Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Halte BRT Dekat Stasiun; Fasilitas 'Mewah' yang Begitu Dibutuhkan Penumpang Kereta Api

1 Juni 2023   08:00 Diperbarui: 1 Juni 2023   08:18 1590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Stasiun Purwokerto, semenjak pintu barat dibuka, kini penumpang bisa naik Trans Jateng dan Trans Banyumas dari Halte Pasar Pon. Jarak jalan kakinya pun tidak jauh hanya 200 meteran. Di pintu barat ini juga sangat sepi sehingga jarang sekali ada ojek pangkalan yang menjajakan jasanya.


Masalah muncul ketika saya berada di Surabaya. Jarak Halte Suroboyo Bus dan Trans Semanggi cukup berjauhan. Saya harus berjalan kaki sampai 500 meter lebih untuk menuju halte bus. Dari Stasiun Surabaya Gubeng Lama, halte terdekat adalah Halte Grand City menuju ke arah ITS. Jika ma uke arah barat, maka bisa menuju Halte Monkasel untuk naik feeder wira-wiri.

Jarak paling jauh harus saya tempuh ketika ingin naik Suroboyo Bus dari Stasiun Pasar Turi. Saya harus berjalan kaki sekitar 1 km agar bisa mencapai stasiun. Saking jauhnya, kadang saya berhenti sebentar untuk minum atau makan roti sembari menyelonjorkan kaki. Tak hanya untuk naik Suroboyo Bus, untuk naik ojek online dari Stasiun Surabaya Pasar Turi juga cuku jauh. Penumpang harus berjalan menuju SPBU Jalan Semarang yang menjadi titik aman penjemputan ojek online.


Alhasil, saya biasanya harus berkeringat lebih untuk bisa keluar dari Stasiun Surabaya Pasar Turi. Kaki rasanya mau copot saking jauhnya jarak antara stasiun dan halte. Beberapa kali saya harus mengalah dengan pengguna jalan lain seperti pemilik mobil ketika berjalan kaki. Tidak ada trotoar yang bisa digunakan untuk berjalan.

Halte paling dekat adalah Halte Feeder Wira-wiri di Stasiun Wonokromo. Haltenya berada tepat di titik aman penjemputan ojek online. Berada di seberang DTC, halte ini hanya berupa palang bus stop, tidak ada tempat duduk atau bangunan  halte yang layak. Penumpang harus berdiri di separator jalan tepat di bawah JPO. Walau hanya ala kadarnya, tetapi ini lebih baik karena jaraknya relatif dekat. Penumpang hanya perlu memantau posisi armada feeder terdekat dan bersiap untuk naik.


Memang harus diakui, halet dekat stasiun adalah sebuah kemewahan. Kalau pun ada, tak banyak penumpang mau menggunakannya. Alasannya mungkin karena mereka terburu waktu atau membawa barang dengan jumlah banyak.

Pihak PT KAI juga terbukti lebih mendukung penggunaan ojek online di stasiun dibandingkan kendaraan umum. Terbukti, aneka macam baliho mengenai ojek online sangat masif terpasang di pintu masuk dan keluar stasiun. Kontras dengan papan petunjuk transportasi umum yang sangat kecil, tidak jelas dan kurang update.

Bahkan, kini banyak sales ojek online yang berada tepat di pintu keluar stasiun. Mereka akan memberikan layanan prima agar penumpang bisa segera naik ojek online. Khusus untuk ojek mobil, titik penjemputan kini bahkan sudah tepat di pintu keluar stasiun.


Berbagai kemudahan tersebut memang sangat menarik tetapi perlu diingat, tidak semua penumpang mampu untuk membayar biaya ojek online. Masih banyak penumpang yang berharap bisa naik kendaraan umum menuju tempat yang mereka inginkan.

Pihak PT KAI juga belum memberikan informasi yang jelas mengenai angkutan umum lanjutan. Ketika ada layanan malam Pelabuhan di Stasiun Semarang Tawang, tak banyak penumpang yang tahu. Kala saya mencobanya, saya menjadi penumpang satu-satunya. Banyak penumpang yang memilih untuk naik ojek online padahal jalan kakinya juga cukup jauh menuju titik penjemputan.

Jika ditelisik lebih dalam, angkutan umum yang memadai adalah hak dasar bagi seluruh warga, terutama bagi penumpang kereta api. Jika hak ini tidak dilaksanakan dengan baik, apakah memang warga harus merogoh kocek yang dalam untuk bisa menggunakan layanan milik swasta? Belum lagi potensi kemacetan yang menghadang, tentu masalah integrasi transportasi ini memang seharusnya menjadi sebuah masalah serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun