Saya juga bisa mengabadikan momen kereta BBM dan kereta barang yang juga tengah melintas. Bahkan, dari stasiun ini, saya juga bisa melihat kereta sudah mulai tiba dari perlintasan kereta atau JPL 340. JPL ini berada di sisi timur stasiun.
Kereta yang akan melintas atau singgah di stasiun ini akan bisa terlihat dengan jelas. Beberapa railfans menjadikan PJL ini spot andalan untuk hunting kereta. Dari stasiun, keberadaan mereka juga bisa terlihat dengan cukup jelas.
Keempat, suara announcer yang lebih jelas
Alasan lain yang membuat saya lebih memilih Stasiun Maguwo adalah suara pengumuman atau announcer yang lebih jelas. Stasiun ini tidak memutar lagu khas daerah seperti di Stasiun Yogyakarta.Â
Stasiun kelas besar di Pulau Jawa memang sering memutar lagu khas daerah sebagai penyambutan penumpang. Walau menyenangkan dan membuat semangat penumpang, tetapi adakalanya suara tersebut membuat suara pengumuman tidak terdengar jelas.
Lantaran Stasiun Maguwo adalah stasiun kelas II dan bukan stasiun kelas besar, maka suara tersebut tidak diputar. Saya jadi tahu kereta apa yang akan singgah atau melintas langsung. Berbeda halnya saat saya naik KRL dari Stasiun Yogyakarta yang sering mengira-ira isi dari pengumuman yang diberikan oleh petugas stasiun. Mungkin ada baiknya pengelola stasiun tidak memutar musik dahulu saat ada pengumuman diberikan dan baru melakukannya jika pengumuman telah selesai diperdengarkan.
Terakhir, bisa menikmati kesunyian Bandara Adisucipto
Sejak dipindahkannya keberangkatan dan kedatangan pesawat terbang ke bandara YIA, praktis tak banyak pesawat yang singgah di bandara ini selain pesawat militer. Alhasil, ruang kedatangan dan keberangkatan bandara ini sangat sepi. Nah sepinya bandara ini sebenarnya bisa dijadikan wisata dadakan.
Kita bisa berfoto di eksalator yang tak terpakai, bekas minimarket, atau troli yang berjejer tanpa ada yang menggunakannya. Yah bisa dikatakan sebagai ikon foto di stasiun yang anti mainstream. Dari barang-barang terbengkalai ini, ada pelajaran berharga bahwa bandara di tengah kota memang memudahkan para penumpangnya. Namun, jika bandara tersebut sudah terlalu sesak dan kapasitasnya terbatas, maka sudah saatnya dipindah ke tempat lain.
Tidak hanya itu, keberadaan Stasiun Maguwo dan Halte Trans Jogja sebenarnya digunakan untuk menunjang penumpang pesawat yang akan menuju tempat lain di Jogja. Upaya untuk mengintegrasikan tiga moda tranportasi adalah upaya yang patut diapresiasi meski kini malah bandaranya yang sepi. Walau demikian, masih adanya penumpang yang naik dan turun di Stasiun Maguwo adalah bukti bahwa jika moda transportasi telah terintegrasi, maka penumpang masih akan tetap setia untuk menggunakannya.