Di Indonesia, budaya senioritas dalam banyak hal dianggap sebagai norma sosial. Dalam jurnal Cultural Psychology (2021), budaya ini sering kali memperkuat kekuasaan yang tidak seimbang antara mahasiswa senior dan junior, yang dapat membuka peluang untuk terjadinya bullying.
Senioritas yang tidak terkendali ini dapat menciptakan lingkungan yang menekan, di mana mahasiswa baru merasa dipaksa untuk tunduk pada aturan tidak tertulis yang sering kali tidak adil dan merugikan.
Bullying di lingkungan kampus, seperti yang terjadi di Undip, tidak hanya merusak mental dan emosional korban, tetapi juga mencederai prinsip keadilan sosial dan merusak citra institusi pendidikan sebagai tempat yang aman dan inklusif.
Bagaimana Kita Bisa Berubah?
Menyelesaikan masalah bullying membutuhkan perubahan besar dalam budaya dan struktur sosial di lingkungan akademik.
Dalam studi oleh International Journal of Bullying Prevention (2023), penulis menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, mulai dari mahasiswa hingga staf pengajar, dalam menciptakan budaya kampus yang lebih mendukung dan inklusif. Universitas perlu menerapkan kebijakan yang lebih tegas dan menyediakan dukungan mental yang lebih baik untuk mencegah insiden bullying di masa depan.
Kasus ini memberikan kita semua pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga integritas dan moralitas dalam pendidikan. Kita harus mulai mempertanyakan, apakah kita sudah cukup mendukung satu sama lain di lingkungan akademik kita? Atau justru kita menjadi bagian dari masalah ini?
Apa pendapat Anda tentang budaya di lingkungan akademik kita? Apakah Anda pernah mengalami atau menyaksikan kasus bullying?
Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman bagi generasi mendatang.