Ketika saya berkunjung ke wilayah Tirtoyudo, Kabupaten Malang, saya sering terkesima dengan kebun kopi yang tertanam rapi.
Kebun-kebun kopi ini tersebar merata dari daerah pegunungan hingga kawasan pantai. Kebetulan, ibu saya dulu pernah mengajar di wilayah tersebut. Saat ada acara perpisahan sekolah, maka mata saya selalu dimanjakan dengan hamparan kebun kopi yang menghijau di kiri kanan jalan.
Salah satu tempat yang cukup menjadi perhatian saya adalah Lenggoksono. Wilayah ini merupakan wilayah pantai yang berada di Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Meski belum pernah ke sana, ibu saya selalu bercerita mengenai keindahan alamnya. Sebuah panorama indah ketika kita bisa melihat gunung sekaligus laut. Saat ada acara kemah, biasanya muridnya sering menginap di sana untu satu hingga dua malam.
Bukan hanya masalah panorama saja, tetapi cerita mengenai konservasi terumbu karang. Bagaimana tidak, di saat banyak tempat menitikberatkan pembangunan untuk kegiatan ekonomi saja, tetapi di Lenggoksono pembangunan dilakukan dengan empat pilar. Empat pilar tersebut adalah wirausaha (ekonomi), kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang mempertimbangan empat pilar tersebut. Satu pilar akan mempengaruhi pilar lainnya. Makanya, pembangunan di sekitar Lenggoksono bisa dijadikan contoh bagi daerah lain. Kebetulan, daerah ini medapatkan status Kampung Berseri Astra (KBA) sehingga pengembangannya bisa lebih maksimal.
Tentu, pembangunan empat pilar tersebut perlu diinisasi oleh sosok yang inspartif. Sosok tersebut tak lain adalah Agung Triono. Sosok muda yang menggerakkan empat pilar masyarakat Lenggoksono agar memiliki kehidupan yang lebih baik.
Ketika saya berada di sekitar Tirtoyudo, saya sering melihat potensi kelautan dan perkebunan yang luar biasa. Kadang, saya sangat terkesima dengan daerah tersebut karena bisa mendapatkan hasil laut dan kebun dengan jumlah cukup banyak. Akan tetapi, saya sering melihat potensi bagus tersebut tidak terkelola dengan baik.
Salah satunya adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap potensi wisatanya. Contoh paling dekat adalah banyak masyarakat sekitar yang masih bepergian ke pantai lain yang cukup jauh. Padahal, di wilayah mereka ada pantai bagus. Sekolah ibu saya sendiri malah sering pergi ke Pantai Balekambang padahal jarak dari Pantai Lenggoksono tak sampai 10 kilometer.
Masalah ini coba diatasi oleh Agung Triono. Ia mencoba untuk mengembangkan wisata di Lenggoksono dengan konsep ekowisata. Salah satunya adalah adanya kegiatan snorkeling di kawasan pantai. Kegiatan ini masih jarang dilakukan di wilayah pantai selatan.
Nah, dengan kegiatan snorkeling yang dikembangkan, maka masyarakat bisa melihat keindahan pantai di sana dengan kedalaman 2,5 meter. Melalui kegiatan tersebut, masyarakat diharapkan mampu memiliki rasa cinta kepada laut dan lingkungannya sehingga mereka tidak sembarangan membuang sampah ke laut. Pilar lingkungan yang berbarengan dengan pilar wirausaha pun bisa ditonjolkan di sini.
Potensi lain yang dikembangkan di sekitar Lenggoksono adalah konservasi terumbu karang dan ikan hias. Dengan jerih payah Agung Triono, kini masyakarat bisa belajar mengenai konservasi dua biota alam tersebut di Pantai Bolu-Bolu. Pantai ini masih berada di sekitar Lenggoksono.
Di area pantai tersebut, terumbu karang ditanam sedemikian rupa dengan melakukan transplantasi terumbu karang. Di sana juga terdapat area zona inti sebagai area konservasi terumbu karang. Dengan pola konservasi semacam ini, maka terumbu karang akan tetap hidup dan berkembang dengan baik.
Masalah sampah juga menjadi masalah yang penting. Saat menuju daerah di sekitar Tirtoyudo, saya sering melihat sampah berserakan dan baru dibakar. Pengelolaan sampah yang kurang baik seperti ini menjadi masalah lingkungan yang harus segera terpecahkan. Untungnya, masalah ini coba diurai oleh Agung Triono dengan daur ulang sampah anorganik menjadi bahan yang bisa digunakan. Beberapa contohnya adalah pot bunga dari botol plastik dan baju bekas, dan lain sebagainya.
Pilat edukasi tak kalah penting. Cerita ibu saya yang berkisah tentang anak putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya menjadi perhatian saya. Salah satu alasannya adalah kurang adanya keinginan untuk mengembangkan daerahnya sejak dini. Makanya, melalui kemah pramuka dan beberapa kegiatan lain, usaha untuk mengenalkan potensi wisata dan lingkungan kepada anak-anak juga penting.
Dalam beberapa kesempatan, Agung Triono juga memberi paparan dan motivasi mengenai pengelolaan kawasan pantai di sekitar Lenggoksono pada acara Persami di pantai. Setelah mendapatkan berbagai edukasi tersebut, maka diharapkan anak-anak memiliki keinginan kuat untuk mengelola daerahnya menjadi lebih baik. Usaha meningkatkan potensi daerah pun bisa berkelanjutan ke generasi berikutnya.
Pilar terakhir yang tak kalah penting adalah pilar kesehatan. Masih dari cerita ibu saya, banyak warga yang enggan datang ke posyandu. Salah satu alasannya adalah wilayahnya yang jauh dan kurang eratnya hubungan antara petugas kesehatan dengan warga.
Melalui KBA Lenggoksono, Agung Triono merlakukan beberapa inovasi. Salah satunya adalah kegiatan jalan sehat bersama. Melalui kegiatan jalan sehat, maka warga akan merasa ada keterikatan erat dengan petugas kesehatan atau kader Posyandu. Ketika mereka memiliki masalah kesehatan atau ingin berkonsultasi, mereka akan lebih mudah melakukannya. Tingkat kesehatan warga pun menjadi meningkat.
Itulah beberapa sumber inspirasi dari Kampung Berseri Astra (KBA) Lenggoksono Malang. Semoga usaha keras yang dilakukan oleh Agung Triono dan warga sekitar bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat di daerah lainnya.
Sumber:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H