Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan Mental di Era Digital: Apakah Kita Benar-Benar Lebih Kuat atau Hanya Pandai Berpura-pura?

9 November 2024   08:00 Diperbarui: 9 November 2024   08:08 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi, bekerja, dan menjalani hidup. Dengan segala kemudahannya, teknologi juga membawa tantangan serius terhadap kesehatan mental. Di tengah serbuan informasi dan ekspektasi sosial yang tinggi, muncul pertanyaan: Apakah kita benar-benar lebih kuat secara mental, atau hanya pandai menyembunyikan rapuhnya kondisi mental kita di balik layar?

Gambaran Umum Kesehatan Mental di Era Digital

Studi menunjukkan bahwa penggunaan teknologi dan media sosial secara berlebihan berhubungan dengan peningkatan stres, kecemasan, dan depresi. Menurut laporan yang dipublikasikan di Journal of Affective Disorders, penggunaan media sosial yang intens bisa meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental hingga 70% di kalangan remaja dan dewasa muda. Penelitian lain oleh American Journal of Psychiatry menegaskan bahwa paparan konten negatif di internet dapat memicu gangguan mood dan meningkatkan rasa cemas.

Namun, media sosial bukan satu-satunya aspek teknologi yang berdampak pada kesehatan mental. Kehidupan yang dipenuhi notifikasi dan ekspektasi untuk selalu terhubung membuat batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin kabur. Akibatnya, stres kronis pun meningkat.

Mengapa Kita Terlihat Kuat?

Ada alasan mengapa banyak orang terlihat kuat di dunia digital. Budaya hustle, yang mengagungkan produktivitas tanpa henti, mendorong individu untuk menunjukkan keberhasilan dan kebahagiaan secara konsisten. Selain itu, fenomena toxic positivity, di mana seseorang merasa harus selalu menampilkan sisi positif hidup mereka, menambah tekanan bagi banyak orang untuk tampil 'sempurna'.

Studi oleh Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking mengungkapkan bahwa individu yang aktif di media sosial sering merasa tertekan untuk menunjukkan kehidupan ideal, meskipun kenyataannya berbeda. Fakta ini menunjukkan bahwa kekuatan mental yang kita tampilkan di media sosial mungkin hanyalah topeng, bukan cerminan sejati dari kesehatan mental kita.

Sisi Gelap: Berpura-pura Kuat

Berpura-pura kuat bukan hanya kebiasaan yang tidak berbahaya; dampaknya bisa jauh lebih dalam. Fenomena ini dikenal sebagai "masking," di mana seseorang menutupi emosi dan rasa sakitnya demi menjaga citra di mata publik. Menurut penelitian di Frontiers in Psychology, individu yang terlalu sering menyembunyikan emosi mereka memiliki risiko lebih tinggi terhadap burnout dan depresi.

Salah satu contoh nyata datang dari studi kasus di The Journal of Clinical Psychiatry, di mana individu yang menekan perasaan stres dan cemas karena tuntutan digital akhirnya mengalami gangguan tidur kronis dan perasaan terisolasi. Mereka merasa bahwa membuka diri akan dianggap sebagai kelemahan, sehingga memilih untuk berpura-pura kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun