Banyak pedagang yang terjebak dengan stok barang yang menumpuk karena rendahnya permintaan. Margin keuntungan semakin tipis, sementara biaya tetap seperti sewa dan operasional tetap harus dibayar. Jika ini terus berlangsung, banyak UMKM yang terpaksa gulung tikar. Situasi ini semakin menekan ekonomi lokal, yang bergantung pada UMKM sebagai penggerak utama perekonomian.
Pembeli Terjebak dalam Dilema Deflasi
Banyak Pilihan, Tetapi Ragu untuk Berbelanja
Di sisi lain, dari sudut pandang konsumen, meskipun harga barang semakin rendah, banyak yang memilih untuk menunda konsumsi. Hal ini terjadi karena persepsi bahwa harga akan terus menurun, dan mereka dapat membeli barang dengan harga yang lebih rendah di masa depan. Namun, menunda konsumsi secara masif berkontribusi pada penurunan aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Dalam bukunya, Mishkin (2019) menjelaskan bahwa fenomena ini dikenal sebagai "perangkap deflasi", di mana masyarakat cenderung menunda konsumsi karena keyakinan bahwa harga akan turun lebih lanjut.
Ketidakpastian Ekonomi Membayangi
Pembeli juga dihantui ketidakpastian ekonomi. Banyak yang khawatir bahwa penurunan harga hanyalah permulaan dari resesi ekonomi yang lebih besar, yang dapat mengakibatkan penurunan pendapatan atau bahkan PHK. Dalam situasi seperti ini, wajar jika konsumen lebih memilih menabung atau menunda pembelian besar seperti barang elektronik atau properti.
Konsumen Menunggu "Harga Terendah"
Konsumen berada dalam posisi menunggu "harga terendah", berharap bahwa dengan menunda konsumsi, mereka bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih rendah. Namun, perilaku menunda konsumsi secara luas ini justru memperburuk kondisi deflasi. Feldstein (2017) menegaskan bahwa siklus ini menjadi lingkaran setan di mana penurunan harga barang semakin menekan permintaan, sehingga produsen terpaksa terus menurunkan harga.
Mengapa Deflasi Menjadi Masalah Ganda?