Aturan baru ini juga dilakukan tanpa adanya survey menyeluruh terhadap kondisi di lapangan. Berapa banyak pengguna Suroboyo Bus yang sudah mengumpulkan sampah botol plastik dan belum bisa menggunakannya dalam waktu dekat. Berapa banyak para pengguna Suroboyo Bus yang berasal dari kalangan menengah ke bawah bergantung pada voucher fisik atau kertas sebagai alat pembayaran mereka.
Setelah aturan pembayaran sampah di dalam bus dicabut, maka aturan ini dirasa semakin mempersulit pengguna Suroboyo Bus.Â
Jika benar diterapkan dan banyak pengguna Suroboyo Bus akan kecewa dan beralih kepada kendaraan pribadi. Mereka merasa poin plus berupa pembayaran mudah dengan sampah botol plastik tidak lagi ada. Kalau lebih praktis dengan menggunakan kendaraan pribadi, kenapa harus naik Suroboyo Bus?
Tidak hanya itu, belum maksimalnya tempat penukaran sampah botol plastik juga membuat orang enggan untuk menukarkan sampah botol plastiknya.Â
Mereka juga akan lebih memilih memberikan sampah botol plastiknya kepada para pemulung atau bahkan menjualnya langsung kepada pengepul sampah. Toh lumayan juga harga satu botol plastik jika dijual langsung ke pengepul.
Dulu, Suroboyo Bus juga memiliki mesin press botol yang bisa digunakan sebagai penukaran sampah botol plastik. Mesin ini terpasang di dalam bus dan sering tidak bisa digunakan.Â
Akhirnya, mesin-mesin tersebut dicopot karena memang tidak berfungsi. Padahal, dengan adanya mesin tersebut, proses pembayaran Suroboyo Bus dengan sampah botol plastik bisa lebih optimal.
Semoga saja pihak Suroboyo Bus mengkaji ulang aturan ini. Melihat kekecewaan dari para pengguna menandakan ada kepercayaan yang hilang padahal sudah susah payah diraih selama ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H