Mohon tunggu...
Ilfin Nadhir Alamsyah
Ilfin Nadhir Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi / Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menulis membuat aku berfikir, dengan berfikir membuat aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buku di Rak Tua

18 Desember 2021   13:12 Diperbarui: 18 Desember 2021   13:17 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku adalah pemuda bujang yang masih seumuran  dengan kalian. Namun keseharianku tidak seperti pemuda pada umumnya. Aku sering membiasakan diriku belajar secara otodidak dengan ditemani buku-buku yang kubeli bersama pamanku beberapa tahun silam. Ya, meskipun aku bukanlah tamatan perguruan tinggi, namun  berkat pamanku yang peduli dengan nasibku saat itu aku menjadi mengerti dan sering membiasakan diri untuk membaca buku. Hal itu kulakukan semata-mata aku faham bahwa dunia ini luas, aku tidak ingin menjadi pemuda dungu yang kalah pandai dengan orang diluaran sana.

Pamanku adalah seorang sarjana muda lulusan tahun ini. Ia sedang melanjutkan studi S2 nya di universitas terdekat yang ada di kotaku. Tekad kuat untuk melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya membuat aku semakin iri dan terobsesi. Paman adalah orang  paling ideal untuk menjadi rujukan dalam hidupku. Yah, meski sudah beberapa bulan ini aku jarang menyambung lidah dan menatap wajahnya.

Jika boleh bercerita sedikit aku ingin menceritakan pengalamanku setahun silam. Aku tak pernah menyangka jika suatu pagi aku harus berbaring di atas kasur dan ditemani kertas serta bebukuan yang termakan rayap. Aku berharap musim hujan ini bersahabat denganku. Pergi ke toko buku dengan uang yang cukup. Lalu menepi di kedai untuk membuka bagian intim dari buku itu. Sesekali aku berharap ditemani gadis kasir, ia meraba pundak dan mengikat tubuhku dengan tangan gelinya. Hal itu sangat menyenangkan sekali. Kebiasaanku yang suka menengok dan memilah beberapa buku yang terpajang rapi di jalanan para penjual buku membuatku tak kuat mengangkat kaki dari jalanan itu. Namun cerita itu adalah kebiasaanku dulu. Sekarang bisa dikatakan aku tak tahu lagi tujuan hidupku. Seringnya aku meratapi nasib membuatku kehilangan arah. Semakin aku kehilangan arah semakin aku hilang jati diri. Ah aku rindu kebiasaanku yang dulu, aku tidak  lupa pada ruangan kosong  yang dihuni oleh buku lama dan rak tuaku yang sudah lama tak ku jamah.

 Selang beberapa menit aku melamun dan merenungi nasibku saat itu, rupanya  aku mendengar suara ketukan pintu dan teriakan suara lelaki yang masih belia dari luar.

 "tok,,tok,,tok, buka pintunya,"

Teriakan suara lantang itu tidak asing ditelingaku.

 "Siapa gerangan?"

Ketukan pintu itu masih berbunyi.

 "Tok,,tok,,tok, aku pamanmu, mari kita ke gudang melihat buku di rak tuamu itu!"

 "baru saja aku memikirkanmu paman, rupanya kau sudah nongol saja, ya sudah mari kita kesana."

 Kami pun pergi ke gudang bekas gubuk rumah simbok. Gudang itu tidak jauh dari rumahku, hanya melewati beberapa rumah yang ada di RT desa. di gudang ada beberapa buku yang dulu aku simpan. Buku di rak tua itu kini tidak terawat lagi, banyak debu yang menempel dan rayap-rayap yang sudah kenyang menghabiskan kertas-kertas buku itu.

Setelah tiba di gudang tua itu, paman menoleh kekanan dan kekiri sambil melirik tajam buku-buku di rak tua. 

 "Lihatlah, buku di rak tuamu ini sudah tidak berguna lagi, mau kau apakan bukumu ini?"

 "Tidak paman, buku ini masih berguna untukku, aku akan merawatnya kembali dan membacanya hingga tuntas,"

Melihat jawabanku yang tak sesuai kondisi saat itu, paman menegur ulang.

 "Jika buku itu masih berguna, kenapa kau biarkan disini, kemarin-kemarin kemana saja kau? coba lihat!"

Paman menyodorkan buku kehadapanku dan melanjutkan perkataanya,

 "apa kau lihat, buku-bukumu berdebu dan dimakan oleh rayap."

 Setelah aku mendengar dan melihat Tindakan paman saat itu, sontak aku merasa bersala dan menghampiri buku di rak tua itu.

"Aku tahu, sudah sekian tempo buku ini terdiam diri tanpa sesekali aku membuka sampul depanya. Seharusnya aku menjamah bagian intim buku ini dengan tangan halusku, lalu melipat ke samping dan ke kanan dengan jari-jari yang basah. Kemudian merengkuh-rengkuh dengan mata yang berkaca-kaca. Aku tahu hal ini salah, apakah mungkin aku harus membeli obat penawar? atau bisa saja obat perangsang? agar aku bergairah untuk membuka bagian kancing pada buku-buku ini. Ataukah mungkin aku harus pergi ke rumah sakit untuk periksa ke doktor atas kemaluanku yang hilang ini?"

 Raut wajahku semakin cemas, paman dengan sinis melihat kelakuanku saat itu.

"Atau buku-buku ini akan mengadu pada tuhan atas perlakuan yang sangat memprihatinkan ini."

"Sudahlah, tidak perlu banyak omong, paman muak dengan kelakuanmu."  

Pamanpun pergi meningalkanku dengan sikap acuh tak acuh di gudang itu. Aku merasa salah dan ceroboh dihadapan pamanku. Seharusnya aku tak melakukan hal itu apalagi buku yang menjadi miliku adalah pemberian darinya.

 Sungguh hal itu tak akan ku ulangi. Aku akan kembali merawat buku-buku itu dengan teliti. Aku berharap peristiwa ini menjadi pelajaran matang bagiku dan bagi orang-orang di luaran sana. Aku tahu banyak orang-orang di luaran sana yang masih membutuhkan buku untuk belajar dan memenuhi kebutuhan akalnya. Tetapi aku yang beruntung dengan memiliki banyak buku seperti ini, tidak kurawat dengan baik, huft.

(aku membuka buku dan mulai membacanya).

Tamat.

Hai kawan pembaca, ini adalah cerpen yang  pernah menjadi bahan naskahku dalam pementasan drama monolog, jika ingin tahu cerita secara visualnya silahkan klik tautan berikut ;

 https://youtu.be/ZH9Cwe42K7M

  terima kasih, selamat menyaksikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun