Maaf. Sepertinya kata itu yang cocok diungkapkan oleh siapa saja yang memojokkan Loris Karius dengan amat sangat. Karius jadi bulan-bulanan ketika dia menjadi kiper Liverpool di laga final Liga Champions 2018 melawan Real Madrid.
Bahkan, Karius pun mendapatkan ancaman mengerikan. Dia diancam akan dibunuh karena performa buruk di partai puncak Liga Champions itu. Seperti ditulis liverpoolecho yang mengambil dari bild, Karius mengatakan bahwa ketika pemain disiuli di lapangan karena bermain buruk, maka itu hal biasa.
Siulan fans adalah konsekuensi ketika pemain bermain buruk. Apalagi, fans datang ke stadion dengan mengeluarkan uang. Namun, kata Karius, jika pemain bermain buruk dan sampai ada ancaman pembunuhan tentu tak bisa ditolerir.
Diketahui, kala itu Loris Karius membuat kesalahan dua kali sehingga Madrid mampu mengalahkan Liverpool 3-1. Kesalahan pertama berimbas pada gol yang dibuat Karim Benzema. Kesalahan kedua berujung gol Gareth Bale.
Karius seperti tak terampuni. Dia dihajar di media sosial, di dunia nyata. Dia juga dibuang Liverpool sehingga Si Merah merekrut Alisson Becker. Padahal, kesalahan yang dilakukan Karius di final Liga Champions itu bisa jadi karena gegar otak yang dia alami.
Saat laga itu Karius berbenturan dengan kapten Real Madrid sehingga mengalami gegar otak. Gegar otak itu membuat penglihatan Karius jadi tak maksimal. Mungkin itulah yang membuat performanya buruk. Bisa jadi, buruknya performa Karius pasca pergi dari Liverpool juga karena kejadian di final 2018 itu.
Maka, Karius pun mengatakan, sudah tak sepantasnya dia dihujat habis-habisan kala itu. Sebab, dia sudah berjuang luar biasa mempertahankan gawang Liverpool agar tak kebobolan, sampai dirinya mengalami gegar otak.
Cermin dan Pelajaran
Apa yang dialami Karius jamak terjadi pada orang lain di lain kasus. Bisa saja karena momen tertentu, kesalahan yang dilakukan seseorang membuatnya dicemooh habis-habisan.
Mereka yang mencemooh mungkin memang jengkel. Namun, bisa juga mencemooh adalah kesempatan meluapkan emosi mumpung ada momen. Kita tak pernah tahu alasan sebenarnya orang melakukan cemoohan.
Padahal, cemoohan itu kadang muncul ketika sebuah kejadian hanya terlihat di permukaan saja. Namun, kejadian terdalam tak diketahui secara mendetail. Bagi orang yang diserang, koor yang memojokkan itu bisa sangat mengganggu psikologi.
Bahkan, sebutan yang memojokkan itu bisa melebar ke mana-mana. Bisa membuat orangtua yanh diolok jadi sakit. Membuat anak-anak yang diolok jadi kecil hati karena orangtuanya terus jadi bahan serangan. Bisa jadi istri atau suami dari yang diolok bisa kesulitan untuk saling menguatkan.
Serangan itu kadang tak adil. Bahkan sangat tak adil. Serangan lewat kata-kata berulang-ulang bisa lebih tajam dari pedang, lebih mematikan dari timah panas.
Potensi untuk menyerang orang lain dengan kata-kata, kini semakin terbuka. Sebab, dengan media sosial atau aplikasi perpesanan dan sejenisnya, orang makin mudah terhubung dengan yang lainnya. Terhubung dengan yang dikenal dan tak dikenal.
Ketika hujatan sudah masuk ke dunia maya, maka akan menyebar seperti wabah corona. Sangat cepat sekali. Jika tak kuat-kuat menghadapi bisa tiba-tiba terpuruk tak berdaya. Maka, di zaman yang makin maju, mengendalikan tangan dan mulut harus dilakukan dengan baik.
Bahwa kita tak sepakat dengan satu hal, bukan berarti kita mencemooh habis-habisan. Jika orang melakukan kesalahan (apalagi hanya dalam permainan seperti Karius), kita tentu boleh kecewa, tapi bukan berarti menghabisinya dengan kata-kata. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H