Saya masih memilih candi-candi kecil untuk menemani liburan saat ini.
Selain sepi karena tak banyak pengunjung, aturan ketat yang biasanya diberikan oleh pengelola candi membuat hati saya menjadi lebih tenang. Atas alasan itulah, selepas turun dari bus Trans Jateng, saya pun berjalan kaki keluar dari Terminal Borobudur.
Memesan ojek daring saya lakukan untuk menghindari zona merah. Tujuan saya pada liburan singkat hari itu adalah Candi Mendut dan Candi Pawon. Dua candi ini berada tidak jauh dari Candi Borobudur.Â
Meski dekat dan saya beberapa kali ke Candi Borobudur, saya belum pernah sama sekali mengunjunginya. Bahkan, Candi Mendut yang saya lewati kala menuju Candi Borobudur pun tak pernah saya jejaki.
Tidak masuk dalam paket liburan Candi Borobudur membuat dua candi ini kerap terabaikan. Saat masih mengajar dulu dan mendampingi siswa saya liburan, operator wisata lebih memilih memasukkan wisata belanja dibandingkan tur ke candi ini.Â
Padahal menurut saya, dengan berhenti sekitar 30 menit saja, mendatangi dua candi ini sebagai tujuan tidaklah masalah. Toh masih ada banyak waktu yang terisisa.Â
Makanya, ketika siswa sekolah berlibur ke Borobudur, mereka tidak tahu bahwa ada dua candi lain yang jika ditarik garis lurus letaknya masih segaris dengan candi terbesar di dunia tersebut.
Saya memutuskan naik ojek daring karena lumayan capek juga jika berjalan kaki. Apabila saya datang bersama rombongan, lebih asyik sebenarnya naik delman atau menyewa mobil VW yang kini mulai ngehits di sekitaran Candi Borobudur.Â
Tak apalah, ojek daring sudah menjadi penyelamat di mana pun dan kapan pun. Saya pun tiba di Candi Mendut tak sampai 5 menit dari area Terminal Borobudur.
Baru turun dari sepeda motor dan memberi rating sang driver, saya langsung didatangi oleh seorang ibu-ibu paruh baya dengan menenteng empat buah kaos bergambar Candi Mendut.Â
Ia meyakinkan saya untuk membeli kaos yang dijualnya. Hampir tiga kali tawaran itu saya tolak karena saya ingin masuk ke candi dulu. Meski begitu, ia masih kekeuh agar saya bisa melihat kembali barang dagangannya selepas menikmati candi.Â
Saya hanya tersenyum. Sungguh tidak enak sekali menolak ibu-ibu yang sudah cukup hopeless dengan minimnya pengunjung candi itu. Namun, bagaimana lagi, saya pergi dengan uang terbatas.
Saya tak langsung masuk ke pelataran candi karena memotret vihara dulu yang berada di dekat pintu masuk. Vihara ini masih tampak sepi meski baru saja dilaksanakan perayaan Trisuci Waisak.Â
Selepas memotret, saya langsung menuju kamar mandi karena sudah hampir 2 jam menahan hasrat buang air kecil karena naik Trans Jateng.
Si Bapak langsung semangat dan berdiri sambil memberikan informasi mengenai fasilitas ponten yang bisa saya gunakan.Â
Mulai BAK, BAB, bahkan mandi atau beristirahat sejenak. Barangkali beliau melihat saya membawa tas besar sehingga membutuhkan fasilitas tersebut.Â
Saya memaknainya dengan kegembiraan karena akhirnya setelah sekian lama ada juga pengunjung yang datang ke candi itu.
Terutama, di sekitar kios oleh-oleh yang berderet sebelum pintu masuk. Saya tiba-tiba jadi kepikiran berapa ya pendapatan yang pedagang dapatkan saat kondisi sepi begini. Apa pemerintah sudah memberikan bantuan pada mereka?
Tiket yang harus saya bayar adalah 10.500 rupiah, tiket ini termasuk tiket terusan menuju Candi Pawon. Selepas membeli tiket, saya mulai menyusuri bagian candi berbentuk dasar kubus hampir sempurna itu.
Mula-mula, saya menuju selasar candi yang berada di bagian barat. Mata saya tertarik pada bagian pangkal tangga yang terdapat relief bergambar naga. Relief ini cukup jelas terbaca karena ada binatang seperti singa pada bagian mulut naga tersebut. Naga makan singa?
Makna yang sangat dalam jika dilihat pada masa sekarang. Candi ini kerap menjadi ikon anak-anak SD yang bermain di selasar candi yang begitu meriah.Â
Pemandangan ini saya jumpai dari balik kaca bus yang mengantarkan rombongan saya dan murid sekolah saya dulu. Saya hanya bisa menatap nanar andai kata murid-murid saya bisa juga memaknai candi ini.
Asli, jiwa pageant lover saya meronta-ronta. Sungguh ingin sekali bisa melakukan pemotretan dengan baju beskap atau batik sembari melakukan catwalk ala-ala Puteri Indonesia Jawa Tengah di sana dan berteriak seperti:
Jihane Almira Chedid.... Aktris..... Jawaaaaaa Tengaaaaah....
Sayang, saya sendirian dan suasana cukup panas. Ilusi tersebut pun saya kubur dalam.
Sepanjang jalan menuju candi ini, saya menemui banyak kandang kuda. Ini menandakan bahwa penduduk di sekitarnya adalah para kusir yang menjajakan jasa di Candi Borobudur.Â
Tak hanya itu, beberapa kafe dan toko cindera mata juga tampak berjajar rapi meski saat ini mereka juga tak banyak pembeli.
Maklum, sehabis berkeliling tadi saya mulai haus dan meneguk air putih sebentar. Tiket masuk dari Candi Mendut pun saya berikan sehingga saya langsung diperbolehkan masuk.
Tak banyak kegiatan yang saya lakukan di candi ini karena dilarang untuk naik. Saya hanya memotret candi dari balik pohon yang kerap menjadi favorit saya.Â
Kegemaran saya memang mengumpulkan foto candi yang saya ambil dari balik pohon. Entah, saya merasa keanggunan bangunan candi tersebut akan semakin paripurna jika sedikit tertutup dahan dan daun pohon yang rimbun, eksotik dan menawan.
Penggambaran ini dimaknai dengan adanya seorang raja diyakini telah mencapai tingkatan sosok yang mendedikasikan diri demi alam semesta tersebut. Melihat keunikannya ini, saya mengandaikan jika bisa datang bersama siswa saya.Â
Tentu, saya bisa bercerita bahwa arsitektur candi tidak harus strict bercorak Hindu atau Buddha tetapi bisa gabungan dari keduanya. Candi ini adalah contohnya yang juga melambangkan kerukunan antar umat beragama.
Saya yakin mereka menyewa delman tersebut dari kompleks Candi Borobudur. Mereka bertanya apa yang menarik dari sebuah candi yang kecil.Â
Mereka hanya memotret sebentar dan bilang "oh"Â ketika sang kusir menjelaskan. Tanpa ada ketertarikan untuk turun dan menjejakinya sebentar.
Bagi saya, memaknai Candi Borobudur memang tetaplah hal utama karena menjadi situs warisan dunia. Akan tetapi, memaknai Candi Borobudur akan semakin paripurna jika diiringi pula dengan dua candi di dekatnya.
Semoga dua candi ini lebih banyak dikunjungi bersamaan dengan harapan penurunan kasus covid-19 yang menggila di Jawa Tengah. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H