Penelitian oleh Helliwell dan Putnam (2004) menyoroti bahwa hubungan sosial yang kuat adalah salah satu faktor utama kebahagiaan. Literasi fungsional dapat membantu kita memahami dinamika hubungan, mengelola konflik, dan membangun koneksi yang lebih dalam.
Contoh Kasus:
Seorang manajer di sebuah perusahaan mulai meluangkan waktu untuk mendengar cerita bawahannya. Hasilnya, produktivitas meningkat karena karyawan merasa dihargai dan lebih termotivasi. Studi ini didukung oleh Journal of Business Ethics yang menemukan bahwa empati pemimpin meningkatkan kepuasan kerja (Barsade & O'Neill, 2016).
3. Prioritaskan Keseimbangan Hidup
Literasi fungsional memungkinkan kita mengenali kapan harus berhenti mengejar tujuan material dan mulai fokus pada keseimbangan hidup. Studi dari OECD (2019) menemukan bahwa keseimbangan kerja-hidup yang baik berkontribusi signifikan terhadap kebahagiaan dan kesehatan mental.
Literasi Fungsional Membentuk Masa Depan Kebahagiaan
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, dunia mulai bergeser menuju bentuk kapitalisme yang lebih humanis. Penelitian oleh Deloitte (2022) menunjukkan bahwa perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan karyawan memiliki tingkat retensi dan produktivitas yang lebih tinggi.
Literasi fungsional akan menjadi alat penting untuk membantu individu dan organisasi menavigasi perubahan ini. Ini termasuk pengembangan literasi emosional untuk memahami kebutuhan karyawan dalam organisasi yang lebih inklusif.
Saatnya Menghitung Kekayaan dengan Hati
Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa diukur dengan angka dalam rekening bank. Literasi fungsional memberi kita alat untuk membaca, memahami, dan menciptakan nilai yang lebih dalam dalam hidup kita. Dengan mengadopsi konsep ekonomi hati, kita dapat mulai membangun kekayaan sejati yang mencakup emosi, hubungan, dan kepuasan hidup.