Dua nasib berbeda dialami oleh dua ritel perbelanjaan, Giant dan Superindo.
Di saat Superindo masih eksis melayani para pembelinya, nasib berbeda dialami oleh Giant. Satu per satu gerai Giant pun tutup dan akhirnya seluruh gerainya ditutup pada Juli tahun ini. Gerai yang sudah lama melayani para pembeli itu pun akhirnya harus menyudahi eksistensinya di dunia bisnis. Giant pun, sang raksasa hypermarket ambruk.
Terbaru, ada dua dua buah Giant di Malang yang mengobral barang besar-besaran lantaran tidak lagi mengambil stok. Barang pun diobral dari 10 hingga 90 persen tergantung jenis barang.
Rak-rak yang biasanya penuh terisi oleh berbagai barang kebutuhan pokok mulai kosong. Ibarat kata, Giant sedang menuju napas terakhirnya.
Ambruknya Giant pada tahun ini merupakan lanjutan dari penutupan gerai besar-besaran pada tahun 2019. Kala itu, ada dua gerai besar Giant di Malang yang tutup, yakni di Sawojajar dan Kacuk.
Padahal, dua gerai Giant tersebut bisa dikatakan menjadi salah satu semi pusat perbelanjaan di pinggir kota.
Tak hanya ada gerai Giant, di sana pun banyak permainan anak-anak, pijat refleksi, restoran cepat saji, hingga food court. Kedua bangunan gerai tersebut pun terbengkalai cukup lama sebelum digunakan sebagai toko bangunan.
Kini, ada dua gerai Giant yang kembali tutup di Malang yakni gerai di Pulosari dan gerai di Mall Olympic Garden. Penutupan dua gerai ini bagi saya amat mengejutkan karena sebelumnya keduanya merupakan jujugan bagi masyarakat yang memenuhi kebutuhan pokok.
Berbalik dengan Giant, gerai Superindo pun tumbuh bak cendawan di musim hujan. Malah, saya baru tahu ada 3 gerai Superindo yang baru di Malang.
Ketiga gerai tersebut pun juga lumayan ramai dikunjungi oleh pembeli setiap hari. Bahkan tak jarang, ketika hari Minggu,kasir gerai tersebtu dijejali oleh pembeli yang antre dengan barang belanjaannya masing-masing.
Lalu, apa yang menyebabkan dua hypermarket tersebut bisa berbanding terbalik?
Kali ini, sebagai salah satu masyarakat yang sering berbelanja di dua gerai itu, ada beberapa hal yang mendasarinya. Ini hanya pendapat pribadi bisa saja tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ahli ekonomi.
Superindo memiliki jadwal mengobral barang kebutuhan pokok yang menurut saya cukup terjadwal. Misalkan, minggu ini minyak goreng, minggu depan telur, dan lain sebagainya.
Jadi, saya bisa sering datang ke Superindo demi membeli barang kebutuhan pokok yang sedang ada jadwal obral.Â
Beberapa bulan yang lalu, saya mendapat telur dengan harga sekitar 19 ribu rupiah per kg. Padahal di toko lain harganya bisa mencapai 23 ribu rupiah. Meski harus memilih satu per satu telur karena ada yang retak, tetapi telur yang saya beli kualitasnya masih bagus. Kata ibu saya kualitasnya sama dengan kualitas toko meski harganya jauh lebih murah. Demikian pula minyak goreng yang bagi saya cukup banyak diskonnya.
Hal berbeda saya alami ketika berbelanja di Giant. Memang, sekitar tahun 2018-2019, Giant cukup ekspansif dalam memberikan diskon. Malah, dulu saya pernah bolak-balik membeli minyak goreng karena harganya yang murah. Sayang, sejak awal 2019, Giant sepertinya jarang memberikan diskon dan harga barang di sana pun bagi saya tidak semurah di Superindo.
Kedua, masalah aksesbilitas layanan. Bagi masyarakat biasa, berbelanja kebutuhan pokok adalah alasan mereka pergi ke swalayan.
Saya sendiri paling beli minyak goreng, susu, dan lain sebagainya. Jika saya membeli kebutuhan lain semisal peralatan dapur atau peralatan rumah tangga lain, saya lebih memilih membeli di toko lain.
Nah, bagi saya meski Giant awalnya cukup lengkap menyediakan segala jenis barang, tetapi saya cukup kesulitan ketika mencari bahan kebutuhan pokok. Mau mencari minyak goreng atau sabun saya harus putar-putar dulu ke bagian elektronik. Inilah salah satu alasan saya lebih memilih Superindo.
Saya bisa langsung njujug -- menuju langsung -- ke bagian barang yang akan saya beli. Kalau saya ingin membeli sabun saya tak perlu berputar-putar lagi.
Dengan demikian, sebagai konsumen, saya merasa cukup efisien menggunakan waktu berbelanja. Superindo memang tidak banyak menjual kebutuhan rumah tangga. Mereka lebih banyak menjual kebutuhan pokok yang benar-benar dicari oleh masyarakat.
Ketiga, adanya sistem member Superindo yang memberikan saya banyak kemudahan. Layanan ini yang tidak saya dapatkan ketika berbelanja menjadi Giant. Entah mereka mengadakan semacam member atau tidak yang jelas saya tidak pernah ditawari menjadi member Giant. Saya biasanya hanya ditawari kalau ingin mengumpulkan kupon.
Ketika menjadi member Superindo, ada banyak diskon yang bisa saya dapatkan. Saya pun bisa menyusun jadwal berbelanja ketika jadwal diskon sudah tertera. Oh minggu ini ada diskon telur maka saya berbelanja telur. Minggu depan ada diskon minyak goreng maka saya berbelanja minyak goreng. Saya sering menggunakan diskon member untuk membeli produk sampo atau sabun yang kerap muncul.
Keempat, masalah layanan kepada konsumen. Meski pramuniaga Giant bagi saya baik, tetapi pramuniaga Superindo bagi saya memilki kelebihan. Tak lain, mereka kerap memastikan pelanggan nyaman membawa barang belanjaan. Opsi menggunakan kantong plastik, kadrus, atau kantung belanjaan juga mereka berikan.
Ketika saya memilih kardus misalnya, mereka tak segan memastikan seluruh barang belanjaan saya sudah terkemas rapi. Mereka bertanya apakah saya bawa mobil atau motor. Ketika saya menjawab membawa motor, mereka langsung memberi isolasi yang digunakan untuk membungkus barang belanjaan saya.Â
Terakhir, gerai Superindo banyak berdiri di sekitar perumahan. Ini berbanding terbalik dengan gerai Giant yang kebanyakan berada di sekitar pusat perbelanjaan atau bahkan berada di dalam pusat perbelanjaan. Bagi saya lokasi ini amat penting karena sewaktu-waktu masyarakat butuh barang dan mereka pasti memilih gerai yang dekat dengan mereka. Maka, berbelanja di Superindo adalah pilihan yang sering dilakukan.
Lima analisis tadi bisa jadi salah karena semuanya hanya pendapat saya pribadi. Namun, saya juga sangat menyayangkan ambruknya Giant yang sudah saya kenal sejak dulu. Saya masih ingat produk khas Giant seperti ayam goreng, pizza, roti, dan lain sebagainya yang bagi saya kualitasnya juga enak.
Ketika berkeliling kota, seringkali gerai Giant adalah gerai yang saya tuju ketika berbelanja karena saat itu tak ada gerai lain.Â
Semoga saja, jika penutupan gerai ini dilakukan untuk penataan, saya berharap Giant bisa memperbaiki diri sehingga kembali menjadi jujugan masyarakat dalam berbelanja.
Lantas, bagaimana dengan Anda? Seringkah berbelanja di dua tempat ini? Mengapa menurut Anda gerai Giant akhirnya tutup? Cerita yuk!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H