Suasana Terminal Porong di Sabtu pagi menjelang siang itu tampak ramai.
Riuh para calon penumpang BRT Trans Jatim memenuhi ruang tunggu terminal dan halte bus tersebut. Bukannya tambah surut, semakin siang jumlah calon penumpang yang datang makin banyak.Â
Rombongan ibu-ibu PKK atau dasa wisma, keluarga besar, anak-anak muda, dan lansia tumpek blek menjadi satu di terminal yang tak jauh dari pusat semburan Lumpur Lapindo tersebut.
Hari itu adalah pekan pertama aturan berbayar pada layanan BRT Trans Jatim. Sebelumnya, pihak pengelola Trans Jatim menggratiskan seluruh perjalanan bus, baik dari arah Sidoarjo maupun Gresik.Â
Kala itu, antusias masyarakat di Kawasan Surabaya Raya sangat besar. Bahkan, hampir setiap bus yang melintas dari pagi hingga malam terisi penuh oleh penumpang. Semua ingin mencoba hal baru yang bernama BRT Trans Jatim tersebut. Sesuatu yang sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat di DKI Jakarta, DIY, dan Jawa Tengah.
Meski sudah berbayar, nyatanya jumlah calon penumpang BRT Trans Jatim semakin lama semakin banyak di Terminal Porong.Â
Tak hanya warga Porong saja, sebagian calon penumpang berasal dari Gresik, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, bahkan Malang.
Mereka ingin merasakan bagaimana naik bus dengan pelayanan prima tetapi dengan harga murah. Cukup dengan membeli tiket seharga 5 ribu rupiah saja, mereka bisa menikmati fasilitas di dalam bus yang nyaman. Mulai dari AC yang dingin, kursi yang empuk, kondektur yang ramah, hingga pengalaman perjalanan yang tak terlupakan.
Mereka juga bisa berjalan-jalan di beberapa tempat yang dilewati oleh bus ini. Mulai dari pusat perbelanjaan, pasar, museum, dan beberapa tempat lain yang sebelumnya tidak bisa dijangkau dengan angkutan umum. Kadang, mereka juga tidak berniat untuk pergi ke tempat-tempat tersebut dan hanya berputar-putar saja untuk kembali ke tempat semula.
Seorang petugas Trans Jatim memberikan nomor antrean kepada calon penumpang. Nomor ini berisi kertas dari angka 1 hingga 20. Angka 20 menunjukkan jumlah calon penumpang maksimal yang akan diangkut oleh satu buah bus.Â
Pihak Trans Jatim membatasi jumlah penumpang yang berangkat dari terminal tersebut hanya 20 orang saja. Lantaran, untuk memberikan kesempatan bagi para penumpang lain yang naik dari halte sepanjang rute Trans Jatim.
Para calon penumpang mulai antre dengan tertib. Petugas Trans Jatim terus mengingatkan pada mereka agar tidak perlu cemas karena semua penumpang yang naik dari Terminal Porong dipastikan akan mendapatkan tempat duduk. Tidak akan ada penumpang yang berdiri karena jumlah penumpang tersebut sesuai dengan jumlah kursi yang terdapat pada bus Trans Jatim.
Ketika sebuah bus datang di halte, maka penumpang yang berada di dalam halte akan langsung masuk ke bus untuk menunggu waktu keberangkatan. Sedangkan, penumpang yang antre di tangga dan ruang tunggu terminal akan bergantian masuk ke halte untuk menunggu bus yang datang lagi. Jeda waktu antara satu bus dengan bus lain sekitar 15-30 menit.
Antusiasme masyarakat yang besar ini menjadi bukti bahwa sebenarnya masyarakat Jawa Timur butuh transportasi umum. Sayang, pembangunan transportasi umum yang berkelanjutan dan bisa diandalkan bukan menjadi prioritas wilayah ini. Padahal, Jawa Timur menyumbang sekitar 13-15% PDB nasional. Artinya, wilayah ini menjadi satu pusat ekonomi penting di Indonesia di bawah DKI Jakarta.
Sebagai pusat ekonomi, Jawa Timur semestinya sudah memiliki transportasi umum yang baik dan terintegrasi. Bisa menghubungkan kota-kota penting terutama kota pusat industri dan perdagangan. Nyatanya, transportasi umum seakan jalan di tempat.
Walau sedikit terlambat, adanya Trans Jatim menjadi sebuah oase bagi permulaan untuk penataan transportasi umum.Â
Jika pada 2022 ini Trans Jatim baru memulai koridor 1, maka tetangga Jatim yakni Jateng sudah melaju dengan 6 koridornya. Bahkan, Trans Jateng akan membuka koridor 7 yang mengaspal dari Solo ke Wonogiri.
Lantaran sudah melaju lebih dulu, maka ada baiknya Trans Jatim "berguru" kepada Trans Jateng mengenai berbagai aspek operasional agar mampu melayani penumpang dengan baik. Walau tentu ada beberapa kelemahan, tetapi setidaknya setelah 5 tahunan beroperasi sejak 2017, Trans Jateng sudah memiliki kepercayaan publik. Jumlah penumpang yang meningkat tiap tahun dan pembukaan koridor baru adalah bukti nyatanya.
Salah satu pelajaran yang bisa diambil oleh Trans Jatim dari Trans Jateng adalah upaya untuk melayani tiga penumpang prioritas. Mereka adalah pelajar, buruh, dan veteran. Trans Jateng benar-benar pro terhadap ketiga jenis penumpang tersebut dengan harga tiket yang sangat murah yakni 2.000 rupiah saja. Dengan menunjukkan kartu pelajar/kartu buruh/kartu veteran, para penumpang bisa menaiki Trans Jateng dengan nyaman.
Bahkan, Trans Jateng juga memodifikasi rute mereka pada jam-jam pergi dan pulang kerja melewati pabrik atau kawasan industri. Semisal, pada koridor Semarang-Kendal yang melewati daerah Industri Kendal pada jam tertentu.Â
Dengan pola operasional ini, maka diharapkan para buruh yang bekerja bisa terlayani dengan tiket yang murah. Pengeluaran mereka terhadap transportasi bisa ditekan terlebih saat ini harga BBM baru saja naik.
Sayangnya, pola operasioanal seperti ini tidak dilakukan oleh Trans Jatim. Bukannya melewati daerah yang padat industri, Trans Jatim malah lewat Jalan Tol. Salah satu daerah yang padat industri di sekitar rute Trans Jatim adalah daerah Gedangan, Sidoarjo.Â
Aneka pabrik berdiri dan dipenuhi oleh para buruh yang bekerja setiap harinya. Kemacetan juga sering terjadi terutama pada jam-jam sibuk.
Apesnya, Trans Jatim langsung masuk ke Tol Sidoarjo-Surabaya setelah melewati pusat Kota Sidoarjo. Padahal, banyak sekali permintaan penumpang untuk bisa melewati Gedangan, terutama para pekerja yang setiap hari pulang-pergi di daerah tersebut.
Salah satu alasan yang menjadikan Trans Jatim tidak melewati daerah itu adalah karena saling bersinggungan dengan rute angkot lyn dari Sidoarjo ke Joyoboyo Surabaya.Â
Angkot berwarna kuning ini sudah melegenda membawa penglaju dari Sidoarjo menuju Surabaya. Padahal, angkot tersebut bisa dijadikan feeder atau pengumpan Trans Jatim. Entah bagaimana prosesnya nanti, yang jelas sayang sekali jika keberadaan Trans Jatim tidak begitu berdampak pada para buruh di daerah Gedangan dan keberadaan sopir angkot warna kuning.
Ketertinggalan Jawa Timur dalam penataan transportasi umum juga terlihat dari perilaku penumpang Trans Jatim yang akan naik atau turun. Meski sudah banyak yang paham jika bus hanya berhenti di halte, tetap saja ada penumpang yang mencoba untuk menyetop bus di sembarang tempat. Mereka melambaikan tangan seolah bus ini sama dengan bus lain.
Tidak hanya itu, mengenai pengecekan posisi bus pada aplikasi juga belum diketahui oleh banyak penumpang. Barulah, ketika kondektur bus menerangkan dengan detail, mereka akhirnya paham. Tak perlu risau menunggu bus karena posisinya sudah akan diketahui dengan jelas pada aplikasi.
Pengoperasian bus Trans Jatim di Terminal Porong rupanya juga membawa berkah bagi masyarakat sekitar. Warung makan dan minum mulai buka.Â
Beberapa warung tampak dicat dan ditata ulang oleh pemiliknya. Ada juga yang memasang spanduk berisi menu yang akan mereka jual. Pun demikian dengan para pedagang makanan lain seperti cilok, tela-tela, tempura, minuman kemasan, dan lainnya.
Mereka mulai kebagian rezeki atas pengoperasian bus Trans Jatim ini karena para penumpang, baik dari Gresik dan Surabaya mulai lapar setelah menempuh perjalanan jauh. Salah satu yang menjadi favorit adalah pedagang bakso. Para penumpang cukup banyak yang membeli dan memakannya sambal lesehan.Â
Sedikit demi sedikit, adanya transportasi umum ini membuka jalan peluang ekonomi bagi daerah Porong yang mati suri akibat dihantam luapan Lumpur Panas Lapindo.
Satu hal yang cukup mengganjal adalah tidak adanya halte yang dekat dengan wisata Lumpur Lapindo. Memang ada sebuah halte bernama halte Gedang tetapi lokasinya masih jauh dari pintu masuk wisata tersebut. Padahal, bus dari arah Gresik melewati lokasi wisata ini sebelum berbelok ke Jalan Arteri Porong. Semoga saja, selain evaluasi agar bisa lewat Gedangan, bus Trans Jatim juga berhenti di wisata Lumpur Lapindo. Masyarakat yang tertarik untuk berwisata ke sana bisa lebih mudah.
Memulai sesuatu hal baik memang susah terlebih jika banyak kendala yang terjadi. Namun, jika tak segera memulai, niscaya kesulitan itu akan jauh lebih sulit lagi. Walau belum sebulan berjalan dan evaluasi belum bisa dilakukan, tetapi saya yakin Trans Jatim akan semakin diminati.Â
Semoga koridor 2Â (Surabaya-Mojokerto), koridor 3 (Mojokerto-Pasuruan), dan koridor 4 (Malang Raya) segera dibuka. Demikian pula wilayah di Jawa Timur lainnya karena Jatim tidak hanya seputaran Surabaya saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI