"Yang drill itu, yang biasa aku pakai." jelas M.H. Lukman.
"Oh, yang itu? lah, beberapa hari yang lalu, ingat kita lagi makan apa?" sahut istrinya.
"Kita makan apa ya... oh, iya, kalau tak salah kita makan ayam. Tetapi apa hubungannya dengan celana panjangku?" jawab M.H. Lukman sambil tanyanya keheranan.
"Lah itu celanamu." jawab sang istri.
"Tapi itu kan celana masih baik sekali." sahut M.H. Lukman dengan nada protes. Â
"Lah, kalau sudah jelek, ya gak bisa ditukar dengan ayam dong! kau kok aneh!" jawab istrinya dengan tegas.
M.H. Lukman mengakhri obrolan itu dengan mengehela napas dan mencari celananya yang lain.
3. Hingga pada suatu masa dimana rumah kontrakan M.H. Lukman disidak bagian rumah tangga DPR, yang dimana kala itu M.H. Lukman termasuk jajaran pejabat-pejabat negara sebagai menteri, rumah yang disidak terhadap M.H. Lukman jauh dari kata layak sebagai rumah sekelas menteri negara. Sang istri M.H. Lukman menjawab dari tim inspeksi bahwa mereka sangat sudah terbiasa dengan kehidupan tanpa perabotan, karena M.H. Lukman sendiri menolak masuknya barang-barang inventaris ke rumahnya. Tetapi pada akhirnya M.H. Lukman menyerah lantaran rumahnya kebanyakan kedatangan tamu negara. Hingga pada akhirnya M.H. Lukman mengizinkan negara memasukkan lemari es, televisi, telepon, satu stel cangkir dan piring porselen, hingga satu set meja makan dan meja kaca untuk rias ke rumah kontrakannya itu.
Namun dengan masuknya barang-barang dari negara, membuat M.H. Lukman memberi garis api terhadap keluarganya "Tidak ada satu pun dari barang-barang ini milik kita. Semua ini milik rakyat! kita hanya boleh dipinjami dan boleh memakainya, kalau suatu hari harus pergi dari rumah ini, semua harus kita tinggalkan. Kita pergi dengan baju yang melekat di badan kita."
4. kala itu anak M.H. Lukman sangat merengek dan meminta kepada M.H. Lukman untuk makan di restoran. Dimana anak M.H. Lukman melihat teman sebayanya yang memakan di restoran. Ketika rengekan itu terdengar ditelinga M.H. Lukman, ia menanggapi "Oh kalian mau makan di restoran? yah boleh saja. Minta sama ibu, biar ibu bikinkan makanan dan nanti kalian bawa ke restoran, kemudian kalian makan disitu."
Karena rengekan itu semakin nyaring, akhirnya mau tidak mau M.H. Lukman luluh juga dan memberinya uang untuk membeli 3 mangkok bakso lalu M.H. Lukman juga meminta 2 mangkok kosong untuk membagi jata supaya rata 5 orang anaknya. Disela-sela anaknya makan, tukang bakso itu melihat salah satu anak M.H. Lukman kepedasan, lalu ia mencoba menawarkan berupa minuman es teh. Anak tertua melihat dan lupa jika ayahnya hanya memberi uang makan saja bukan minum juga. Tatiana kala itu langsung menyuruh adik-adiknya untuk segera menghabisi makanan bakso tersebut. Lalu ketika sudah selesai makan, mereka segera berlarian untuk pulang kerumah dengan mulutnya yang masih kepedasan. Setelah kejadian itu, Tatiana enggan untuk kembali memakan di restoran atas kejadian itu.