Akad dan kontrak merupakan istilah yang sering digunakan dalam konteks hukum untuk menggambarkan perjanjian antara dua pihak atau lebih. Meskipun keduanya berfungsi untuk mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, terdapat perbedaan mendasar dalam definisi, prinsip, dan penerapannya, terutama dalam konteks hukum Islam dan hukum positif.
A. Definisi Akad dan Kontrak
* Akad : Dalam hukum Islam, akad merujuk pada perjanjian yang melibatkan ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) yang sah menurut syariat. Akad dianggap sebagai manifestasi dari kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam suatu transaksi yang diatur oleh prinsip-prinsip syariah. Akad tidak hanya mencakup aspek hukum tetapi juga mengandung nilai-nilai moral dan etika yang harus dipatuhi oleh para pihak.
* Kontrak : Dalam konteks hukum positif, kontrak adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang diatur oleh undang-undang. Kontrak dapat bersifat tertulis atau lisan dan tidak selalu terikat pada nilai-nilai agama. Dalam sistem hukum Indonesia, kontrak diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang memberikan ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian.
B. Aspek Hukum
1. Syarat Sahnya Akad dan Kontrak :
* Akad : Menurut hukum Islam, syarat sahnya akad mencakup adanya kemampuan para pihak, kerelaan tanpa paksaan, objek yang jelas dan halal, serta tujuan yang sesuai dengan syariat.
* Kontrak : Dalam KUHPerdata, syarat sahnya kontrak meliputi adanya kesepakatan, kecakapan para pihak, objek yang halal dan jelas, serta sebab yang sah.
2. Kewajiban Para Pihak :
* Akad : Kewajiban dalam akad bersifat timbal balik; kedua pihak terikat untuk memenuhi prestasi sesuai dengan kesepakatan.
* Kontrak : Dalam kontrak, kewajiban juga bersifat timbal balik, tetapi dapat bervariasi tergantung pada isi kontrak dan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Penyelesaian Sengketa :
* Akad : Sengketa dalam akad sering kali diselesaikan melalui mediasi atau arbitrase berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
* Kontrak : Sengketa kontrak biasanya diselesaikan melalui pengadilan atau lembaga arbitrase sesuai dengan ketentuan hukum positif.
C. Praktik Penerapan Akad dan Kontrak
Dalam praktiknya, akad sering diterapkan dalam transaksi keuangan syariah seperti pembiayaan bank syariah, di mana akad menjadi dasar bagi hubungan antara bank dan nasabah. Misalnya, akad murabahah (jual beli dengan margin keuntungan) memerlukan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam setiap tahap transaksi.
Sebaliknya, kontrak lebih umum digunakan dalam berbagai bidang bisnis dan perdagangan. Kontrak dapat mencakup berbagai bentuk perjanjian seperti sewa menyewa, jual beli, atau kerja sama bisnis lainnya. Dalam hal ini, kontrak harus memenuhi semua persyaratan hukum yang ditetapkan oleh KUHPerdata untuk dianggap sah.
Kesimpulan
Meskipun akad dan kontrak memiliki fungsi serupa sebagai alat untuk mengikat para pihak dalam sebuah perjanjian, perbedaan mendasar terletak pada konteks hukum dan nilai-nilai yang mendasarinya. Akad dihapuskan pada prinsip-prinsip syariah yang menekankan keadilan dan tanggung jawab moral, sedangkan kontrak berlandaskan pada ketentuan hukum positif yang lebih bersifat sekuler. Memahami perbedaan ini penting bagi individu atau entitas yang terlibat dalam transaksi untuk memastikan bahwa mereka menjalankan kewajiban hukum mereka dengan benar sesuai dengan konteks masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H