Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengapa Saya Lebih Memilih Stasiun Maguwo untuk Naik dan Turun KRL Jogja-Solo?

5 Agustus 2024   08:00 Diperbarui: 6 Agustus 2024   06:23 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRL Jogja-Solo tiba di Stasiun Maguwo. -(Dokumentasi Pribadi)

Saya juga bisa mengabadikan momen kereta BBM dan kereta barang yang juga tengah melintas. Bahkan, dari stasiun ini, saya juga bisa melihat kereta sudah mulai tiba dari perlintasan kereta atau JPL 340. JPL ini berada di sisi timur stasiun.

Kereta yang akan melintas atau singgah di stasiun ini akan bisa terlihat dengan jelas. Beberapa railfans menjadikan PJL ini spot andalan untuk hunting kereta. Dari stasiun, keberadaan mereka juga bisa terlihat dengan cukup jelas.

Keempat, suara announcer yang lebih jelas

Alasan lain yang membuat saya lebih memilih Stasiun Maguwo adalah suara pengumuman atau announcer yang lebih jelas. Stasiun ini tidak memutar lagu khas daerah seperti di Stasiun Yogyakarta. 

Stasiun kelas besar di Pulau Jawa memang sering memutar lagu khas daerah sebagai penyambutan penumpang. Walau menyenangkan dan membuat semangat penumpang, tetapi adakalanya suara tersebut membuat suara pengumuman tidak terdengar jelas.


Lantaran Stasiun Maguwo adalah stasiun kelas II dan bukan stasiun kelas besar, maka suara tersebut tidak diputar. Saya jadi tahu kereta apa yang akan singgah atau melintas langsung. Berbeda halnya saat saya naik KRL dari Stasiun Yogyakarta yang sering mengira-ira isi dari pengumuman yang diberikan oleh petugas stasiun. Mungkin ada baiknya pengelola stasiun tidak memutar musik dahulu saat ada pengumuman diberikan dan baru melakukannya jika pengumuman telah selesai diperdengarkan.

Terakhir, bisa menikmati kesunyian Bandara Adisucipto

Sejak dipindahkannya keberangkatan dan kedatangan pesawat terbang ke bandara YIA, praktis tak banyak pesawat yang singgah di bandara ini selain pesawat militer. Alhasil, ruang kedatangan dan keberangkatan bandara ini sangat sepi. Nah sepinya bandara ini sebenarnya bisa dijadikan wisata dadakan.

Kita bisa berfoto di eksalator yang tak terpakai, bekas minimarket, atau troli yang berjejer tanpa ada yang menggunakannya. Yah bisa dikatakan sebagai ikon foto di stasiun yang anti mainstream. Dari barang-barang terbengkalai ini, ada pelajaran berharga bahwa bandara di tengah kota memang memudahkan para penumpangnya. Namun, jika bandara tersebut sudah terlalu sesak dan kapasitasnya terbatas, maka sudah saatnya dipindah ke tempat lain.

Pintu masuk bandara yang sepi. - (Dokumentasi Pribadi)
Pintu masuk bandara yang sepi. - (Dokumentasi Pribadi)

Tidak hanya itu, keberadaan Stasiun Maguwo dan Halte Trans Jogja sebenarnya digunakan untuk menunjang penumpang pesawat yang akan menuju tempat lain di Jogja. Upaya untuk mengintegrasikan tiga moda tranportasi adalah upaya yang patut diapresiasi meski kini malah bandaranya yang sepi. Walau demikian, masih adanya penumpang yang naik dan turun di Stasiun Maguwo adalah bukti bahwa jika moda transportasi telah terintegrasi, maka penumpang masih akan tetap setia untuk menggunakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun