsung diberi mobil mewah terbaru. Dia digaji 10 kali lipat dari gaji di perusahaan sebelumnya. Dia disewakan rumah di kawasan elite. Sahlan tentu senang, tapi dia heran.

Heran mengapa sebegitu royal si bosnya. Sahlan cari informasi ke sana ke mari. Sahlan pun tahu bahwa memang begitulah bosnya. Pemimpin sebelum Sahlan juga diberi fasilitas yang wah.

Dua bulan pertama, Sahlan cukup puas dengan kinerjanya dan timnya. Dua bulan bekerja, Sahlan langsung bisa plesir ke luar negara bersama istri dan dua anaknya.

"Coba kalau dari dulu kamu begini bang," kata istrinya di tengah temaram lampu hotel. "Sebenarnya kita sedang di mana ini bang?" Kata sang istri manja. "Buenos Aires, sayang," ujar Sahlan.

"Ohh... aku tidak tahu bang. Yang penting kita bahagia," kata sang istri. Sementara, dua anak Sahlan sudah terkapar. Di tengah malam syahdu itu, telepon Sahlan berdering. Dia diminta cepat pulang.

Sesampai di kantor, Sahlan dihadapkan setumpuk berkas kasus. Dia dituding menyuap aparat negara dalam kasus proyek pengeboran kilang minyak. Sahlan juga dituding menggelapkan uang perusahaan.

Yang membuatnya aneh, semua bukti dari aparat hukum itu sangat sahih. Ada tanda tangannya. Bahkan ada rekaman suara ketika Sahlan menyogok aparat negara. Suara itu sangat mirip dengan suara Sahlan. Sahlan kelimpungan karena dia tak pernah melakukannya.

Dia mencoba menelepon Anto, tapi tak pernah bisa. Jerat penjara membayangi Sahlan. Dia mencoba mencari tahu siapa yang memainkannya dan menjeratnya.

Sampai lewat dinihari dia mempelajari berkas. Dia telepon ke sana ke mari. Pusing kepalanya. Pulanglah Sahlan dan kemudian kecelakaan tersambat kereta itu terjadi.

Sahlan kemudian melihat para atasan sebelum dirinya di perusahaan Anto menangis sesenggukan tak jauh dari rel kereta yang sama. Mereka duduk melingkar bertangisan. Sahlan merasa bahwa dia sudah berada di alam lain bersama para pendahulunya itu. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun