Sumber korupsi yang katanya dihancurkan, Â memunculkan banyak kantong baru. Buktinya banyak yang diproses hukum karena diduga korupsi. Sampai kemudian, kejumudan itu muncul karena sebagian masyarakat menilai tak ada perubahan (ekonomi) yang berarti. Hingga akhirnya muncullah gambar Presiden Soeharto di sebuah truk dengan kata-katanya. "Piye kabare, penak jamanku tho?". Kata-kata yang kira kira berarti, "bagaimana kabarnya, enak zaman aku kan?".
Lambat laun orang kembali beromantisme di masa Orde Baru. Soal harga pangan terjangkau, soal stabilitas yang baik, soal radikalisme yang tak diberi tempat. Romantisme itu seperti meminggirkan fakta lain bahwa di masa Orde Baru, kebebasan berpendapat tak seperti sekarang.
Sebagian kita kemudian beromantisme soal kehidupan nyaman di masa lalu dan seperti ingin kembali ke sana. Sebagian kita yang lain tetap menilai bahwa kebebasan di masa sekarang jauh lebih baik dan tak mau kembali ke masa lalu.
Semua berhak memiliki pandangannya. Namun, saya hanya ingin mengatakan bahwa jika kita tak ada niatan untuk memperbaiki diri, maka khayal surga itu tak akan pernah jadi nyata.
Percuma mengkritik dan menghujat korupsi ketika ada bantuan sosial sebagian kita langsung merasa jadi orang melarat. Percuma mengagungkan kebebasan berekspresi tapi ketika orang lain membuat ekspresi yang beda langsung dihakimi. Percuma mengaku merdeka tapi merendahkan kemerdekaan pihak lain. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H