MANYAIFUN" Kampung Eksotik di Hamparan Ribuan Pulau Kecil Raja Ampat
"(By: Ilham Marasabessy/Dosen MSDP Perikanan UM Sorong)
Â
Bukan rahasia umum lagi bahwa wilayah Timur Indonesia adalah kawasan potensial yang menyimpan sumberdaya alam melimpah di permukaan daratan, perairan, perut bumi hingga dasar lautan, juga potensi budaya dan kearifan lokal masyarakat yang endemic mampu memikat simpati dan rasa penasaran bagi siapa saja yang mempelajarinya, atau bahkan sekedar mendengarkan cerita berangkai dalam komunitas gaulnya saat duduk di kantin, caf, resto, rumah, sekolah, kampus, kantor atau bahkan saat santai berjalan kaki bersama.Â
Tidak mengherankan, hal ini berpeluang terjadi selain karena letak geografis wilayah yang eksotik juga melekatnya budaya masyarakat timur yang masih peka terhadap hal yang tabu, menyebabkan mereka lebih cenderung diam dan tertutup dari berbagai bentuk exploitasi oleh masyarakat luar.Â
Salah satu wilayah dengan potensi exoticness endemic itu ialah Raja Ampat. Sebagai Kabupaten dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia sebanyak 2.881 pulau (lintasbumi.com), dan jika merujuk pada data publikasi BPS Raja Ampat 2022, yang mengklaim ada sebanyak 1.323 pulau.Â
Namun apapun sumber rujukan terkait jumlah pulau di Raja Ampat dapatlah dipastikan bahwa wilayah ini tetap merupakan Kabupaten dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia.Â
Umumnya masyarakat/penduduk yang mendiami wilayah di Raja Ampat memiliki pertalian darah yang kuat, sebagian terukir dalam sejarah cerita leluhur secara turun temurun yang ditandai dengan berkembangnya cerita rakyat (mitos dan sejenisnya) dalam masyarakat lokal dan sebagian lagi mengalami metamorphosis akibat distorsi cerita yang hilang dari masa ke masa.Â
Namun yang pasti bahwa kekerabatan masyarakat Raja Ampat menjadi kohesi positif untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan persaudaraan yang tinggi antar sesama suku, ras dan agama, kemudian menyatu dalam kelembagaan masyarakat lokal Papua Barat Daya.
Harus diakui bahwa Raja Ampat mendunia dan sangat dikenal melalui pariwisata bahari, menurut data jumlah kunjungan wisatawan ke Raja Ampat selama tahun 2022, menembus angka 5.725 jiwa dan 86,86% didominasi oleh wisatawan mancanegara (Dinas Pariwisata Raja Ampat, 2022) dan diprediksi mengalami lonjakan kunjungan wisatawan pada tahun 2023.Â
Pariwisata bahari  dan perairan di Raja Ampat dalam 1 dekade terakhir pasca Covid-19 mengalami metamorfosis, beberapa spot wisata muncul dan viral seperti; kali biru teluk mayalibit, desa wisata Sepele, Sauwandarek, Yenbuba juga Sawinggrai, dan uniknya semua kawasan ini merupakan gugusan pulau kecil. Namun jika kita amati secara detail maka sejatinya potensi destinasi wisata Raja Ampat menyebar hampir diseluruh gugus kepulauannya. Hal ini wajar terjadi kerena secara umum wilayah Raja Ampat memiliki Daya Tarik Wisata yang membedakan setiap wilayahnya bahkan dalam satu kawasan.Â
Merujuk pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan bahwa; Daya Tarik Wisata dimaknai sebagai segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam (fauna and flora), wisata yang bersumber dari hasil buatan manusia (museum, peninggalan sejarah, seni, budaya dan kearifan lokal) dan wisata minat khusus seperti; berpetualang di pesisir dan lautan, mendaki gunung, menyelusuri goa, air terjun, kerajinan tangan masyarakat lokal dll), yang berpotensi menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan.
Selain beberapa lokasi/spot/destinasi wisata yang telah mendunia, dikenal lama dan belakangan mulai viral di Raja Ampat, nyatanya ada satu wilayah lain, berada di barrier gugusan kepulauan ini yang memiliki panorama laut eksotik, Destinasi itu ialah PULAU MANYAIFUN. Merupakan pulau kecil dengan geografis pulau yang menarik, hamparan tumbuhan mangrove di pesisir sepanjang pantai berasosiasi dengan tumbuhan teresterial sejati yang berkontribusi sebagai pangan alternatif bagi masyarakat lokal (seperti; pisang, singkong dan sagu).Â
Selain itu terdapat berbagai potensi hasil laut yang bernilai ekonomis tinggi; seperti; ikan kerapu, udang, lobster, teripang, kepiting bakau (Scylla) juga ketam kelapa/ketam kenari (Birgus latro) dan yang sangat mengaggumkan ialah memiliki sumberdaya laut endemic yaitu Kima Raksasa/Giant Clam (Tridacna sp).Â
Kima raksasa merupakan hewan mollusca bertubuh lunak dan bercangkang yang masuk dalam kelas Bivalvia yang artinya biota ini dilindungi sepasang cangkang bertangkup masuk dalam kategori hewan kerang-kerangan. Kima bernafas dengan menggunakan insang, alat gerak berupa kaki perut (pleopod) yang dimodifikasi untuk menggali pasir atau dasar perairan. Kerang ini umumnya hidup di habitat berpasir dekat terumbu karang dan berukuran besar serta berumur panjang.Â
Kima yang ada di Kampung Manyaifun menyebar pada perairan pesisir di sepanjang pulau, cenderung hidup menetap (tidak berpindah tempat) pada substrat dan ditemukan pada perairan dangkal sampai pada kedalaman 20 meter, terutama pada ekosistem terumbu karang dengan kondisi air yang jernih, serta perairan yang cerah.Â
Potensi sumberdaya Kima Raksasa di Indonesia bahkan di Raja Ampat tidak banyak ditemukan, jenis biota ini memiliki sebaran yang terbatas dan hanya menempati beberapa kawasan perairan terumbu karang di Raja Ampat. Kampung Manyaifun merupakan salah satu pusat distribusi Kima Raksasa yang banyak ditemukan di habitat alamimya.
Kima masuk dalam kategori biota laut yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENKLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.Â
Pemanfaatan kima untuk tujuan perdagangan diperbolehkan dari hasil pengembangbiakan turunan ke-2 (F2), atau turunan ke-1 (F1) dengan ijin Menteri. Statusnya sebagai biota laut yang dilindungi dapat membuka peluang untuk pemanfaatan biota ini sebagai destinsi wisata bahari yang potensial melalui pengembangan ekowisata bahari (marine ecotourism).Â
Wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat selain melakukan perjalanan ke destinasi yang sudah terkenal sebaiknya dapat diarahkan untuk melakukan kunjungan ke Kampung Manyaifun untuk melakukan wisata edukatif melalui perkenalan aspek ecobiology Kima Raksasa/Giant Clam (Tridacna sp) di habitat alaminya.
Dukungan pariwisata di Kampung Manyaifun juga telah banyak dilakukan pembenahan melalui dana desa dengan pembuatan saran dan prasarana air bersih, perbaikan pelabuhan (jetty) kapal/spead boat/perahu, pengadaan solar cell dan listrik lokal menggunakan mesin genset hingga saat ini, namun masyarakat berharap ada peningkatan dimasa mendatang untuk pembangunan gardu listrik Kampung melalui Perusahan Listrik Negara (PLN). Untuk mendukung aktivitas wisata secara swadaya masyarakat lokal telah menyediakan home stay dengan desain yang ramah lingkungan dan hommy berasa menyatu dengan alam dan sarana dan prasarana penunjang lainnya.
Selain potensi sumberdaya Kima Raksasa, kelembagaan masyarakat Kampung Manyaifun juga menjadi salah satu aspek yang menarik untuk ditelusuri, kekerabatan yang unik telah terjalin lama dan membudaya dalam akar kehidupan masyarakat Kampung Manyaifun menjadi kohesi positif untuk menjalin rasa kebersamaan dan mengikat tali toleransi yang kuat.Â
Terdapat keunikan tradisi, budaya dan adat yang berkembang di masyarakat Kampung Manyaifun. Hal ini tentu dapat menjadi salah satu destinasi wisata menarik yang berpotensi dikembangkan oleh pemerintah Kampung Manyaifun dan jika ada dorongan (support system) dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, maka kawasan ini dapat menjadi destinasi unggulan dalam upaya pengembangan kawasan konservasi sumberdaya Kima Raksasa di Raja Ampat berdasarkan kearifan lokal. (imfb)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H