Mohon tunggu...
Ilham Fadillah
Ilham Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Publisitas Politisi sebagai Bentuk dari Komunikasi Politik pada Masa Pandemi

14 Januari 2022   20:51 Diperbarui: 14 Januari 2022   20:53 2463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai strategi publisitas politisi sebagai bentuk dari komunikasi politik pada masa pandemi. Tujuan dari artikel ini dibuat adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan bagaimana dan apa saja pilihan dari aktor politik, perihal publisitas diri mereka. Adapun metode yang dilakukan untuk menulis artikel ini adalah dengan metode kepustakaan, dan sumber data yang digunakan adalah jurnal, buku dan berbagai sumber data lainnya. Tolak ukur penulisan menggunakan konsep publisitas politik, yang didalamnya terdapat empat poin yakni pure publicity, free ride publicity, tie-in publicity dan paid publicity. Hasil yang ditemukan dari penelusuran melalu jejak digital dan berbagai berita politik, ditemukan beberapa kesimpulan terkait dengan strategi publisitas mana saja yang menjadi pilihan aktor politik. Terlebih pada masa pandemi, tentunya akan ada poin publisitas yang menjadi pilihan, yakni tie-in publicity. Karena memang tie-in publicity sangat cocok untuk diterapkan pada masa pandemi seperti sekarang.

Latar Belakang

Dewasa ini politik menjadi bagian yang cukup penting dan mendapatkan spotlight yang bisa dibilang cukup banyak dari masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis, dilansir Kompas.com beliau menyampaikan bahwa terdapat peningkatan yang cukup signifikan terkait dengan partisipasi masyarakat didalam pemilu, yakni ditemukan bahwa partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 mencapai 70 persen, sementara pada tahun 2019 meningkat diangka 81 persen. Hal ini bisa menjadi bukti yang cukup konkret, bahwa memang dengan berjalannya waktu, masyarakat terutama di Indonesia sudah mulai jauh lebih peka terhadap isu-isu politik bangsa ini. Tidak hanya sampai disitu, penulis menilai peran media yang sekarang ini sudah jauh lebih mudah untuk diakses, juga merupakan hal yang berperan penting dalam perkembangan politik di Indonesia, orang-orang dapat dengan mudah mengakses berita-berita terkait hal-hal politik yang nantinya akan berdampak kepada awareness mereka terhadap hal-hal yang berbau politik.

Lebih jauh lagi, perkembangan dunia politik pada masa sekarang tidak hanya berada pada ranah media mainstream seperti televisi dan surat kabar, namun sudah berkembang beriringan dengan perkembangan teknologi. Media massa sudah bukan lagi menjadi sebuah kekuatan besar bagi para politikus dan aktor-aktor politik, kedigdayaan media massa seakan tersaingin sekarang ini, terutama dengan lahirnya berbagai platform-platform sosial media. Sosial media menjadi pilihan baru bagi para aktor-aktor politik, karena memang melakukan pendekatan terhadap masyarakat menggunakan sosial media sangat menguntungkan dan bahkan bisa dikatakan yang paling menguntungkan sekarang ini, terutama dalam hal biaya yang mana memasang iklan di media massa akan memakan biaya yang lebih banyak dibanding menggunakan sosial media.

Sosial media atau sosmed memberikan sebuah penawaran pendekatan baru dari aktor-aktor politik terhadap penggagum dan pemilih mereka, sosial media membuka gaya baru dalam berkomunikasi antara aktor politik dan masyarakat, hal ini bukan tanpa bukti, kita dapat sama-sama melihat beberapa pemangku kepentingan republik ini seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kedua figur besar ini mengelola akun sosial media mereka sendiri tanpa melibatkan orang ketiga atau biasa disebut admin, penulis melihat bahwa ini merupakan sebuah ruang baru yang menarik untuk dilihat dan dibahas, bahkan para Gubenur ini menyentuh masyarakat secara langsung walaupun memang tidak terjadi kontak fisik namun setidaknya mereka cukup rajin membalas komentar-komentar pengguna sosial media lain yang mampir di sosial media milik mereka. Dari sinilah penulis melihat bahwa memang, sosial media dalam politik memegang peranan yang cukup penting masa kini maupun masa yang akan datang.

Pada kondisi sekarang, yang mana bukan hanya Indonesia namun dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 ini sudah berjalan kurang lebih 2 tahun, yang tentunya sudah menyerang berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi bangsa, kesehatan dan bahkan sampai gaya hidup yang harus berubah karena Covid-19. Dari sekian banyak aspek yang menyerang, tentu saja aspek politik menjadi bagian yang juga harus berubah mengikut keadaan sekarang. Seperti halnya perubahan yang dilakukan oleh masyarakat, dengan bekerja dari rumah atau yang dikenal dengan work from home dan juga pembelajaran daring, yang harus dilakukan oleh pelajar dari level dasar sampai level mahasiswa. Politik juga melakukan perubahan demikian, penulis melihat cukup banyak perubahan yang ada mulai dari aktor-aktor politik sampai dengan partai-partai politik dalam menyikapi pandemi Covid-19 yang sedang melanda Indonesia.

Bahkan penulis melihat terdapat pula, perubahan-perubahan strategi dalam melakukan publisitas yang dilakukan oleh aktor-aktor politik. Hal ini bukan tanpa sebab, karena berbagai fenomena yang terjadi khususnya dalam perkembangan teknologi yang semakin maju dan juga bersamaan dengan pandemi Covid-19, yang membuat penulis menilai bahwa strategi komunikasi politik yang dilakukan aktor-aktor politik patut disorot. Pada artikel kali ini, penulis ingin menjabarkan bagaimana strategi publisitas dan apa saja strategi publisitas sebagai bentuk dari komunikasi politik dari para elite politik terhadap masyarakat dimasa pandemi Covid-19.

Tinjauan Pustaka

Politik memang sejatinya sejak dulu, sudah menjadi sebuah hal yang biasa dimainkan oleh kebanyakan orang dan juga menjadi sebab dari peristiwa-peristiwa besar dunia. Seperti contohnya lahirnya Nazi dan juga Fasisme, mungkin bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk dari permainan politik yang menginginkan kekuasaan. Namun pada masa kini, terlebih dinegara demokrasi rakyat memegang penuh kendali atas apa yang akan terjadi pada politik di negeri ini, utamanya soal siapa yang akan memenangkan kontestasi politik masih dapat dikatakan bahwa nasibnya ditangan rakyat. Oleh karena itu, terdapat banyak strategi yang dikeluarkan atau dikerahkan para aktor politik agar mendapat simpati dari masyarakat, alasan utamanya tentu agar mereka dipilih oleh rakyat dan memenangkan kursi-kursi penting tersebut. Strategi sendiri menurut Menurut Stephanie K. Marrus (dalam Budio, 2019) dijelaskan sebagai sebuah rencana yang diciptakan oleh para atasan dan berfokus pada tujuan, dan tentunya rencana tersebut diikuti dengan penyusunan cara agar tujuan tersebut dapat diperoleh.

  • Publisitas

Strategi yang dikerahkan oleh aktor-aktor politik berbagai macam rupanya, publisitas menjadi penting bagi para aktor politik. Utamanya untuk menunjang keterpilihan mereka pada kontestasi pemilu yang akan datang. Publisitas sendiri menurut (Basu Swastha, 2000:273) adalah sejumlah informasi mengenai seseorang, barang atau organisasi yang disebar luaskan ke masyarakat melalui media tanpa dipungut atau tanpa pengawasan dari sponsor. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, jika dalam dunia politik, publisitas merupakan bagian dari mengenalkan seseorang dengan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai orang tersebut, yang dalam hal ini aktor politik.

  • Politisi

Menurut KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari politis atau politikus adalah ahli politik. Dari pengertian politis menurut KBBI diatas, dapat disimpulkan bahwa, politisi merupakan orang yang ahli dalam bidang politik, dan atau orang yang berkecimpung didunia politik.

  • Komunikasi Politik

Publisitas sudah dibawah diatas, dalam politik dapat dikaitkan kepada komunikasi politik. Komunikasi politik sendiri menurut McNair (2003) bukan sekedar komunikasi yang disampaikan oleh aktor politik kepada masyarakat untuk tujuan tertentu. Namun lebih dari itu, untuk mengkomunikasikan tentang diri dan aktivitas mereka. Sedangkan menurut Cangara (2009:32) komunikasi politik menjadi salah satu bidang disiplin ilmu untuk menelaah kegiatan dan perilaku yang bersifat politik dalam ranah komunikasi, dan hal itu memberikan dampak politik. Dari penjelasan Cangara dan McNair, diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan komunikasi yang didalamnya terdapat unsur politik, dan berdampak atau berpengaruh kepada perilaku politik.

  • Covid-19

Namun pada pembahasan kali ini ada yang sedikit berbeda, karena dunia kali ini sedang berada dalam masa pandemi Covid-19. Menurut WHO (2020), Covid-19 atau coronavirus disease 2019 adalah sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS CoV-2. Dengan adanya pandemi ini, penulis menilai akan ada perubahan strategi yang dilakukan oleh para aktor politik ditambah dengan dukungan dari perkembangan teknologi seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang.

Konsep yang penulis ingin tuliskan pada bagian pembahasan selanjutnya diambil dari konsep publisitas politik, dimana hal tersebut terdapat empat poin yakni: Pure publicitiy, Free ride publicity, Tie-in publicity dan Paid Publicity. Dari poin konsep diatas, penulis ingin membahas apakah konsep-konsep diatas digunakan seluruhnya dalam publisitas pada masa pandemi Covid-19 atau hanya sebagian saja.

Metode (Kepustakaan)

Metode yang penulis gunakan pada artikel kali ini adalah metode kepustakaan, seperti yang dijelaskan oleh Mestika Zed (2004) bahwa metode ini dimaknai sebagai sebuah rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat. Dari kesimpulan Mestika Zed diatas, dapat disimpulkan bahwa metode yang penulis gunakan adalah pengumpulan data empirik primer atau sekunder yang berasal dari buku, dokumen-dokumen, jurnal atau literatur dan dalam tulisan kali ini salah satu sumbernya adalah menggunakan bahan ajar Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik.

Hasil dan Pembahasan

Pada hasil dan pembahasan kali ini, penulis akan membahas dari 4 poin yang terdapat dalam publisitas politik. Penulis menilai bahwa publisitas juga menjadi bagian dari strategi komunikasi politik para aktor-aktor politik atau politisi, terlebih lagi pada masa sekarang, yakni masa pandemi Covid-19. Pembahasan kali ini akan lebih mengarah kepada bentuk publisitas mana yang penulis rasa menjadi pilihan utama bagi para Politisi. Berikut adalah pembahasan berdasarkan poin-poin publisitas politik:

Pure Publicity

Dari 4 poin yang akan dibahas, hal pertama yang akan dibahas adalah pure publicity atau bisa dikatakan sebagai aktifitas yang dilakukan apa adanya dan natural. Penulis melihat, dalam urusan pure publicity masih menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh aktor-aktor politik di Indonesia. Contohnya adalah ketika ada event-event keagamaan atau hari raya agama di Indonesia, pasti para aktor politik memberikan sebuah ucapan selamat, dan ini merupakan sebuah bentuk dari pure publicity yang masih  banyak digunakan dalam dunia perpolitikan di Indonesia.

Terlebih lagi pada masa sekarang, para aktor politik yang menggunakan sosial media terlihat gencar dalam menarik simpati masyarakat dengan menggunakan cara-cara tersebut. Salah satu contoh yang penulis amati adalah akun instagram Ganjar Pranowo, yang mana beliau tepat pada perayaan Natal 25 Desember 2021 kemarin banyak sekali membuat postingan-postingan terkait perayaan Natal yang digelar secara khusu dan khidmat. Begitu juga dengan sosial media Puan Maharani dan masih banyak aktor politik lainnya yang juga ikut menjadikan Pure Publicity sebagai salah satu cara mereka menarik respon positif, yang dapat dilihat langsung pada kolom komentar sosial media masing-masing. Dengan begitu, penulis menilai bahwa walaupun banyak yang mungkin terpuruk diera pandemi dari sisi keuangan, aktor politik masih dengan mudah melakukan publisitas pure publicity untuk menarik perhatian masyarakat, utamanya penulis menilai hal ini didukung pula oleh kemajuan teknologi saat ini yang dapat menghadirkan sosial media.

Free Ride Publiticy

Untuk publisitas free ride publicity, penulis kembali melihat bahwa sosial media kembali menjadi andalan dari pada aktor-aktor politik yang aktif disosial media. Free ride publicity sendiri adalah sebuah cara untuk mempopulerkan diri sendiri dengan manfaatkan pihak lain, seperti contohnya aktor politik yang hadir dalam perlombaan atau acara HUT Kemerdekaan. Hal ini penulis lihat dari video yang sempat viral pada HUT kemerdekaan tahun 2021 silam, Ganjar Pranowo mengunggah video lomba makan krupuk yang memang sering diadakan oleh masyarakat pada HUT kemerdekaan. Namun kali ini, sedikit berbeda dan tentunya hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 yang melarang orang-orang berkerumun, tetapi seperti tidak kehilangan akal Ganjar bersama dengan Ridwan Kamil dan Anies Baswedan menggelar perlombaan yang sama namun dengan cara virtual. Penulis melihat para aktor politik tidak ingin kehilangan momentumnya untuk tetap mempublikasi diri mereka, dengan menggunakan ajang HUT RI.

Penulis menilai dengan adanya Covid-19 free Ride Publicity agaknya tidak terlalu populer dimata para aktor politik, karena konsekuensinya jika mereka tetap merayakan bersama masyarakat maka akan ada sanksi baik itu dari peraturan pemerintah maupun sanksi sosial berupa pengurangan simpati dari masyarakat, yang akan tentunya berdampak pada pemilihan yang akan mendatang. Bahkan malah, aktor-aktor politik ramai-ramai menyerukan agar perayaan kemerdekaan dilakukan dirumah dan tidak membuat kerumunan yang menyebabkan Covid-19 semakin meluas nantinya.

Tie-in Publicity

Berbeda dengan free ride publicity yang memanfaatkan sebuah pihak, tie-in publicity adalah sebuah publisitas yang memanfaatkan berita tidak biasa, dalam hal ini bisa saja berita tersebut adalah bencana alam. Kita sama-sama mengerti dan merasakan bahwa sejak tahun 2020 bahkan sampai sekarang, Indonesia masih dilanda dengan pandemi Covid-19 yang memakan banyak korban, dan memberikan dampak kesegala aspek kehidupan. Namun penulis melihat pada publisitas tie-in publicity, pandemi menjadi hal yang dimanfaatkan dengan baik bagi para politikus negeri ini.

Belum lama ini, berita yang cukup viral datang dari Puan Maharani. Puan sendiri sekarang tengah menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024, sekaligus menjadi salah satu politikus yang terus diisukan untuk maju mencalonkan diri pada kontestasi pilpres 2024 yang akan datang. Belum lama ini, terdapat kabar bahwa Puan Maharani menggunakan tie-in publicity untuk meningkatkan valuenya dimata masyarakat, yakni dengan berbagi sembako yang dibungkus dengan wajahnya didepan. Penulis melihat ini sebagai sebuah tie-in publicity, karena memang Puan memanfaatkan sebuah kejadian yang extra ordinary yakni pandemi untuk dijadikan ajang publisitas. Tidak sampai disitu Puan juga menggunakan tie-in publicity lainnya, dengan cara memasang baliho di lokasi Semeru. Dengan banyaknya turis yang berkunjung kelokasi Semeru, mungkin menjadi waktu yang tepat untuk Puan melakukan hal demikian untuk menaikan elektabilitasnya kedepan.

Tidak hanya puan, berbagai macam elemen politik juga ikut memanfaatkan pandemi sebagai ajang untuk menyuburkan tie-in publicity. Salah satunya adalah partai Demokrat yang membagikan 1.000 paket sembako, dan masih banyak lagi. Dari berbagai data dan fakta yang dikumpulkan, penulis melihat bahwa tie-in publicity dengan jenis berbagi sembako menjadi primadona dikala pandemi Covid-19, karena memang membantu secara materi dimasa pandemi yang mana orang-orang kesulitan mencari hal tersebut akan sangat efektif. Maka dari itu, berbagi sembako menjadi publisitas yang banyak dilakukan oleh para politikus dimasa pandemi.

Paid Publicity

Publisitas terakhir adalah paid publicity, yang mana salah satu contohnya adalah dengan membayar media untuk kebutuhan publisitasnya. Penulis merasa, strategi publisitas paid publicity juga masih menjadi sebuah pilihan utama bagi para politikus, contohnya masih dapat ditemukan baliho-baliho dipinggir jalan atau dijembatan penyebrangan orang. Namun bedanya dimasa pandemi ini, baliho tersebut ditambahkan embel-embel mengenai "jaga imun", atau hal-hal yang bersangkutan dengan pandemi seperti gerakan memakai masker dan lain sebagainya. Pada paid publicity, penulis menilai iklan-iklan menggunakan media seperti baliho masih menjadi pilihan dimasa pandemi ini.

Simpulan dan Saran

Kesimpulan dari pembahasan yang sudah dijabarkan oleh penulis diatas adalah bahwa, nyatanya semua jenis publisitas masih digunakan oleh para aktor politik meski dalam suasana pandemi. Namun memang kenyataannya ada yang menjadi primadona dan pilihan, bahkan menjamur dikalangan aktor politik dan ada juga yang kurang dilirik karena memang tidak cocok dengan suasana pandemi. Seperti contohnya adalah Free ride publicity, dimana pada masa pandemi seperti sekarang pemerintah melarang orang menciptakan kerumunan, padahal umumnya Free ride publicity menggunakan acara-acara yang dibentuk oleh masyarakat sebagai alat publisitas. Sebaliknya, pada masa pandemi penulis melihat bahwa tie-in publicity menjadi primadona dan pilihan bagi para aktor politik, karena memang bisa dikatakan tie-in publicity sangat cocok dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Terlebih lagi pandemi menjadi sebuah event yang memang bisa dibilang extra ordinary, sehingga para aktor politik banyak yang memilih tipe publisitas ini. Penulis juga menilai bahwa sebenarnya teknik publisitas tie-in publicity dengan membagi-bagikan sembako adalah teknik yang kuno namun berhasil pada masa sekarang.

Saran yang penulis akan jabarkan, akan hanya mengarah kepada masyarakat, yang penulis lihat sebagai bagian dari target publisitas yang dilakuan para aktor politik. Dari sekian banyak bentuk publisitas, yang sekarang menjadi primadona adalah bagi-bagi sembako. Penulis ingin, masyarakat tetap objektif dalam pemilihan nanti, dalam artian masyarakat harus tetap memilih pemimpin kedepannya tidak dengan cara pragmatis dan tetap memilih sesuai dengan visi-misi yang ditawarkan. Bantuan yang diberikan tetap diterima jika memang membutuhkan, namun hal tersebut tidak mengurangi keobjektifan dalam memilih dan hal tersebut bukan pula menjadi alasan terbaik memilih aktor politik kedepannya nanti. Karena jika berbicara pilihan politik, akan selalu bersangkutan dengan masa depan bangsa, dan masa depan bangsa harus dimulai dengan objektif memilih pemimpin sesuai dengan tawaran kinerja yang mereka buat.

Daftar Pustaka

Jurnal

Budio, S. B. S. (2019). Strategi Manajemen Sekolah. Jurnal Menata: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 56-72.

Buku

Basu Swastha, I. (2000). Manajemen Pemasaran Modern, Edisi 2. Yogyakarta: Liberty.

Hafied, Cangara. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. ke-1, 2004.

McNair, Brian. 2003. An Introduction to Political Communication, New YorkLondon: Routledge Taylor & Francis Group.

Website

https://nasional.kompas.com/read/2019/05/27/16415251/kpu-sebut-partisipasi-pemilih-pada-pemilu-2019-capai-81-persen Diakses pada 3 Januari 2022

https://kbbi.web.id Diakses pada 14 Januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun