Ternyata, ada sebuah badan milik Pemkot bernama Pusat Layanan Autis (PLA) yang bisa membantu siswa ABK untuk mendapatkan terapi. Kalau tidak salah saat itu ada sekitar 20 siswa yang berangkat bersama-sama dengan orangtua mereka. Di sana, mereka diberikan terapi seperti terapi bermain, terapi perilaku, terapi wicara, fisioterapi, dan beberapa terapi lain.
Setelah mendapatkan beberapa kali terapi, ada beberapa diantara mereka yang diberikan rekomendasi untuk berpindah sekolah ke sekolah inklusi. Ada juga yang masih diperbolehkan bersekolah di sekolah kami tetapi tetap melanjutkan beberapa kali terapi. Tergantung dari kondisi masing-masing siswa.
Berkaca dari pengalaman ini, pemahaman masyarakat mengenai pendidikan anak inklusi atau mereka yang memiliki kebutuhkan khusus ternyata masih perlu dibenahi.Â
Memaksa mereka bersekolah di sekolah umum tanpa adanya pendampingan atau terapi bagi saya sama saja merampas hak pendidikan mereka. Ada banyak cara untuk memahamkan masyarakat seputar masalah ini.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menyasar Taman Kanak-Kanak (TK) sebagai awal gerakan. Kegiatan siswa TK dengan gurunya yang peduli dan paham dengan kondisi siswanya akan lebih tahu kira-kira siapa saja diantara siswanya yang berpotensi untuk masuk ke sekolah inklusi.Â
Sebagai informasi, pemerintah kini sudah membangun banyak sekali sekolah inklusi meski banyak diantaranya masih menempati satu gedung dengan sekolah reguler.
Nah, dengan memberikan pemahaman pada guru TK, nantinya mereka akan memberikan rekomendasi kepada orangtua yang akan memasukkan anaknya ke jenjang SD. Biasanya, orangtua akan bertanya kepada guru TK sekolah mana yang bisa dituju.Â
Jika guru TK tahu ada siswa yang berpotensi harus bersekolah di sekolah inklusi, maka mereka bisa menjadi garda terdepan untuk memberikan pemahaman yang baik kepada orangtuanya agar melakukan tes psikologi dahulu sebelum menyekolahkan anaknya ke sekolah umum.
Gambaran lebih jelas memang harus dimiliki oleh guru TK sebelum memberikan saran agar orangtua bisa menerima dengan baik. Karena jujur, masih banyak orangtua yang tidak bisa menerima kondisi putra mereka yang diberikan karunia Tuhan semacam itu.Â
Maka dari itu, pemahaman guru TK mengenai pendidikan inklusi di jenjang SD dan seterusnya amat penting. Meski sayang, dengan kondisi pandemi semacam ini, peran guru TK tentu amat terbatas.
Setelah bergerak di jenjang TK, pemahaman ini bisa berlanjut ke jenjang SD. Pemahaman ini bisa dimulai saat pendaftaran siswa baru. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memberikan informasi mengenai sekolah inklusi. Ya, hanya memberikan informasi semisal memberikan selebaran atau pamflet. Ini tak lepas dari tidak bolehnya ada tes saat PPDB SD Negeri.