Mungkin karena masih muda, mungkin karena terbiasa, mungkin karena belum berpengalaman, mungkin karena lainnya.
Kemungkinan-kemungkinan itu hanya tebakan kenapa Staf Khusus Milenial Presiden Andi Taufan Garuda Putra berkonflik kepentingan di masa pandemic Covid-19.
Namun, apapun alasannya lebih baik Andi Taufan Garuda Putra mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Staf Khusus Milenial Presiden.
Cerita buruk ini berawal dari surat resmi yang berkop Sekretariat Kabinet yang dikirimkan Taufan. Seperti dikutip kompas.com, dalam surat itu, Taufan meminta para camat mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek dalam menanggulangi Covid-19.
Padahal, seperti diketahui PT Amartha merupakan perusahaan yang dipimpin Taufan.
Tentu saja ini adalah konflik kepentingan. Seorang pejabat memanfaatkan kedudukannya di pemerintahan untuk kepentingan perusahaannya. Bahkan, pemanfaatan kedudukan itu dilakukan di masa wabah Covid-19.
Jadi, kesalahan Taufan adalah kesalahan yang berlipat-lipat. Dia memanfaatkan kedudukan untuk kepentingan perusahaannya, memakai surat resmi negara, dan dilakukan di masa wabah.
Atas tindakan Taufan itu, pihak kepresidenan telah memberikan teguran keras. Namun, seperti biasa, tindakan tak patut Taufan itu dinilai tak cukup dengan teguran saja. Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, meminta Presiden Jokowi memecat Taufan sebagai staf khusus milenial.
Peneliti ICW Egi Primayogna seperti diberitakan, kompas.com, menilai bahwa sebagai pejabat publik, Taufan tidak berpegang pada prinsip etika publik.
Partai Solidaritas Indonesia meminta Taufan untuk mengundurkan diri. "Dalam demokrasi yang mapan, pejabat publik mengundurkan diri karena kesalahan adalah hal biasa. Mungkn Mas Taufan bisa memberi contoh, membuat tradisi baru, dengan kesadaran pribadi mau mengundurkan diri," kata Ketua DPP Isyana Bagoes Oka seperti diberitakan kompas.com.
Ada banyak pendapat lain soal Taufan yang dinilai berkonflik kepentingan itu. Sebagian besar intinya sama, yakni Taufan tak lagi menjabat sebagai Staf Khusus Presiden. Ada dua jalan yang disuarakan, yakni mengundurkan diri atau meminta Presiden Jokowi memecatnya.
Saya sendiri lebih setuju Taufan mengundurkan diri. Mengundurkan diri seperti kata Isyana Bagoes Oka, adalah bentuk pertanggungjawaban paripurna. Jika salah ya mundur saja, tanpa menunggu pemecatan dari presiden. Menunggu dipecat presiden hanya akan memberi lembaran lebih kelam pada karier Taufan.
Lalu, di sisi lain, jika memang ada indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan Taufan, penegakan hukum harus dilakukan. Tapi kalau tidak ada indikasi pelanggaran hukum, tak perlu didesak-desak untuk diproses hukum. Jadi mengundurkan diri dan proses hukum dilakukan jika memang ada indikasi pelanggaran hukum.
Saya juga sepakat bahwa pada banyak ide tentang turunnya Taufan dari jabatan. Ide itu adalah soal pemerintahan yang bersih. Pemerintahan yang bersih harus diisi oleh orang bersih. Kepatutan juga menjadi pokok penting bahwa selain bersih dari pelanggaran juga bersih dari ketidakpatutan.
Di sisi lain, menurut saya ada satu hal yang perlu juga disampaikan. Taufan adalah Staf Khusus Milenial Presiden. Dalam pandangan awam saya, Staf Khusus Milenial ya berhubungan dengan generasi milenial, generasi yang saat ini berada di usia 23 sampai 38. Taufan yang masih berusia 33 tahun juga representasi dari generasi milenial.
Generasi milenial ini adalah generasi yang memiliki nilai plus. Seperti laporan Global Talent Trend LinkedIn 2020 yang dikutip kompas.com, generasi milenial cenderung memiliki keahlian di bidang teknologi, seperti hal nya penggunaan aplikasi Adobe Photoshop, AutoCAD, sampai analisis data.
Dari data itu (data dunia) juga patut dicatat bahwa generasi milenial menjadi generasi mayoritas pekerja, dengan porsi sebesar 40 persen.
Selain itu, satu hal yang perlu dikedepankan bahwa generasi milenial ini adalah generasi yang "baru". Karena masih muda, mereka cenderung tak memiliki masalah di masa lalu.
Sebab, di masa lalu mereka masih anak-anak. Di masa Orde Baru misalnya, mereka tentu tak memiliki rekam jejak yang buruk karena mereka masih muda.
Di masa geliat reformasi, mereka juga tak memiliki rekam jejak yang buruk. Sebab, saat reformasi, generasi milenial yang paling tua, masih SMA. Jika generasi milenial adalah usia 23 sampai 38, maka generasi milenial tertua adalah mereka yang lahir tahun 1982.
Maka, karena cenderung tak punya rekam jejak buruk di masa lalu karena masih muda, maka generasi ini bisa jadi contoh.
Apalagi generasi milenial menjadi mayoritas di dunia kerja. Jangan sampai orang-orang bermasalah malah menjamur di generasi milenial. Sebab, itu akan jadi problem besar di masa 20 sampai 30 tahun yang akan datang ketika generasi milenial jadi pemimpin.
Maka, atas dengan dasar atas nama baik generasi milenial yang saat ini sedang dirintis, Taufan sepatutnya mengundurkan diri. Jika mundur, dia juga akan ikut memberi contoh pada yang lain bahwa pejabat mundur itu satu hal yang patut diapresiasi, tapi tentu tak menghilangkan kasusnya jika terkena kasus. Jika Taufan mengundurkan diri juga akan meringankan beban pemerintah.
Bayangkan saja, saat ini pemerintah sedang sibuk melawan Covid-19, tiba-tiba dihadapkan pada realitas Taufan. Jika Taufan mengundurkan diri, pemerintah bisa lebih fokus mengurusi Covid-19 dan tak perlu repot mengurusi PT Amartha. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H