3. Kepribadian Antisosial dan Dominasi Ekstrem
Berdasarkan studi dalam Personality Disorders: Theory, Research, and Treatment, kepribadian antisosial dan narsistik cenderung merasa berhak mengontrol orang lain. Individu dengan kepribadian semacam ini sering kali menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan kontrol dan dominasi, terutama dalam hubungan yang bersifat intim (Johnson & Levitt, 2020).
Dalam situasi ekstrem, seperti yang terlihat dalam kasus ini, pelaku mungkin merasa berhak mengambil tindakan tersebut, bahkan di hadapan publik, sebagai bentuk "pengendalian" terhadap pasangan mereka.
Media Sosial sebagai Pemicu dan Platform Kekerasan
1. Dorongan Sensasi dan Eksposur di Media Sosial
Media sosial, seperti Facebook, sering kali digunakan sebagai platform untuk menunjukkan eksistensi diri. Sebuah studi dalam Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking menjelaskan bahwa dorongan untuk "dilihat" dan mendapat perhatian publik dapat memicu seseorang untuk mengambil tindakan ekstrem demi menciptakan kesan tertentu (Kross et al., 2021).
Dalam kasus ini, pelaku mungkin terdorong oleh sensasi mendapatkan perhatian di depan audiens, sebuah dorongan yang sering kali melibatkan emosi dan adrenalin, sehingga tindakan kekerasan terasa "dibenarkan" demi mempertahankan citra atau statusnya.
2. Peran Adrenalin dan Perasaan Mendapat Perhatian Publik
Secara psikologis, ketika seseorang merasa menjadi pusat perhatian, tubuh melepaskan hormon adrenalin yang dapat memperkuat dorongan untuk bertindak. Sebuah studi dalam Journal of Social Psychology menemukan bahwa adrenalin dapat mengurangi ketakutan dan memperkuat dorongan impulsif, terutama ketika seseorang merasa memiliki "penonton" yang mengamati mereka (Berman & Marcus, 2022).
Ini bisa menjelaskan mengapa pelaku berani melakukan tindakan brutal saat live di media sosial---adrenalin membuatnya kehilangan empati sejenak dan memicu tindakan yang tidak terkendali.