Mohon tunggu...
Ilfin Nadhir Alamsyah
Ilfin Nadhir Alamsyah Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi / Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menulis membuat aku berfikir, dengan berfikir membuat aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buku di Rak Tua

18 Desember 2021   13:12 Diperbarui: 18 Desember 2021   13:17 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kami pun pergi ke gudang bekas gubuk rumah simbok. Gudang itu tidak jauh dari rumahku, hanya melewati beberapa rumah yang ada di RT desa. di gudang ada beberapa buku yang dulu aku simpan. Buku di rak tua itu kini tidak terawat lagi, banyak debu yang menempel dan rayap-rayap yang sudah kenyang menghabiskan kertas-kertas buku itu.

Setelah tiba di gudang tua itu, paman menoleh kekanan dan kekiri sambil melirik tajam buku-buku di rak tua. 

 "Lihatlah, buku di rak tuamu ini sudah tidak berguna lagi, mau kau apakan bukumu ini?"

 "Tidak paman, buku ini masih berguna untukku, aku akan merawatnya kembali dan membacanya hingga tuntas,"

Melihat jawabanku yang tak sesuai kondisi saat itu, paman menegur ulang.

 "Jika buku itu masih berguna, kenapa kau biarkan disini, kemarin-kemarin kemana saja kau? coba lihat!"

Paman menyodorkan buku kehadapanku dan melanjutkan perkataanya,

 "apa kau lihat, buku-bukumu berdebu dan dimakan oleh rayap."

 Setelah aku mendengar dan melihat Tindakan paman saat itu, sontak aku merasa bersala dan menghampiri buku di rak tua itu.

"Aku tahu, sudah sekian tempo buku ini terdiam diri tanpa sesekali aku membuka sampul depanya. Seharusnya aku menjamah bagian intim buku ini dengan tangan halusku, lalu melipat ke samping dan ke kanan dengan jari-jari yang basah. Kemudian merengkuh-rengkuh dengan mata yang berkaca-kaca. Aku tahu hal ini salah, apakah mungkin aku harus membeli obat penawar? atau bisa saja obat perangsang? agar aku bergairah untuk membuka bagian kancing pada buku-buku ini. Ataukah mungkin aku harus pergi ke rumah sakit untuk periksa ke doktor atas kemaluanku yang hilang ini?"

 Raut wajahku semakin cemas, paman dengan sinis melihat kelakuanku saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun