Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rel

17 Mei 2020   10:11 Diperbarui: 17 Mei 2020   10:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA

Sahlan, ditemukan tak bernyawa saat Subuh tiba. Jasad Sahlan remuk di dalam mobil mewahnya usai tersambar kereta sampai ratusan meter.

***
Sahlan sudah keluar masuk berbagai pekerjaan. Dia pernah di perusahaan swasta, pernah kerja di pemerintahan, pernah merasa idealis membantu calon kepala daerah. Tapi, satu per satu pekerjaan itu akhirnya ditinggalkan.

Saat di sebuah perusahaan swasta, Sahlan jadi manajer personalia. Dia yang ikut memberi rekomendasi nasib seorang karyawan. Namun, Sahlan merasa tertekan ketika dirinya diminta atasannya menyingkirkan anak baik di perusahaan itu.

Anak baik itu harus dicopot atau digeser karena saudara atasan ingin posisi itu. Sahlan tertekan. Itu bukan kasus pertama. Sudah berkali-kali Sahlan berada dalam dilema. Dia pernah dipaksa menerima orang bermasalah sebagai karyawan. Sebab, orang bermasalah itu telah membantu owner perusahaannya.

Di usia 34 tahun, Sahlan sebenarnya sudah cukup hebat bisa berada di posisi pemimpin personalia. Akhirnya, Sahlan cabut dan ikut penerimaan pegawai negara. Sahlan memang berotak brilian, maka dia pun bisa melahap pertanyaan tes calon pegawai negara dengan baik.

Sahlan diterima dan dia ditempatkan di bagian keuangan. Sahlan merasa kerepotan mengurusi anggaran yang peruntukannya tak jelas. Memang ada yang bermain pada bagian anggaran tempat Sahlan bekerja.

Kejadian demi kejadian juga membuat Sahlan tak betah. Dua tahun kemudian, Sahlan memutuskan cabut sebagai abdi negara. Setelahnya, Sahlan ikut menjadi sukarelawan temannya yang mencalonkan diri jadi kepala daerah. Sahlan, atas nama idealisme agar orang baik memimpin, maka membantu temannya itu.

Sahlan tahu rekam jejak si teman yang bersih ini. Namun, sama saja ketika di politik. Pertarungan kotor terjadi. Si teman juga merasa harus bermain kotor supaya menang. Sahlan kelimpungan lagi. Hatinya teriak melihat kenyataan yang tak sesuai dengan harapannya.

Dia lari dari dunia politik. Kemudian, Sahlan ditelepon oleh seseorang yang dia tak kenal. Sahlan pun bertemu dan bicara empat mata. Orang itu namanya Anto, pengusaha kaya. Sudah berusia kepala enam lah.

Sahlan juga heran ketika Anto mengerti seluk beluk Sahlan sampai sedetail-detailnya. Anto pun kagum dengan kepandaian Sahlan. Tanpa basa basi, Anto menawarkan jabatan direktur umum pada Sahlan.

Sahlan tak langsung menerima tawaran di perusahaan perminyakan tersebut. Sahlan ngobrol panjang lebar dengan istrinya. Istri yang kalau diajak ngobrol berat langsung tertidur.

Sahlan juga ngobrol dengan kakak-kakaknya yang sebagian besar adalah para petani. Setelah obrolan itu, Sahlan memutuskan menerima tawaran Anto. "Ya, saya siap kerja di perusahaan Anda," kata Sahlan pada Anto.

Hari pertama kerja, Sahlan langsung diberi mobil mewah terbaru. Dia digaji 10 kali lipat dari gaji di perusahaan sebelumnya. Dia disewakan rumah di kawasan elite. Sahlan tentu senang, tapi dia heran.

Heran mengapa sebegitu royal si bosnya. Sahlan cari informasi ke sana ke mari. Sahlan pun tahu bahwa memang begitulah bosnya. Pemimpin sebelum Sahlan juga diberi fasilitas yang wah.

Dua bulan pertama, Sahlan cukup puas dengan kinerjanya dan timnya. Dua bulan bekerja, Sahlan langsung bisa plesir ke luar negara bersama istri dan dua anaknya.

"Coba kalau dari dulu kamu begini bang," kata istrinya di tengah temaram lampu hotel. "Sebenarnya kita sedang di mana ini bang?" Kata sang istri manja. "Buenos Aires, sayang," ujar Sahlan.

"Ohh... aku tidak tahu bang. Yang penting kita bahagia," kata sang istri. Sementara, dua anak Sahlan sudah terkapar. Di tengah malam syahdu itu, telepon Sahlan berdering. Dia diminta cepat pulang.

Sesampai di kantor, Sahlan dihadapkan setumpuk berkas kasus. Dia dituding menyuap aparat negara dalam kasus proyek pengeboran kilang minyak. Sahlan juga dituding menggelapkan uang perusahaan.

Yang membuatnya aneh, semua bukti dari aparat hukum itu sangat sahih. Ada tanda tangannya. Bahkan ada rekaman suara ketika Sahlan menyogok aparat negara. Suara itu sangat mirip dengan suara Sahlan. Sahlan kelimpungan karena dia tak pernah melakukannya.

Dia mencoba menelepon Anto, tapi tak pernah bisa. Jerat penjara membayangi Sahlan. Dia mencoba mencari tahu siapa yang memainkannya dan menjeratnya.

Sampai lewat dinihari dia mempelajari berkas. Dia telepon ke sana ke mari. Pusing kepalanya. Pulanglah Sahlan dan kemudian kecelakaan tersambat kereta itu terjadi.

Sahlan kemudian melihat para atasan sebelum dirinya di perusahaan Anto menangis sesenggukan tak jauh dari rel kereta yang sama. Mereka duduk melingkar bertangisan. Sahlan merasa bahwa dia sudah berada di alam lain bersama para pendahulunya itu. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun