Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempersoalkan data pemerintah soal Covid-19. IDI menilai data mereka yang meninggal karena Covid-19 lebih banyak daripada data yang dilansir pemerintah.
Seperti diberitakan Kompas.com, sampai Minggu (19/4/2020) pemerintah mengumumkan sudah ada 582 orang di Indonesia yang meninggal dunia karena Covid-19. Hal itu seperti diungkapkan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto.
Namun seperti diberitakan detik.com, pihak IDI Humas PB IDI, Halik Malik menilai bahwa yang meninggal karena Covid-19 bisa lebih banyak. Bahkan IDI membeberkan ada 1.000 orang yang meninggal dunia karena Covid-19. Beda pendapat dua otoritas ini tentu bisa membingungkan orang awam.
Dalam konteks dokter dan kesehatab, IDI jelas organisasi yang tak bisa dianggap enteng. Mereka adalah kumpulan dokter yang paham tentang kesehatan dan penyakit, termasuk Covid-19.Â
Sementara, pemerintah pusat adalah otoritas yang memiliki data lengkap karena membawahi kementerian yang beragam, dari Kementerian Kesehatan yang paham data Covid-19, sampai Kementerian Sosial yang paham dampak sosial akibat Covid-19.
Lalu bagaimana menyikapi perbedaan tersebut. Ada beberapa hal yang bisa jadi tekanan untuk kita semua melihat perbedaan data itu. Pertama adalah jangan melihat berita atau informasi dari judulnya saja, khususnya berita yang sensitif seperti wabah. Niatkan untuk membaca sampai tuntas agar tak panik dan bingung.
Kedua, jangan memberi kesimpulan ketika baru membaca judul beritanya. Lebih-lebih menyimpulkan lalu menyebar kesimpulan itu kepada orang lain melalui aplikasi perpesanan atau melalui media sosial.
Ketiga, baca secara rinci dan lihat titik tolak perbedaannya. Membaca berita dengan rinci akan membuat pembaca tahu di mana letak perbedaannya. Ternyata IDI dan pemerintah berbeda dalam hal cara pandang.
IDI menilai bahwa mereka yang meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) dikategorikan meninggal dunia karena Covid-19. Sementara pemerintah berpandangan mereka yang meninggal karena Covid-19 adalah mereka yang memang positif Covid-19. Sementara PDP jika belum positif tak akan dihitung sebagai meninggal karena Covid-19.
Keempat, setelah tahu bagaimana perbedaan dan sudut pandangnya, maka tak perlu panik dan mudah berkomentar miring jika ada perbedaan. Lihat dahulu lebih jernih setiap perbedaan.
Hal lain yang perlu digarisbawahi oleh IDI dan pemerintah adalah kesepahaman global. Misalnya, dengan mengacu pada lembaga kesehatan dunia WHO. Bagaimana WHO mendefinisikan mereka yang meninggal dunia karena Covid-19?
Apakah WHO memberi penilaian meninggal karena Covid-19 adalah mereka yang sudah positif Covid-19 atau PDP yang meninggal juga dikategorikan meninggal dunia karena Covid-19? Pemahaman secara global ini penting agar tidak ada data berbeda karena sudut pandang yang berbeda.
Selain itu, pernyataan Presiden Jokowi soal buka-bukaan data Covid-19 juga perlu direalisasikan. Pemerintah perlu merealisasikan buka-bukaan data Covid-19. Harapannya tentu saja bahwa kita jadi sangat tahu perkembangan yang terjadi di negara sendiri.
Jika dibuka juga daerah rawan dan agak aman Covid-19, maka masyarakat pun bisa bersikap. Misalnya, meningkatkan kewaspadaan berlipat-lipat jika berada di daerah yang sangat rawan Covid-19. Bukan hanya masyarakat, tapi aparat di level paling rendah juga bisa bertindak berdasarkan data yang valid dan jujur.
Jika polemik antara IDI dengan pemerintah berkepanjangan, maka peran DPR RI sangat dibutuhkan untuk menjadi jembatan. DPR adalah representasi dari rakyat, di mana rakyat juga butuh kejelasan jika ada polemik yang berkepanjangan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H