Dampak lain bagi orangtua korban kekerasan anak tentu ini petaka. Sepanjang umur mereka akan mengenang kekerasan yang dialami anaknya. Bahkan ini bisa dikatan lebih dari aib bagi keluarga mereka. Sebab, masyarakat di sekitarnya juga akan terus mengingatnya. Belum lagi penderitaan melihat kondisi anak yang trauma.
Sementara, bagi si anak korban kekerasan seksual akan menjadi trauma yang dibawa seumur hidup, yang mempengaruhi kejiwaan serta cara pandang terhadap masa depan mereka. Jika tidak dipulihan kondisi kejiwaan mereka akan terus terganggu. Dampaknya bermacam-macam, bisa pendiam, suka menyendiri, kurang percaya diri, bahkan hingga dendam.
Darurat Kekerasan Anak
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, dari sekitar 21 juta lebih pelanggaran terhadap anak, 58% adalah kejahatan seksual. Artinya bahwa keadaan ini harus diwaspadai semua pihak, baik di sekolah, ruang publik, atau pun di rumah. Bahkan, panti berlatar agama sekali pun ternyata menyimpan predator kekerasan terhadap anak.
"Kekerasan terhadap anak bukan suatu kultur dan ini yang harus diluruskan dalam program pencegahan deteksi dini. Serta perlunya pemahaman di sekolah, rumah, dan anggota keluarga, bahwa memukul anak yang diklaim sebagai suatu proses pembelajaran agar lebih baik, justru itu merupakan satu bentuk kekerasan kepada anak," ujar Arist. (Liputan6.com 21 Oktober 2015).
Para stakeholder kini sedang menggodok tentang pelaku pelanggaran terhadap anak, agar dapat dihukum seberat-beratnya. Maksimal seumur hidup, minimal 20 tahun penjara dan hukuman lainnya untuk membuat efek jera adalah hukuman kebiri bagi para predator anak. Komnas PA pun mulai menggaungkan darurat kekerasan anak.
Kasus Robot Gedek, Emon, bocah F merupakan deretan kasus kekerasan anak yang terungkap. Masih banyak ribuan, bahkan jutaan kasus kekerasan seksual serupa terhadap anak. Karenanya, ini menjadi PR panjang bagi kita semua. Khususnya bagi para penegak hukum untuk mencegah kasus ini lebih dini.
Lantas setujukah Anda jika para predator diganjar hukuman kebiri hasrat seksualnya? Bagi para koran tentu jawabanya ya, sangat setuju. Karena mereka telah merasakan kepedihan akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Tapi bagi para predator tentu jawaban mereka berbeda.
Jakarta, 22 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H