Belasan tahun lalu, saya bersama beberapa teman nongkrong di suatu tempat. Saat nongkrong itu, salah satu teman membaca koran. Di koran itu ada judul berita dengan kata "Silakan". Sontak teman saya bilang ke saya, "masa nulis kok 'silakan', yang benar kan 'silahkan'," kata teman saya.
Tapi rasa penasaran saya cukup tinggi kala itu. Saya berpikir, masa sebuah media massa ternama sampai salah membuat judul. Kemudian setelah membaca sumber yang jelas yakni kamus Bahasa Indonesia, saya juga baru tahu bahwa yang benar adalah "silakan", bukan "silahkan".
"Ternyata selama ini, saya salah menulis," begitu batin saya bilang. Di masa yang tak jauh berbeda dari cerita di atas, satu ketika saya juga menulis untuk untuk kepentingan pekerjaan.Â
Kebetulan, atasan saya adalah lulusan Sastra. Setelah membaca tulisan saya, atasan saya berujar ke saya dengan nada tinggi. "Kamu dari kemarin nulis salah terus.Â
Yang benar (sesuai kaidah Bahasa Indonesia) itu 'izin', bukan 'ijin'," ujar atasan saya waktu itu. Â Saya jadi terngiang sampai sekarang kalau nulis ada kata "izin".
Zaman belasan tahun lalu, setahu saya, kamus digital masih sulit ditemui. Kamus masih dalam bentuk hard copy. Namun, saat ini kamus digital sudah ada dan sudah memudahkan siapa saja untuk menulis sesuai dengan kaidah.
Dengan kemudahan di zaman ini, kadang saya iseng membuka kamus digital apakah tulisan saya sesuai dengan kaidah atau tidak. Masih banyak sekali yang dulu sering saya tulis, ternyata itu tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.Â
Misalnya saja kata "sholat". Kata itu sering saya tulis dahulu. Tapi ternyata "sholat" itu adalah tulisan yang tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "salat".
Kata "ustadz", itu juga bentuk tulisan yang tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "ustaz". "Allah" adalah tulisan yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, sementara yang tak sesuai dengan kaidah misalnya ditulis dengan, "Alloh".
"Sepak bola" adalah tulisan yang tepat sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sementara tulisan yang salah adalah "sepakbola". Penulisan "bulu tangkis" juga sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sementara, yang salah adalah "bulutangkis".
Pernah nulis kata "sekedar"? Nah tulisan seperti itu tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sebab, yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "sekadar". Pernah menulis "tolak ukur"? Itu tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sebab, yang benar sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "tolok ukur".
Pernah menulis dan melafalkan kata "merubah"? Itu adalah kata yang artinya menjadi rubah. Rubah adalah jenis binatang. Kalau yang dimaksud adalah "menjadikan yang lain dari bentuk semula" maka yang benar sesuai kaidah Bahasa Indonesia adalah "mengubah".
Guru saya waktu SMA, saat mengajar juga pernah berujar soal kata. "Kata yang benar itu tulisannya 'standardisasi', bukan 'standarisasi'," ujar guru saya.Â
Belasan tahun kemudian, saya teringat dan saya cocokkan dengan kamus. Memang ternyata yang sesuai kaidah Bahasa Indonesia, penulisannya adalah "standardisasi", bukan "standarisasi".
Pernah menulis "propinsi"? Maka tulisan itu tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Tulisan yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "provinsi". Pernah menulis "sholawat"? Itu adalah kata yang tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Kata yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "selawat".
Tempat untuk salat kadang ditulis "mushola". Kata "mushola" tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Yang sesuai dengan Bahasa Indonesia adalah "musala". Pernah menulis "stop" untuk mengartikan berhenti? Ya, tulisan "stop" itu tak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Tulisan yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia adalah "setop".
Ada yang lain lagi? Mungkin masih banyak. Tapi yang pasti bahwa kata-kata yang sesuai kaidah bisa mudah dicari saat ini karena ada website kamus. Penulisan-penulisan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia memang digunakan untuk tulisan-tulisan resmi, seperti buku ilmiah.
Namun, memang lebih bagus jika kita menggunakan kata-kata yang baku untuk menulis apa saja dalam Bahasa Indonesia. Memang kadang pengecualian untuk hal-hal tertentu, misalnya nama merek.Â
Nama merek itu bisa keluar dari pakem. Â Merek selain identik dengan merek dagang, juga dimaknai cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya.
Sekian saja dan semoga memberi manfaat. Yang sesuai kaidah Bahasa Indonesia adalah "Amin", bukan "Amiin". Maka saya ulangi lagi. Sekian saja dan semoga bermanfaat. Amin. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H