Saat ini, Indonesia menghadapi fenomena yang jarang terjadi: deflasi, atau penurunan harga barang dan jasa yang berlangsung secara terus-menerus. Bagi sebagian orang, penurunan harga mungkin terdengar menguntungkan, tetapi bagi pedagang, terutama pelaku usaha kecil menengah (UMKM), ini adalah mimpi buruk. Mereka menghadapi penurunan penjualan yang drastis, meskipun harga barang mereka sudah dipangkas. Di sisi lain, konsumen pun tidak berbelanja meski harga turun, justru memilih menunda konsumsi karena ketidakpastian ekonomi yang semakin terasa.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa deflasi yang seharusnya menguntungkan konsumen justru merugikan semua pihak? Artikel ini akan mengupas bagaimana deflasi memengaruhi dua sisi, yakni pedagang UMKM dan pembeli, serta solusi yang mungkin dilakukan untuk menghadapi tantangan ekonomi ini.
Pedagang UMKM Terjepit di Tengah Deflasi
Sepinya Pembeli, Padahal Harga Sudah Dipangkas
Bagi banyak pedagang UMKM, situasi saat ini sangat tidak menguntungkan. Meskipun harga barang sudah dipangkas, pembeli tetap tidak datang. Penurunan harga tidak serta merta meningkatkan penjualan, malah membuat pedagang terjebak dalam tekanan ekonomi yang berat. Banyak pedagang terpaksa memangkas margin keuntungan mereka hingga batas minimum, hanya untuk menjaga arus kas tetap bergerak.
Overproduksi dan Persaingan yang Kian Ketat
Di tengah deflasi, banyak pedagang baru yang bermunculan sebagai akibat dari pengangguran dan PHK di berbagai sektor. Hal ini menciptakan overproduksi barang di pasar, yang semakin menekan harga jual produk. Sayangnya, dengan daya beli konsumen yang lemah, persaingan yang semakin ketat justru memperparah situasi pedagang UMKM. Sebuah studi oleh Schularick & Taylor (2012) menunjukkan bahwa dalam kondisi ekonomi deflasi, banyak sektor ekonomi justru mengalami keruntuhan karena penurunan harga tidak diimbangi oleh peningkatan konsumsi.
Stok Menumpuk dan Kerugian di Depan Mata