Biasanya, saat sedang riweh ngeprint di ruang TU ketika jam kosong di hari Senin-Selasa, saya  kerap menemui Bapak Ibu Guru yang akan izin keluar sekolah. Uniknya, saya yang dianggap tangan kanan sang Kepala Sekolah kerap dimintai kode apakah kira-kira izin mereka akan diberikan. Kalau Bapak KS sedang akan meminta rapat pada jeda jam istirahat, saya biasanya meminta mereka mengurungkan niat dahulu.
Lantaran, Bapak KS tidak suka jika ada rapat mendadak sang guru tidak bisa hadir karena urusan pribadi. Kalau sedang longgar, maka beliau akan senang hati memberi izin dengan keterangan lengkap kapan sang guru akan kembali dan apakah kondisi kelas sudah tertangani dengan baik.
Meskipun saya cukup dekat dengan Kepala Sekolah, itu bukan berarti saya juga bisa keluar-masuk seenaknya sendiri untuk urusan pribadi. Saya masih menghargai beliau sebagai atasan saya.Â
Biasanya, saya izin makan siang sebentar pada saat selesai mengajar dan menunggu waktu pulang. Atau, jika ada jam kosong pada jadwal pelajaran terakhir, saya juga menggunakan kesempatan itu sembari mengambil surat atau keperluan lain. Jika waktunya mendesak, maka makanan sering saya bungkus dan saya makan di kelas.
Untunglah, Bapak Kepala Sekolah biasanya paham karena saya juga butuh istirahat sebentar untuk makan dan salat. Beliau bahkan mengingatkan saya untuk makan tepat waktu karena mengerti saya memiliki penyakit GERD. Kalau saya sakit karena makan terlambat, yang rugi juga beliau.
Masalahnya, jika saya keluar sekolah dan masih memakai seragam lalu makan di warung, kadang pikiran saya tidak bisa plong. Selain sering dilihat oleh orang sekitar, beberapa wali murid juga pernah memergoki saya di warung tersebut. Meski tidak menggunjingkan secara langsung, tetapi saya juga tidak enak hati. Apalagi mereka tidak tahu kondisi saya sedang break mengajar dan kebetulan ada tugas dinas luar sekolah.
Makanya, pada suatu kesempatan, saat saya harus meninggalkan siswa di kelas atau saat jam kosong, saya biasanya memberi tahu kepada siswa saya tentang keperluan saya.Â
Saya memberikan pengertian bahwa karena urusan yang benar-benar mendadak, maka saya harus pergi. Saya juga mengatakan bahwa akan datang kembali ke sekolah setelah urusan saya selesai dan ishoma. Kepergian saya juga telah mendapat izin dari Bapak Kepala Sekolah. Kebetulan, siswa saya sudah kelas 5 dan cukup mengerti akan hal ini.
Pemahaman ini paling tidak menjadi acuan pendidikan karakter sederhana di sekolah. Siswa memang dilatih sejak dini agar displin, termasuk tidak meninggalkan kelas seenak sendiri. Lalu, bagaimana mereka melihat sang guru yang keluar-masuk sekolah? Sudahkah ada pemahaman mengenai hal ini?
Dalam sebuah kesempatan pelatihan bersama dengan guru sekolah lain, ada seorang guru senior yang berkeluh kesah tentang beberapa guru juniornya yang seenaknya sendiri keluar-masuk sekolah. Mereka pergi ke warung untuk makan dan merokok pada jam kosong.Â
Yang membuat miris adalah perilaku mereka diketahui oleh beberapa siswa kelas kecil (kelas 1,2,3) yang kebetulan sudah pulang sekolah dan berada di warung tersebut. Tentu, tindakan ini cukup menciderai nama baik sekolah tersebut.Â