Beberapa waktu yang lalu, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta membuka kembali layanan kunjungannya.
Yang menarik, museum tersebut membuka layanan pada malam hari. Jika biasanya museum tutup sekitar pukul 3 hingga 4 sore, maka pada pembukaan layanan malam tersebut, museum buka hingga pukul 8 malam. Bahkan, pada hari tertentu museum dibuka sampai pukul 10 malam.
Tidak hanya Museum Benteng Vredeburg, Museum Tugu Pahlawan Surabaya juga beberapa kali membuka museum sampai malam.
Tak hanya membuka sampai malam, pengelola museum juga menampilkan teatrikal seputar perang revolusi fisik di Surabaya beserta pasar malam yang digelar di pelataran museum. Beberapa museum lain juga mulai membuka layanan kunjungan sampai malam hari.
Pembukaan layanan kunjungan museum saat malam hari atau sering dikenal sebagai Night at The Museum ini memang patut diapresiasi. Paling tidak, ada upaya untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi museum.
Biasanya, jam kunjungan museum yang terbatas membuat masyarakat tidak bisa berkunjung ke museum terutama bagi mereka yang pagi hingga sore hari masih beraktivitas.
Kunjungan museum saat malam hari bisa menjadi opsi yang dipilih para pekerja atau siswa untuk melihat koleksi dalam museum selepas mereka beraktivitas.Â
Kunjungan ke museum pun juga bisa dilakukan pada hari biasa (weekdays) dan tak perlu menunggu saat akhir pekan (weekend).
Tentu, kunjungan museum pada malam hari akan terasa berbeda jika dibandingkan pada pagi atau siang hari. Walau ada kesan menyeramkan dan mistis, tetapi kenikmatan untuk mendalami peristiwa sejarah yang tergambarkan pada koleksi museum bisa dilakukan lebih baik. Terlebih, jika peristiwa sejarah tersebut terjadi saat malam hari.
Night at the Museum juga kini menjadi tren museum date bagi pasangan yang akan bertemu atau berkencan. Terlebih, jika tempat-tempat kencan seperti mall, kafe, atau taman sudah dirasa membosankan. Maka, mengunjungi museum saat malam hari bisa jadi pilihan bagi pasangan.
Selain menikmati suasana malam, kadang ada peristiwa romantis seputar kisah para pahlawan yang harus meninggalkan pasangan dan keluarganya untuk berlaga di medan perang.
Perhalan tapi pasti, Night at the museum mulai dilirik banyak wisatawan. Saat mencoba berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg, saya pun takjub dengan antusias wisatawan yang berjalan-jalan ke Malioboro untuk masuk ke area museum. Apalagi, saat itu tiket gratis masih diberlakukan. Orang-orang pun berduyun-duyun untuk masuk ke museum hingga harus antre cukup panjang.
Kondisi serupa juga terjadi di Museum Tugu Pahlawan Surabaya. Biasanya, museum ini cukup sepi pengunjung. Namun, saat Night at the Museum diberlakukan, maka warga berbondong-bondong untuk datang. Padahal, warga harus membayar dua kali, yakni untuk masuk ke area Tugu Pahlawan dan masuk ke area museum.
Fenomena ini menyiratkan sebenarnya meski gratis atau berbayar, museum masih bisa diminati warga. Selama ini, ada persepsi bahwa tiket museum yang murah atau bahkan gratis membuat masyarakat merasa kondisi museum tidak akan menarik dibandingkan tempat lainnya. Nyatanya, gratis atau berbayar pun minat masyarakat mengunjungi museum saat malam hari masih tinggi.
Akan tetapi, minat masyarakat yang tinggi untuk mengunjungi museum pada malam hari tidak dibarengi dengan konsep pembelajaran sejarah yang menarik di dalam museum.
Sebagian besar masyarakat masih bertujuan untuk mencari spot foto dan membuat konten estetik di dalam museum. Bukan untuk belajar sejarah dari benda-benda yang ada dalam museum.
Pada Museum Benteng Vredeburg misalnya, ada beberapa koleksi museum yang menjadi rebutan untuk dijadikan obyek foto. Beberapa pengunjung cukup abai dengan larangan memegang benda atau menginjak rumput. Saya juga tak menemukan petugas di dalam museum yang menjaga ketertiban agar pengunjung tetap mematuhi aturan.
Kondisi yang berbeda saya temukan pada Museum Tugu Pahlawan. Di sana, ada beberapa petugas yang standy by menjaga beberapa koleksi museum.
Mereka juga mengarahakan pengunjung jika mau melihat pemutaran film seputar perjuangan Arek-Arek Suroboyo secara gratis. Beberapa kali mereka juga memperingatkan pengunjung jika memegang benda bersejarah yang memang dilarang untuk disentuh.
Petugas tersebut juga menjawab pertanyaan dari para pengunjung seputar peristiwa sejarah yang terjadi dari benda yang dipajang. Mereka pun juga informatif memberikan alternatif museum di Surabaya lainnya yang menampilkan barang koleksi dengan cerita yang masih berhubungan dengan kisah sejarah benda-benda yang dipamerkan di Museum Tugu Pahlawan.
Padahal, beberapa benda dan cerita yang tersaji di Museum Benteng Vredeburg juga masih ada yang berkaitan dengan museum lainnya di Yogyakarta. Semisal, peristiwa kebangkitan nasional yang benda peninggalannya masih tersimpan rapi di Museum Perjuangan Yogyakarta.
Jika pengelola museum bisa lebih infromatif, maka sebenarnya mereka bisa membuat pengunjung bisa lebih tertarik dan menggali lebih dalam untuk mengunjungi museum lainnya.
Bagaimanapun, sebenarnya antara satu museum dengan museum lain sebenarnya masih ada keterkaitan, terutama yang menyimpan benda bersejarah pada masa yang hampir bersamaan.
Meski demikian, pembukaan museum pada malam hari di kedua museum ini patut diapresiasi. Paling tidak, ada keseriusan dari pengelola museum agar kunjungan museum meningkat.
Tidak hanya itu, pembukaan museum pada malam hari juga bisa menjadi wawasan bahwa peristiwa sejarah sejatinya tidak hanya terjadi saat pagi hingga sore hari, tetapi juga saat malam menjelang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H