Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Medali Emas Filipina dan Persepsi Negatif Olahraga Senam pada Pria

6 Agustus 2024   11:00 Diperbarui: 6 Agustus 2024   20:19 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Carlos Edriel Yulo dari Filipina berpose dengan medali emasnya saat upacara podium untuk senam artistik senam lantai putra selama Olimpiade Paris 2024 di Bercy Arena di Paris, pada 3 Agustus 2024.(AFP/LIONEL BONAVENTURE via KOMPAS.com)

Filipina berhasil meraih dua emas dari cabang olahraga senam.

Hebatnya, dua medali emas disumbangkan oleh atlet yang sama dalam dua hari berturut-turut. Ia adalah Carlos Yulo yang berhasil meraih medali emas untuk kategori Men's Floor*Artistic. Keesokan harinya, ia kembali memenangkan medali emas untuk kategori Men's Vault*Artistic.

Kesuksesan Yulo, sapaan akrabnya ini menjadi oase di tengah dahaga negara ASEAN yang tak kunjung mendapatkan medali emas.

Pria yang sering dijuluki Golden Boy tersebut akhirnya bisa membuktikan bahwa negaranya tidak bisa dianggap remeh begitu saja pada perhelatan olimpiade kali ini walau hanya mengirimkan atlet sebanyak 22 orang saja.

Emas yang diraih Yulo meneruskan tradisi emas yang dimulai oleh Hidylin Diaz. Wanita tersebut mencetak sejarah sebagai orang Filipina pertama yang meraih emas pada Olimpiade Tokyo 2020 lalu.

Atlet angkat besi tersebut juga menjadi pahlawan bagi negaranya yang sudah hampir 100 tahun mengikuti olimpiade tetapi belum juga mendapatkan medali emas.

Carlos Yulo bersorak setelah meraih emas kedua. - Sumber Jakarta Globe
Carlos Yulo bersorak setelah meraih emas kedua. - Sumber Jakarta Globe

Mereka memang membanggakan. Namun, ada satu hal yang unik jika melihat olahraga yang mereka tekuni. Walau masing-masing cabang olahraga tersebut kini telah memiliki nomor pertandingan untuk pria dan wanita, tetapi masih ada persepsi gender pada keduanya.

Disadari atau tidak, olahraga angkat besi masih identik dengan kaum pria sedangkan senam identik dengan kaum wanita.

Kedua atlet tersebut seakan mematahkan persepsi ini di tengah masyarakat Asia Tenggara yang belum begitu terbuka dengan adanya atlet wanita pada cabor angkat besi atau senam pada pria.

Khusus untuk senam, kondisi yang cukup memprihatinkan terjadi di Indonesia. Selain huru-hara masalah cedera atlet Rifda Irfanaluthfi, sarana dan prasarana olahraga ini juga bisa dibilang jauh dari memadai.

Tak hanya itu, adanya anggapan senam hanya untuk kaum wanita juga masih menjadi tantangan untuk mengembangkan senam di Indonesia. Padahal, olahraga ini adalah salah satu olahraga yang paling banyak memperebutkan medali selain renang dan atletik.

Persepsi ini sering terjadi bahkan sejak masa anak-anak. Ketika saya sekolah dulu, ada seorang teman pria yang gemar sekali melihat video kejuaraan senam. 

Kadang, saat pelajaran olahraga, ia juga mempraktikkan gerakan-gerakan tersebut. Saat penilaian pelajaran untuk materi senam lantai, ia begitu bersemangat.

Sayang, kegiatannya ini kerap diolok-olok oleh teman lelaki lainnya yang menganggap olahraga ini hanya cocok untuk wanita.

Bagi mereka, sepak bola adalah olahraga yang pas dimainkan oleh kaum pria. Tak heran, setiap pelajaran olahraga, dalam materi pembelajaran apa pun, maka harus diakhiri dengan bermain sepak bola hingga jam pelajaran usai.

Teman saya tadi pun mau tak mau ikut bermain sepak bola padahal sebenarnya masih ada waktu untuk mencoba beberapa gerakan senam lantai karena alatnya masih terpasang.

Fenomena semacam ini bisa jadi juga terjadi di sekolah lain. Bisa jadi, ada siswa laki-laki yang sebenarnya memiliki bibit untuk menekuni olahraga senam, tetapi harus mengubur impiannya karena persepsi yang masih saja ada soal gender tersebut.

Makanya, hingga kini rasanya cukup susah untuk mencari bibit atlet senam pria yang mumpuni. Saya saja atlet senam pria Indonesia yang saya kenal hanya sang legenda Jonathan Sianturi.

Beliau saya kenal saat masih kecil kala membaca surat kabar dan majalah mengenai prestasi gemilang beliau di ajang SEA Games.

Prestasi gemilang yang masih saya ingat adalah saat beliau memenangkan 5 medali emas pada SEA Games 1997. Saya yang membaca kisah beliau di Majalah Bobo takjub dan bertanya kok bisa ya satu orang bisa membawa banyak emas sekaligus.

Pertanyaan ini pun terjawab saat saya sudah mengerti mengenai regulasi olahraga senam yang memungkinkan seorang atlet bisa mengikuti beberapa nomor pertandingan.

Sejak saat itu, saya pun sadar bahwa olahraga ini sama pentingnya dengan olahraga lain termasuk sepak bola. Olahraga ini juga bisa dimainkan oleh kaum pria.

Bahkan, latihan fisik yang kuat adalah salah satu modal kuat untuk bisa sukses dalam olahraga ini. Artinya, senam juga olahraga yang membuat seorang pria menjadi "lakik".

Persepsi ini saya angkat ketika saya mengajar kelas. Kebetulan, saat itu masih berlaku Kurikulum 2013. Guru kelas masih mengajar materi PJOK sementara untuk praktiknya diajarkan oleh Guru Mapel PJOK.

Walau saya tak terlalu menguasai, tetapi dalam setiap pembelajaran materi senam, saya sering memutar beberapa video pertandingan senam pria kepada murid saya.

Saya mengenalkan beberapa atlet senam yang sangat lincah dan berprestasi. Dua diantaranya adalah Valeri Liukin dan Vladimir Artemov.

Mereka adalah atlet Uni Soviet yang sama-sama meraih medali emas di podium yang sama pada Olimpiade Seoul 1988. Nilai yang sama pada keduanya membuat mereka naik podium secara bersamaan.

Tak hanya kesuksesan saat meraih medali, saya pun juga bercerita saat mereka tak lagi menjadi atlet. Lantaran, perjuangan besar seorang atlet juga dimulai saat mereka pensiun jadi atlet.

Keduanya berpindah ke Amerika Serikat setelah keruntuhan Uni Soviet dan menekuni kepelatihan senam di sana. Bahkan, Valeri Liukin menjadi pelatih tim senam Amerika Serikat -- negara yang saat ia menjadi atlet menjadi lawannya -- sehingga banyak atlet Paman Sam yang berprestasi di ajang internasional. 

Kisah mereka bisa jadi inspirasi bahwa seorang pria yang menjadi atlet senam pun bisa mendapatkan kehidupan yang cerah di masa mendatang.

Makanya, saya selalu berpesan kepada guru mapel PJOK untuk tetap melanjutkan praktik olahraga sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Bukannya mengecilkan olahraga sepak bola, tetapi alangkah sayang jika ada bibit unggul yang terbuang percuma akibat persepsi yang masih saja ada semacam ini.


Kembali ke Carlos Yulo, beberapa saat setelah ia memenangkan dua emas, ramai video di media sosial saat ia masih kecil dan lihai dalam perlombaan senam di tingkat kabupaten.

Keinginannya memang begitu kuat untuk menekuni bidang olahraga ini. Namun gemuruh tepuk tangan sebagai apresiasi padanya juga menjadi salah satu modal kuat dia tetap terus berjuang dan bertahan demi bangsa dan negara Filipina.

Carlos Yulo juga memberi pelajaran berharga sekalipun ia menekuni dunia olahraga yang kerap dianggap sebagai olahraga kaum hawa, nyatanya olahraga ini sesungguhnya membutuhkan kekuatan, mental, dan determinasi yang tinggi untuk mencapai tujuan.

Bagaimana dengan Indonesia? Kira-kira, apa masih ada generasi muda pria yang tertarik menekuninya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun