Menu ayam gorengnya, yang sebenarnya sama dengan ayam goreng lain bahkan digadang-gadang setara dengan menu nasi gudeg. Rasanya belum ke Jogja jika belum makan di restoran cepat saji tersebut.
Keistimewaan restoran cepat saji tersebut sebenarnya bukan karena harga murah dan rasanya yang lumayan. Namun, ketersediaan dan kenyamanan konsumen saat membeli adalah alasan lain. Konsumen datang, ingin makan ini atau ingin membungkusnya, menu itu sudah ada. Mereka tak perlu menunggu lama.
Di Malang, ada beberapa restoran cepat saji semacam ini yang juga masih eksis. Restoran ini bahkan menjadi tempat favorit para mahasiswa untuk mengerjakan tugas karena menyediakan coworking space secara gratis dengan hanya membeli menunya.
Standar pelayanan pun hampir setara dengan restoran cepat saji. Ketika saya memesan menu yang cukup aneh, seperti burger double atau menu saus keju dan BBQ, menu ini pun selalu tersedia.Â
Mereka juga menyediakan tempat makan yang nyaman untuk digunakan. Kunci inilah yang menjadi salah satu kesuksesan sebuah restoran cepat saji yang menjual harga di bawah restoran berjaringan besar.
Adanya pandemi semakin memukul usaha restoran cepat saji terutama yang menjual ayam goreng.Â
Beberapa yang masih bertahan adalah mereka yang hanya melayani pemesanan take away dan tidak menyediakan tempat makan.Â
Mereka berfokus pada rasa enak, harga murah, dan menu yang terus ada. Jika menu yang didapat konsumen tak sebanding dengan ekspektasi, maka konsumen akan memilih untuk memasak ayam goreng di rumah saja sambil menerapkan protokol kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H