Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Seseorang Bisa Tega Melakukan Kekerasan Ekstrem di Media Sosial? Menyingkap Latar Belakang Kasus Kekerasan Live di Facebook

4 November 2024   20:20 Diperbarui: 4 November 2024   22:00 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian dalam Journal of Family Violence menyebutkan bahwa individu yang tidak terlatih untuk menyelesaikan konflik secara sehat cenderung menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan kontrol (Holtzworth-Munroe & Stuart, 2018). Pelaku mungkin kurang memiliki keterampilan komunikasi yang baik, sehingga kekerasan tampak sebagai satu-satunya jalan keluar.

Pengaruh Lingkungan dan Kurangnya Dukungan Sosial

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

1. Paparan Kekerasan dalam Media dan Lingkungan Sosial

Paparan terhadap kekerasan di media maupun di lingkungan sekitar terbukti mengurangi sensitivitas terhadap tindakan kekerasan. Dalam Aggressive Behavior, dijelaskan bahwa paparan kekerasan dapat mengubah pandangan seseorang tentang norma kekerasan, sehingga kekerasan dianggap sebagai bagian yang "normal" dari kehidupan sehari-hari (Bushman & Anderson, 2019).

2. Isolasi Sosial dan Kurangnya Dukungan Emosional

Studi dalam Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology menyebutkan bahwa individu yang merasa terisolasi cenderung lebih rentan melakukan tindakan impulsif karena tidak memiliki jaringan dukungan emosional yang memadai (Holt-Lunstad et al., 2015). Ketika seseorang merasa sendirian dalam mengatasi masalah, dorongan untuk bertindak ekstrem bisa meningkat.

Belajar dari Kasus Kekerasan Ekstrem: Mengapa Dukungan Emosional dan Kontrol Diri Itu Penting

Kasus kekerasan ekstrem ini menunjukkan bagaimana kombinasi faktor psikologis, sosial, dan teknologi dapat mendorong seseorang untuk bertindak nekat. Perpaduan antara gangguan mental, pengaruh media sosial, dinamika rumah tangga yang rumit, dan isolasi sosial bisa menjadi pemicu tindakan yang berujung tragis. Masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya kontrol emosi dan kesehatan mental, serta mengenali tanda-tanda kekerasan domestik. Dengan lebih banyak dukungan, diharapkan kasus-kasus serupa dapat dicegah. Pemerintah dan organisasi sosial diharapkan memperkuat layanan konseling dan dukungan bagi individu yang membutuhkan bantuan emosional, sehingga mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi tekanan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun