Melalui tulisan ini, saya mengaku pernah malas menulis di Kompasiana karena terkendala teknis berupa susahnya memberi caption gambar dalam tulisan yang membuat waktu menulis saya menjadi lebih banyak dan jujur menurunkan semangat saya menulis. Untungnya, admin Kompasiana mau mendengar masukan saya dan kini saya bisa menulis caption gambar kembali dengan mudah sehingga semangat menulis saya pun bangkit.
Kembali ke masalah Kompasiana Award, memang harus diakui bahwa penghargaan ini cukup bagus untuk memacu semangat para Kompasianer yang memiliki ketertarikan menulis di bidang tertentu. Penghargaan ini harus diakui menjadi salah satu penghargaan bagi para blogger yang cukup prestisius saat ini di tengah gempuran media lain seperti You Tube, Tik Tok, dan lain sebagainya. Jika seperti kontes kecantikan, maka Kompasiana Award bisa dikatakan masuk dalam grand slam pageant. Kompasiana cukup apik tetap merawat ajang ini hingga bertahun-tahun lamanya. Meski, dalam perjalanannya juga kerap diwarnai kontroversi.
Barangkali, masuknya saya dalam nominasi akan memunculkan kontroversi karena alasan saya jarang menulis dan jarang berinteraksi tadi. Untuk itulah, pada tulisan kali ini, izinkan saya memberi sekadar usul untuk kegiatan Kompasiana Award tahun selanjutnya.
Setiap tahun, ada 5 nomine tiap kategori diantara sekian ribu Kompasianer yang menulis. Saya mengapresiasi pada Kompasiana yang pada tahun ini menambah dua kategori baru, yakni Best Student dan Best Tecaher. Artinya, ada keinginan dari Kompasiana untuk memberi ruang lebih pada Kompasianer untuk unjuk gigi.
Namun, jika boleh usul, perhelatan ini bisa mengadopsi format kontes kecantikan semacam Miss Universe dalam penentuan pemenangnya. Bukan karena saya memang penggemar kontes kecantikan, tetapi siapa tahun usulan ini bisa dipertimbangkan.
Dalam Miss Universe, biasanya akan dipilih semifinalis sejumlah 20/16/15 peserta. Semifinalis ini akan bertanding pada babak kontes baju renang atau swimsuit competition. Tentu, Kompasianer tidak akan melakukan kompetisi baju renang yang akan menimbulkan demo di depan Kantor Kompasiana.
Pihak Kompasiana bisa memilih 20/16/15 nomine tiap kategori untuk disaring ke babak selanjutnya. Penyaringan ini bisa dilakukan dengan meminta nomine menulis artikel terkait kategori mereka. Semisal, untuk fiksi maka mereka harus membuat cerpen/puisi dan seterusnya. Nantinya, dari babak 10 besar, biasanya akan disaring ke babak 10 besar. Satu tempat dari babak 10 besar akan diisi oleh nomine dengan voting tertinggi. Jadi, voting tetap dilakukan untuk menentukan satu spot nomine yang masuk babak 10 besar.
Pada Miss Universe, babak 10 besar biasanya mempertandingkan kompetisi gaun malam. Dibandingkan kompetisi baju renang, tentu kompetisi gaun malam jauh lebih sulit karena sang peserta harus memakai baju dengan desain sekreatif mungkin. Nah, pada babak 10 besar, Kompasianer yang terpilih bisa diminat untuk membuat video terkait kategori mereka. Semisal, untuk opini maka mereka bisa memberi opini terhadap isu tertentu. Untuk fiksi bisa membuat video musikalisasi puisi. Untuk citizen journalism bisa membuat video reportase tertentu. Kalau tidak video, maka mereka bisa diminta menulis lagi terkait topik tertentu sesuai kategori mereka. Tentu, dengan tantangan yang lebih sulit.
Dari babak 10 besar, maka peserta bisa disaring ke babak 5 besar seperti saat ini. Sama dengan fromat sebelumnya, 1 Kompasianer yang masuk babak 5 besar bisa dipilih dari voting sedangkan 4 sisanya dari pilihan juri.