Pada Museum Benteng Vredeburg misalnya, ada beberapa koleksi museum yang menjadi rebutan untuk dijadikan obyek foto. Beberapa pengunjung cukup abai dengan larangan memegang benda atau menginjak rumput. Saya juga tak menemukan petugas di dalam museum yang menjaga ketertiban agar pengunjung tetap mematuhi aturan.
Kondisi yang berbeda saya temukan pada Museum Tugu Pahlawan. Di sana, ada beberapa petugas yang standy by menjaga beberapa koleksi museum.
Mereka juga mengarahakan pengunjung jika mau melihat pemutaran film seputar perjuangan Arek-Arek Suroboyo secara gratis. Beberapa kali mereka juga memperingatkan pengunjung jika memegang benda bersejarah yang memang dilarang untuk disentuh.
Petugas tersebut juga menjawab pertanyaan dari para pengunjung seputar peristiwa sejarah yang terjadi dari benda yang dipajang. Mereka pun juga informatif memberikan alternatif museum di Surabaya lainnya yang menampilkan barang koleksi dengan cerita yang masih berhubungan dengan kisah sejarah benda-benda yang dipamerkan di Museum Tugu Pahlawan.
Padahal, beberapa benda dan cerita yang tersaji di Museum Benteng Vredeburg juga masih ada yang berkaitan dengan museum lainnya di Yogyakarta. Semisal, peristiwa kebangkitan nasional yang benda peninggalannya masih tersimpan rapi di Museum Perjuangan Yogyakarta.
Jika pengelola museum bisa lebih infromatif, maka sebenarnya mereka bisa membuat pengunjung bisa lebih tertarik dan menggali lebih dalam untuk mengunjungi museum lainnya.
Bagaimanapun, sebenarnya antara satu museum dengan museum lain sebenarnya masih ada keterkaitan, terutama yang menyimpan benda bersejarah pada masa yang hampir bersamaan.
Meski demikian, pembukaan museum pada malam hari di kedua museum ini patut diapresiasi. Paling tidak, ada keseriusan dari pengelola museum agar kunjungan museum meningkat.