Mohon tunggu...
Ilfin Nadhir Alamsyah
Ilfin Nadhir Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi / Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menulis membuat aku berfikir, dengan berfikir membuat aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Lara Pria Paruh Baya

19 Desember 2021   23:44 Diperbarui: 21 Desember 2021   03:59 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maman hanya terdiam sembari berfikir baik. Mungkin hati Maman juga masih sama seperti manusia pada umumnya ketika kehilangan sesuatu. Namun Maman sudah terlatih sejak jauh hari dengan nasib-nasib yang menimpanya.

 “Sudah tidak apa-apa buk, mungkin itu bukan rejeki kita”

Pernyataan seperti itu seringkali diucapkan Maman kepada istrinya. Mereka berdua terlatih dengan kebiasaan berfikir positif. Betapa dahsyatnya berfikir positif dalam setiap kejadian meski seringkali Maman mengalami nasib malang.

Setelah ia menceritakan kepada istrinya pagi itu. Tiba-tiba Maman mendapati seorang yang datang ke rumah Maman. Ia memperkenalkan diri sebagai pegirim surat kabar. Setelah pengirim surat itu pergi meninggalkan rumah Maman, perlahan surat itu dibuka dengan was-was. Maman penasaran isi surat itu. Seumur hidup ia mendapati surat yang datang ke rumah. Ia berfikir itu adalah kabar dari anak-anaknya.

“Buk, lihatlah, aku mendapati surat dari orang tadi,”

 “apa isi dari surat itu pak?”

Maman pun membuka surat itu perlahan-lahan. Ia dapati ada tanda tangan dari nama anaknya yang kedua. Maman berfikir panjang, ternyata surat itu adalah surat pemberitahuan kepada Maman bahwa anak kandung yang pertama telah meninggal dunia di luar negeri dan dimakamkan di sana. Sontak hati, jiwa, dan fikiran Maman kosong. Ia berdiam diri tegap tanpa bergerak sekali pun. Istrinya yang sedang berbaring di sampingnya penasaran dan bertanya.

“Surat berisi apa itu pak? Apa yang terjadi, mengapa kau bersikap seperti itu?”

Maman masih berdiam diri dan tak menyahuti pertanyaan istrinya itu. Semakin lemas semakin merunduk dan tersungkur. Maman pun terjatuh pingsan. Istrinya berteriak keras tanda meminta pertolongan.

“Tolong,, tolong,,, tolong”

Suara yang dilantunkan istri Maman itu tidak terdengar sama sekali. Hingga ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Dan menepuk berkali-kali tubuh Maman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun