Atas alasan inilah, maka saya lihat Suroboyo Bus hanya ramai pada saat weekend atau hari libur saja. para penumpangnya kebanyakan adalah para keluarga yang mengajak serta anak-anak untuk naik Bus Tayo, julukan bagi bus ini.Â
Suroboyo Bus pun kemudian menjelma sebagai sebuah transportasi wisata yang mulai kehilangan maknanya sebagai transportasi umum. Saya pun juga akhirnya ikut-ikutan menggunakan transportasi ini jika ingin melakukan healing di Kota Surabaya.
Padahal, Surabaya menyimpan sebuah masalah besar pada sistem transportasinya. Kota ini belum memiliki sistem transportasi andal yang bisa digunakan. Angkot yang masih mengaspal pun tak banyak diminati warga.Â
Kereta komuter yang melaju ke kota penyangga juga belum banyak memberikan manfaat. Makanya, BRT seperti Suroboyo Bus ini sebenarnya menjadi kunci dari masalah transportasi.
Armada yang Kurang Jadi Penyebab Utama
Armada yang kurang menjadi salah satu penyebab utama belum efektifnya perjalanan Suroboyo Bus. Kadang, calon penumpang Suroboyo Bus perlu waktu menunggu hingga 1 jam demi mendapatkan satu buah bus.Â
Rute MERR-Kenjeran adalah salah satu rute yang paling lama waktu tunggunya. Sebelum adanya Trans Semanggi Suroboyo, kadang penumpang harus menunggu lama. Akhirnya, tak banyak penumpang yang mau naik dan bus hampir selalu dalam keadaan kosong.
Tempat pemberhentian alias halte dan bus stop yang belum memadai juga menjadi salah satu masalah. Ada beberapa halte yang menurut saya kondisinya tidak layak semisal Halte PTC. Halte ini berada dekat dengan pusat perbelanjaan Pakuwon Mall.
Opsi Pembayaran yang Belum Bisa Diterima Semua Orang
Nah yang menjadi salah satu kekurangan dalam Suroboyo Bus adalah sistem pembayarannya. Sistem ini pernah dikritik habis-habisan karena penumpang harus menyediakan sampah botol plastik untuk naik ke dalam bus.Â