Jadi gini lo, saya cukup banyak mendengar bahwa cukup banyak di luar sana yang mengatakan bahwa Emak-Emak kalau udah naik kendaraan sudah kayak ratu jalanan. Plis, setop deh punya anggapan seperti itu!
Parahnya lagi nih, sampai ada yang membuat gambar meme mengenai Emak-Emak saat naik kendaraan roda dua. Lucu dan kreatif sih, namun bikin gemes, pengen tak hiiiiih!. Gimana enggak trending coba di jagat maya. Mungkin itu yang disebut dengan “The Power of Netizen Indonesia”. Netijen mah, kalau udah Bersatu media bisa apa. Jyaaahh!
Jadi, dari sini sudah muncul kecurigaan saya, bahwa kemungkinan yang bikin meme tersebut jangan-jangan emang sudah punya dendam kesumat ke Emak-Emak.
Apalagi Emak-Emak yang naik kendaraan roda dua. Saya juga kok bingung, kenapa bukan Emak-Emak naik mobil coba yang diumpat sama warganet kita, lha malah yang naik motor. Kok, kayak ada strata sosial gitu, bahwa yang sembrono naik kendaraan selalu Emak-Emak dengan mengendarai motor bebek roda dua?
Kalau anda tidak percaya, coba sekarang buka di hape anda. Lalu, buka laman google dan ketik di kolom pencarian dengan kata awalan “emak-emak naik ..”, lalu munculah sebagai berikut di google.
Hal ini lalu menggelitik perasaan saya, apakah separah itukah kelakuan Emak-Emak? Jauh berbeda dengan film-film beken di Indonesia yang mengandung bawang, yang bertemakan mengenai Emak-Emak. Mari kita simak...
Emak-Emak kalau kata orang beloknya ke kanan lampu seinnya ke kiri
Eits, jangan salah. Jangan dilihat dari luarnya saja. Lihat hatinya, betapa disiplin dan mulianya para Emak-Emak yang selama ini di jalan dalam melakukan perilaku hal tersebut. Beliau berusaha untuk taat pada aturan, dengan menyalakan lampu sein, meskipun salah yang digeser atau ditekan. “Sing penting udah pake sein,” konon mungkin seperti itu ujarnya sambil teriak di jalan.
Lantas, coba kita evaluasi diri kita sendiri, apakah sudah sedisiplin itu dalam berkendara? Mungkin saja kita kalau mau belok juga enggak pake lampu sein, langsung nyerocos aja mumpung masih muda kata anak muda dengan penuh bangga. Paling-paling kalau udah jatuh, ya cinta tanah air alias jatuh ke aspal ya, anak muda.
Selama ini toh saya melihat, meskipun emak-emak salah kasih lampu sein, minimal beliau-beliau masih panjang umur di jalan, karena biasanya sih berakhir ribut dan orang lain yang disalahin. Parah-parah nih paling ada yang luka dan berakhir terjadi kemacetan. Bukankah semestinya kita menghormati orang tua, meskipun mereka salah (eh..).
Ambil contoh deh, kayak di tempat saya di Kalimantan Tengah. Kecelakaan yang terjadi justru lebih banyak karena ngebut-ngebut di jalan, melanggar lampu merah, atraksi di jalan dengan kecepatan tinggi. Jarang sekali kejadian yang melibatkan emak-emak sebagai pelaku di jalan, justru biasanya jadi korban. Kasian Emak-Emak ya, ges..
Emak-Emak kalau naik motor mah barbar!
Ini saya rasa juga cukup ngaco, darimana coba para beliau-beliau yang berkendara barbar? Justru yang sering kita lihat adalah para anak muda yang baru berkendara satu atau dua tahun yang langsung beratraksi kebut-kebutan di jalan bareng teman-teman ganknya.
Padahal, kata barbar sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya memiliki perilaku tidak beradab. Nah, sekarang saya bertanya, barbar seperti apa yang dianggap oleh para kaum netijen Indonesia dalam menilai cara berkendara para Emak-Emak tersebut.
Justru yang barbar adalah perilaku para kita mungkin, yang masih muda, yang bisa saja membuat orang lain celaka. Atau bahkan, perilaku para jambret di jalan yang mestinya dihukum seadil-adilnya karena merampas harta dan bisa saja nyawa korbannya di jalan. See?
Emak-Emak suka melanggar lampu lalu lintas
Wes, jangan salah bro-sis! emak-emak melanggar lampu lalu lintas itu ada maksudnya. Beliau menghargai waktu, meskipun melanggar hukum dan aturan. Orang-orang melanggar lampu merah itu ada alasannya. Itu mah urusan dia sama pihak yang berwenang. Syukurnya sekarang ada e-tilang yang membantu pak pol dalam bertugas.
Soalnya begini, suatu pagi saat mau ke kantor, saya pernah pernah lihat Emak-Emak bawa anak dua orang dalam satu kendaraan dan anaknya enggak pake helm, rupanya si emak buru-buru mengantar anaknya ke sekolah, supaya engga terlambat mau ikut upacara. Paham kan? Betapa tulus pengorbanan ibunya supaya anaknya tidak terlambat ke sekolah, minimal on time saat gerbang sekolah mau ditutup oleh Satpam sekolah.
Pembaca yang budiman, banyak sekali sebenarnya kritik saya pada stigma yang melekat pada Emak-Emak saat berkendara. Sebenarnya tidak sepenuhnya menyalahkan mereka. Alangkah baiknya juga kita evaluasi diri kita, apakah kita pun sudah taat aturan dalam berkendara?
Lalu, harapannya juga pihak kepolisian lalu lintas turut mendukung perilaku taat berkendara, misalnya dengan cara diberikan sosialisasi dan pemahaman mengenai kehati-hatian dalam berkendara. Sehingga, harapannya nanti di google ada juga berita Emak-Emak of the year atau Duta Emak-Emak dalam berlalu lintas. Engga melulu yang gak baik aja tentang Emak-Emak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H