Mohon tunggu...
Ilham DanuS
Ilham DanuS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Mencoba menjadi Mahasiswa yang dijalan yang benar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Di Balik Layar Sosial Media yang Tidak Banyak Orang Tahu

15 Juli 2021   20:47 Diperbarui: 15 Juli 2021   21:14 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo semuanya, selamat datang. Sebelumnya perkenalkan nama saya Ilham Danu, mahasiswa aktif di Universitas Ahmad Dahlan, program studi ilmu komunikasi. Kali ini saya akan memberikan sudut pandang pribadi mengenai kemajuan teknologi, dengan ide dan pengetahuan yang berkaitan dengan isi dari film "The Social Dilemma". Namun sebelum saya memberikan sudut pandang pengalaman pribadi, akan saya bahas lebih dulu mengenai apa film dokumenter tersebut.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat dan tanpa kita sadari mengubah banyak sekali aspek-aspek kehidupan sosial maupun ekonomi. Yang nampak nyata dengan pandangan kita dari kemajuan teknologi sangat lah banyak yang positif namun dibalik dari itu juga terdapat dampak yang berbeda dari sudut pandang sisi berbeda pula. 

Sekarang aktivitas apa yang kalian lakukan dikala sedang menunggu atau sedang diwaktu luang? Ya, jawaban kebanyakan dari kita akan membuka layar gawai kita, dan tidak dirasa kita mulai menyelami berbagai konten di media sosial. Sebab media sosial saat ini sudah sangat dekat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan hampir semua kalangan memakai dan mengoperasikan media sosial.

Film dokumenter yang disutradarai oleh Jeff Orlowski yang sudah dapat ditonton sejak  9 September 2020 di Netfilx, yang berjudul "The Social Dilemma". Topik ini sangat relevan dengan permasalahan nyata kita saat ini, yang tentunya ilmu yang terdapat pada dokumenter tersebut sangatlah bermanfaat khususnya pada genenerasi muda dan generasi penerusnya. Banyak dari konten kreator, penulis maupun pembicara yang menyadi betapa pentingnya kebijakan dalam menghadapi media sosial. The Social Dilemma merupakan film dokumenter yang sangat kita butuhkan, sebuah informasi yang dipaparkan langsung dari narasumber-narasumber terpercaya, dengan materi yang wajib kita ketahui sebagai masyarakat modern dan juga sebagai pengguna gadget di era serba digital saat ini. 

Alur dokumenter yang disusun bertahap dan sebuah rangkaian story yang mampu membawa kita ke setiap topik yang akan dibicarakan. Mulai dari media sosial melacak gerak-gerik kita di internet dan juga mengintai hal apa saja yang menarik bagi kita, bagaimana perusahaan mengambil keuntungan sepihak dari fenomena yang diangkat, dan berbagai poin penting yang bercabang ke berbagai isu, psikologi, mental remaja, politik, kapitalism, demokrasi, konspirasi dan masih banyak lagi.

Di dukung oleh deretan narasumber-narasumber terpercaya yang menggeluti bidang masing-masing mampu meyakinkan penonton, seperti Ethic Designer Google (Tristan Harris), penulis buku tentang isu media sosial (Jaron Lanier), mantan direktur Pinterest (Tim Kendall), dan banyak lagi sosok dengan riwayat bekerja di perusahaan internet seperti Google, Facebook, Twitter, dan Instagram. 

Tidak hanya didukung oleh penjelasan dari narasumber terpercaya film dokumenter ini juga membuat berbagai footage asli maupun rekayasa, seperti halnya 2 sisi yang berbeda dalam 1 fokus permasalahan. Karena kebanyakan dari narasi film membicarakan A.I, dan film ini memberikan visualisasi program A.I (Artificial Intelligence) yang ditampilkan dalam bentuk tiga orang yang mengawasi Ben, melacak Ben dan seperti mengetahui pergerakan Ben, Ben merupakan seorang remaja yang aktif menggunakan media sosial. Adegan tersebut akan tampak seperti film fiksi ilmiah yang didukung dengan CGI yang keren. Namun hal yang perlu diketahui dan digaris bawahi bahwa visualisasi tersebut bukanlah fiksi, namun nyata adanya dan tidak banyak orang tahu akan hal itu.

Jadi seperti apa sebenarnya media sosial yang mampu mengubah hidup manusia modern bahaya yang nyata bahkan memicu kehancuran moral manusia? Diambil dari kisah di fim dokumenter "the Social Dilemma".

1. Facebook di Myanmar

Ingat kah kalian akan peristiwa pembersihan etnis Muslim Rohingnya yang begitu mengerikan itu?. Terjadi Pembunuhan dan pemerkosaan massal, serta pembakaran seluruh tempat tinggal yang mengakibatkan ratusan ribu Muslim Rohingnya terusir, ternyata tidak lepas dari bagaimana informasi yang berkembang dan dikelola di negara itu sendiri.

Karena di Myanmar setiap pengguna handphone baru atau baru saja membeli akan dipasangkan aplikasi berupa facebook dan kebanyakan sudah menjadi bawaan dari handphone tersebut. Maka pertama kali aplikasi yang mereka buka yaitu hanya facebook.

Hal itu dimanfaatkan pemerintahan militer Myanmar, dengan menjadikan media sosial, khususnya Facebook sebagai sarana penyebaran berita propaganda-propaganda. Kaum muslim Rohingnya pun menjadi salah satu sasaran dari kejamnya dunia manipulasi dan dampak dari hoax yang mudah tersebar sampai-sampai Facebook kewalahan mengatasi maraknya berita bohong dan ujaran kebencian di Myanmar. 

"Di Myanmar, saat orang memikirkan media massa, memikirkan internet, yang terpikir adalah Facebook," kata Chyntia M. Wong, mantan Peneliti Internet Senior di Lembaga HAM dalam film tersebut.

Salah satu ujaran yang sangat dalam dan mengubah sudut pandang saya yakni "Jika kita ingin mengendalikan populasi negaramu, tak pernah ada alat yang seefektif Facebook," kata Roger McNamee, Early Investor Venture Capitalist Facebook. Saya langsung berfikiran bahwa segitu besarnya kekuatan media sosial khusunya facebook. Hal yang penting selanjutnya adalah tentang bagaimana algoritma media sosial bekerja, merayu dan mengeksploitasi manusia, hingga bermuara pada hancurnya kehidupan manusia.

2. Jika Kau tak Membayar, Berarti Kaulah Produknya 

Tidak dapat dipungkir, kini sosial media telah memberikan banyak kemudahan untuk kita saat ini. salah satunya kemudahan dalam berkomunikasi dari teman-teman, saudara, keluarga yang sedang berada jauh jaraknya kini terasa dekat begitu saja. Kita juga dapat menemukan berbagai macam platform yang mampu mempermudah sistem kehidupan kita di era digital saat ini. 

Namun dibalik dari hal itu akan berubah total bila kita melihanya dari sisi yang sebaliknya, misalkan media sosial juga turut berkontribusi besar dalam kasus pencurian data, kecanduan teknologi, berita palsu, hoax, juga polarisasi di tengah masyarakat. 

Nampaknya tak kita sadari kebanyakan layanan di internet sepertinya gratis, ternyata tidak beberapa platform ternyata berbayar. Semua itu dibayar oleh pengiklan. Untuk apa layanan itu dibayar oleh pengiklan? Supaya iklan mereka bisa banyak dilihat dan ditampilkan ke kita sebagai pengguna melalui layanan tersebut. Perhatian kita adalah produk yang dijual kepada pengiklan. 

Saat ini dibalik layar internet, perusahaan dan platform-platform tersebut sedang berlomba-lomba menarik perhatian pengguna. Dengan menyuguhkan konten maupun berbagai macam cara yang mampu memikat perhatian kita. Mereka berlomba-lomba bagaimana supaya manusia bisa terpaku berjam-jam di depan layar sembari menggunakan platform mereka. Begitulah cara kerja iklan di internet, semakin banyak penonton maka semakin dekat dengan goals yang dituju.

"Jika kau tidak membayar produknya, berarti kaulah produknya," Ujar Aza Raskin, Co-Founder Center for Humane Technology yang juga mantan pekerja di Firefox & Mozilla Labs.

3. Algoritma di Media Sosial 

Tak kita sadari hampir semua kegiatan yang kita lakukan di internet akan diawasi, direkam dan akan diukur. Setiap tindakan yang kita lakukan direkam dan dipantau dengan sangat hati-hati. Internet akan mengetahui seberapa sering kita melihat gambar tersebut dan gambar apa yang sering kita melihatnya, konten apa yang kita sukai, konten yang kita komentari, dan juga bagikan.

Dari pernyataan diatas, perusahaan internet mengetahui kapan kita sedih, senang, kesepian maupun depresi. Mereka tahu apapun yang kita lakukan didepan layar, hingga mereka tahu kita seorang ekstrovert maupun introvert. Data-data tersebut digunakan untuk memprediksi konten seperti apa yang akan direkomendasikan ke kita yang sesuai dengan minat dan ketertarikan kita, sehingga kita semakin betah menatap layar ponsel, karena dari situlah mereka mendapatkan pundi-pundi uang.

Dengan kepintaran A.I dibalik layar handphone kita, mereka menciptakan sebuah boneka ragdoll yang dirancang menyerupai diri kita dari semua yang kita lakukan, semua klik , semua video yang kita tonton, semua tombol like, semuanya akan diolah menjadi boneka  yang terus berkembang hingga terus mendekati kita seperti diri nyata kita. Karena kepandaian A.I akan selalu berkembang dan semakin pandai memprediksi apa pun itu ketertarikan kita.

"Jadi, semua data yang kita berikan setiap saat, dimasukkan ke sistem yang nyaris tak diawasi manusia, yang terus membuat prediksi yang makin membaik tentang apa yang kita lakukan dan siapa kita," kata Sandy Parakilas, mantan Manajer Operasi Facebook. 

Dari beberapa bahasan diatas, perusahaan itu tidak akan melakukannya tanpa beberapa tujuan tertentu yakni :
- Untuk meningkatkan penggunaan penggunanya agar terus betah berada didepan gawai untuk menggulirkan layar.
- Bertujuan pertumbuhan supaya kita kembali aktif di internet dan mengundang semakin banyak lagi teman maupun pengguna lain.
- Tujuan iklan untuk memastikan bahwa seiring 2 hal sebelumnya itu terjadi, mereka akan menghasilkan uang sebanyak mungkin dari iklan yang ditonton.

4. Naiknya Angka Bunuh Diri Remaja

Seorang anak-anak maupun remaja dengan kondisi psikologis yang masih sangat labil, dengan perasaan yang tidak mudah untuk di kontrol, dan mudah terpuruk. Misalkan, seseorang dengan kulit yang sedikit gelap, pipi tembem, rambut keriting kebanyakan membuat anak menjadi mudah insecure.

Media sosial yang kurang ramah akan psikologis anak  yang dapat dilihat dari data jumlah gadis remaja di AS yang harus dirawat di rumah sakit melukai diri sendiri. Sebelumnya, angka itu cukup stabil hingga sekitar tahun 2010/2011, lalu mulai naik pesat setelah itu Data diambil dari film dokumenter. Hal itu kebanyakan terjadi karena depresi yang dihadapi karena kebanyakan mengikuti standar kesempurnaan seperti yang ada di media sosial yang dirasa tidak nyata. Dimana standar itu hanya diukur dari banyaknya jumlah hati, suka, dan jempol. 

"Mereka pulang dari sekolah dan memakai gawai mereka. Seluruh generasi ini lebih cemas, rapuh, dan tertekan. Mereka kurang nyaman mengambil risiko," kata Jonathan Haidt, seorang psikolog dari New York University Stern School of Business.

Sesuatu yang lebih mengerikan lagi yakni angka bunuh diri yang dialami oleh remaja di AS juga mengalami kenaikan yang signifikan. Remaja usia 15 sampai 19 tahun naik sebesar 70 persen, sedangkan kasus bunuh diri remaja usia 10 sampai 14 tahun naik sebesar 151 persen.

5. Hilangnya Kendali Manusia atas Teknologi 

Kita tahu adanya Algoritma tidak akan tercipta tanpa campur tangan seseorang manusia yang membuatnya. Algoritma yang dibuat oleh perusahaan teknologi tidak pernah obyektif. Algoritma disesuaikan untuk mencapai tujuan sebuah definisi kesuksesan. Jadi, bisa dibayangkan ketika sebuah perusahaan komersial membuat algoritma, yang sudah pasti bertujuan untuk kepentingan komersial saja.

Kita cenderung mewaspadai ketika teknologi akan mengalahkan kekuatan dan kecerdasan manusia. Sebab, hal itu akan membuat teknologi mengambil alih pekerjaan manusia. Dibalik itu kita cenderung terlena saat teknologi menyentuh sesuatu yang sangat emosional, sehingga mampu melampaui batas kekuatan manusia dan menyentuh titik paling lemah spesies manusia. Mereka pun mampu secara luwes mengotak-atik pemikiran kita, hingga semakin dalam lagi hingga titik emosional kita, seperti apa yang telah divisualisasikan pada film dokumenter tersebut. 

"Ini akan mengalahkan sifat manusia, dan ini berarti sekakmat bagi kemanusiaan," kata Tristan mantan Desain Artistik Google yang sekarang menjadi Presiden Center for Humane Technology. 

"Nothing vast enters the life of mortals without acurse". Tak ada hal besar yang memasuki kehidupan manusia tanpa kutukan. 


Dari ke 5 pembahasan diatas akan membuka mata kita, menyadarkan kita akan beberapa fakta dibalik layar dunia sosial media saat ini. Sekarang waktunya memberikan sudut pandang akan teknologi dan sosial media menurut pemahaman pribadi;

Dimulai dari Sosial Media saat ini, sebagai generasi muda saat ini yang biasa disebut Gen Z sangat dekat hubungannya dengan dunia digital. Diberbagai aktivitas perangkat digital merupakan sebuah alat yang sangat diperlukan, dari sana muncul pemikiran bahwa menggunakan sosial media tidak lah merugikan, jika konten yang kita arungi dirasa bermanfaat.

Saat ini saya beranggapan bahwa semakin lama kita menggunakan atau masuk ke dunia teknologi internet, maka akan semakin tinggi juga algoritma yang akan menjerumuskan kita ke dalam perangkap algoritma itu sendir, kita sudah mempunyai pegangan bahwa algoritma hanya menyediakan konten yang kita suka bukan konten yang kita butuhkan. Karena sepintar-pintarnya A.I tidak akan tahu tentang kebenaran. Terpenting hanyalah sebuah kata "KLIK". 

Dari film yang telah dibahas diatas, sangat saya rekomendasikan khusunya generasi muda sebagai generasi penerus, perlu pemahaman yang lebih luas lagi mengenai apa saja hal akan dihadapi, khusunya berhubungan dengan dunia internet dan sosial media saat ini.

Saya pun memiliki pengalaman pribadi yang dirasa janggal ketika berubungan dengan dunia internet, ketika saya sedang bercerita dengan teman mengenai suatu brand secara langsung, dan setelah satu atau dua hari saya tidak sengaja menemukan brand yang saya bicarakan kemarin dengan teman disebuah platform browser. Dari situ kita ketahui bahwa hal ini nyata adanya, percakapan kita pun direkam dan ditelusuri oleh A.I yang mengawasi kita.

Sebenarnya banyak cara kita mengurangi atau mengantisipasi hal itu terjadi, misalkan:

-Mematikan atau mengurangi notifikasi
Dengan hal itu kita tidak akan mudah terpengaruh oleh pancingan-pancingan yang akan menarik kita selalu menggunakan gadget.-

-Memakai search engine selain Google
Jika ingin mencari berbagai informasi di internet, browser khususnya menggunakan Qwant karena disitu jejak histori pencarian kita tidak akan disimpan.

-Tidak menerima/menonaktifkan rekomendasi YouTube
Karena Youtube juga merupakan platform milik Google sistemnya pun tidak akan berbeda dari google, maka dengan tidak menerima rekomedasi, mereka tidak akan melacak hal yang kita sukai, namun jika kita masih sering menggunakan youtube dan menonton iklannya. Yaa.. sama saja.

-Pastikan kita mencari informasi sebanyak mungkin untuk diri kita sendir
karena banyaknya informasi penting untuk menyaring berbagai informasi mana yang baik dan buruk untuk diri kita sendiri, hal itu juga merupakan self defense diri kita masing-masing.

-Pastikan kita mencari kebenaran dari setiap informasi yang akan kita sebarkan
Kita bisa mencari kebenaran informasi dengan mencarinya disumber-sumber yang terpercaya, data-data yang falid baik di internet atau dimanapun itu.

-Usahakan mengurangi penggunaan gadget dikeseharian kita
Namun untuk saat ini memang sedikit kesulitan untuk melakukan hal ini, misalkan bermain dengan teman, pergi berlibur, jalan-jalan. Hal yang masih bisa dilakukan hanya aktivitas positif dilingkungan rumah.

Nah mungkin itu dulu ya sobat. Semoga mendapat informasi yang bermanfaat dan sedikit pesan dari saya, selalu berhati-hati dalam menggunakan internet dan media online. Oke Sobat, sekian dan terima kasih. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun