Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perlunya Jong-Un dan Trump Lakukan Candle Light Dinner

3 Mei 2020   17:13 Diperbarui: 3 Mei 2020   19:01 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trump juga bisa belajar dari Jong-Un, bagaimana agar bisa menjadi pemimpin tanpa memakai isu sensitif yang cenderung merusak. Tips Jong-Un itu bisa membuat Trump bermain cantik di Pilpres AS selanjutnya.

Trump juga perlu mengetahui bagaimana rambut Jong-Un bisa sedemikian rupa. Apa resepnya. Jangan remehkan hal-hal remeh! Sebab, hal itu bisa mendekatkan dua insan manusia ini.

Jong-Un juga bisa belajar demokrasi pada Trump. Mungkin bisa belajar menggunakan teknologi-teknologi baru yang dimiliki AS. Jong-Un juga bisa curhat soal penyakitnya secara lebih dekat dengan Trump. Siapa tahu di AS ada dokter yang bisa menyembuhkan penyakit Jong-Un.

Jong-Un juga bisa mencari tahu soal pakaian-pakaian yang lebih up to date ke Trump. Sehingga, saat acara kenegaraan, Jong-Un bisa menggunakan pakaian yang modelnya lebih variatif.

Keintiman-keintiman keduanya saya pikir akan bisa membuka pikiran keduanya. Sebab, keduanya adalah sosok dari dua negara yang bertolak belakang. Saya meyakini, bahwa pertemuan intens, romantis, dan intim keduanya akan mengubah peta dunia.

Trump setelah lebih dekat dengan Jong-Un, akan berubah ke arah yang lebih baik, atau lebih manja. Trump akan belajar bahwa di tengah derita di Korea Utara, Jong-Un bisa tegar seperti itu. Trump bisa melihat lebih dekat sisi humanis Jong-Un.

Itu akan membuat Trump lebih bisa bijak bahwa orang brengsek tak hanya satu orang, tapi banyak orang. Jong-Un juga bisa belajar banyak. Bagaimana orang bisa dipilih banyak orang menjadi presiden. Jong-Un lama-kelamaan akan sadar bahwa potret humanis warga AS itu penting dan menarik untuk diterapkan di Korea Utara.

Tujuh hari saya pikir cukup bagi keduanya untuk berbicara dari hati ke hati. Setidaknya dalam tujuh hari itu, orang AS tak bingung dan jenuh dengan ocehan Trump. Para petinggi Korut juga tak tegang selama tujuh hari itu.

Jika metode ini berhasil, maka negeri-negeri yang berpolemik bisa melakukan pendekatan yang sama. Misalnya, Arab Saudi dengan Iran yang sering berpolemik. Para pemimpin mereka bisa ngobrol di malam yang syahdu, sembari menghirup shisa. Saya meyakini bahwa obrolan yang hangat itu akan menyelesaikan 80% persoalan manusia. Saya meyakini itu. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun