Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Drama dan Catatan Miss Universe Era Donald Trump

7 November 2020   20:13 Diperbarui: 7 November 2020   20:22 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paulina Vega, Miss Universe 2014 yang merupakan Miss Universe terakhir era Trump. - Sumber: Tabloid bintang

Sudah kita ketahui bersama, bahwa Donald Trump yang saat ini menjadi Presiden AS adalah mantan pemilik dari kontes kecantikan Miss Universe.

Selama hampir 20 tahun, Trump menjadi pemilik Miss Universe. Tepatnya, antara tahun 1996 hingga 2015. Selama era itu, Trump pun seakan menjadi pemegang veto atas siapa yang boleh menjadi pemenang atau yang bisa masuk babak semifinal kontes kecantikan itu. Meski hal ini tentu tidak secara langsung, tetapi dari para peserta Miss Universe yang berangkat di era Trump pernah mendapatkan hal ini secara tersirat.

Tak hanya itu, Miss Universe saat era Trump juga seringkali mengalami drama. Bahkan, tanpa drama rasanya hambar. Lalu, apa saja drama Miss Universe saat era Trump?

Pencopotan gelar Oxana Fedorova

Baru pertama kali terjadi, gelar Miss Universe 2002 dicopot dan digantikan oleh pemegang runner-up 1. Saat itu, Oxana Fedorova dari Rusia berhasil memenangkan mahkota kecantikan ini. Sayangnya, baru beberapa bulan menjabat, gelar tersebut pun dicopot dan diberikan pada Justin Pasek asal Panama.

Alasannya, Oxana dianggap melanggar ketentuan yakni telah menikah dan mengandung secara diam-diam. Tetapi, isu ini ditepis oleh pihak Oxana yang menyatakan ia lebih berfokus pada studinya dan mengejar impiannya menjadi seorang dosen di Rusia. Sayangnya, isu ini terburu menyebar.

Meski demikian, pihak Oxana dan yang mendukungnya tetap memandang Oxana sebagai Miss Universe pertama dari Rusia dalam sejarah. Oxana pun membuktikan bisa sukses meniti karir sebagai akademisi yang tetap menjunjung tinggi kehormatannya.

Sulitnya negara Asia menembus semifinal

Saat era Donald Trump, sulit bagi negara Asia untuk bisa masuk babak semifinal. Entah babak 15 besar atau 20 besar. Peserta yang melaju ke babak semifinal kebanyakan dari Amerika Latin dan Eropa. Kalaupun ada, itu hanya satu dua orang yang sangat berbeda jauh dengan sekarang.

Makanya, hampir di setiap edisi Miss Universe saat itu, peserta dari Asia hampir selalu unplaced berjamaah. Alias, gagal menembus babak selanjutnya. Meski demikian, kita patut bangga dengan pencapaian salah satu wakil Indonesia, yakni Artika Sari Devi yang merupakan satu-satunya wakil dari Asia yang menembus babak semifinal pada gelaran Miss Universe 2005. Negara Asia lain yang beberapa kali masuk babak semifinal adalah India dan Jepang.

Meski demikian, pada suatu kesempatan yakni pada tahun 2007, Jepang berhasil meraih mahkota Miss Universe untuk kali kedua. Raihan Jepang ini juga mematahkan dominasi negara Amerika Latin yang hampir selalu menjadi juara. Setelah kemenangan Jepang, hampir tidak ada lagi negara Asia yang bertaji. Wakil Indonesia pun selalu gagal masuk semifinal dan baru masuk lagi pada tahun 2013. Filipina pun baru menjadi juara saat peralihan dari Donald Trump ke pengelola Miss Universe sekarang yakni pada tahun 2015.

Setelah era Trump, penilaian pun berubah drastis. Kini, untuk menentukan kontestan yang masuk ke semifinal, maka peserta dikelompokkan ke dalam kelompok benua. Ada kelompok benua Asia, Afrika, dan Oseania, kelompok benua Eropa, dan kelompok benua Amerika. Masing-masing kelompok benua akan dipilih 5 finalis untuk masuk ke babak 20 besar. Sementara, sisanya diambil dari kelompok wildcard yang mengurutkan semua peserta sisa dalam satu keseluruhan. Model seperti ini dirasa lebih adil karena kesempatan tiap benua adalah sama.

Handpick Donald Trump

Gagalnya wakil Asia yang menembus babak semifinal disebabkan adanya desas-desus bahwa mereka yang berhak tampil ke babak selanjutnya adalah yang disetujui oleh Donald Trump. Dua puteri Indonesia pernah mengatakan hal ini. Pertama, yakni Zivana Letisha yang yakin ia bisa masuk lantaran voting pemirsa tinggi tetapi tiba-tiba unplaced. Ia pun mendengar bahwa beberapa saat sebelum pengumuman babak 15 besar, Trump pun mengganti nama-nama para peserta yang lolos.


Agni Pratishta yang mewakili Indonesia pada Miss Universe 2007 pun juga pernah dibariskan dengan peserta lain saat Donald Trump meninjau. Saat itu, ada sesorang yang membawa kertas lalu menulis apa yang disampaikan Trump setelah ia mengamati para kontestan. Ada yang ditandai dan tidak. Secara otomatis, Agni pun sudah sangat legowo dan yakin bahwa ia tidak akan lolos saat namanya tidak ditandai pada proses tersebut. Tapi ini masih rumor ya. 

Sering berganti mahkota pemenang

Era Trump juga sering disebut era ganti mahkota. Setelah berpuluh tahun mahkota Miss Universe bernama Sarah Coventry crown digunakan, pada tahun 2002 mahkota itu diganti dengan mahkota baru bernama Mikimoto crown. Jenis mahkota baru ini juga diadopsi oleh Puteri Indonesia untuk memahkotai para pemenangnya. 

Sayangnya, Mikomoto crown hanya dipakai pada tahun 2002-2007. Pada tahun 2008, saat Miss Universe dilaksanakan di Vietnam, mahkota pun berganti lagi. Tetapi, mahkota ini hanya digunakan pada tahun tersebut dan hanya Dayana Mendoza dari Venezuela yang memakainya.

Mahkota MU era Trump. Sumber : gambar mahkota dari wikipedia
Mahkota MU era Trump. Sumber : gambar mahkota dari wikipedia
Pada tahun 2009, mahkota Hope menggantikan mahkota edisi 2008. Dan, para pemenang Miss Universe mulai dari Stafania Fernandez dari Venezeula hingga Gabriela Isler yang juga dari Venezuela menggunakan mahkota ini. Pada tahun 2014, mahkota berganti lagi bernama DIC Crown. Ini bentuknya seperti kristal pencakar langit dengan warna biru dan putih dominan. DIC Crown juga menjadi mahkota terakhir yang digunakan pemenang Miss Universe era Trump.

Antara Party dan Adkovasi

Nah yang menjadi catatan dan cerita dari para peserta Indonesia saat ikut Miss Universe adalah seringnya kegiatan pesta atau party dibandingkan advokasi. Bahkan, menurut beberapa puteri, rasanya mereka jauh-jauh datang ke negara penyelenggara untuk party dan kegiatan makan malam.

Putri Raemawasti, peserta Miss Universe 2008 bahkan sempat mendapatkan kejutan saat ada kontestan lain yang menanyakan apakah ia membawa narkoba. Ia pun langsung kaget dan benar-benar mengenang masa itu. Terlebih, party sering diadakan di klub malam atau pun pantai.

Tentu, ini berbeda sekali dengan Miss Universe saat ini meski makan malam dan party masih ada, tetapi advokasi dan kegiatan amal juga sering ditampilkan. Seperti kegiatan sosial untuk anak bibir sumbing dan lainnya.


Itulah beberapa catatan dan drama yang terjadi saat Miss Universe dipegang oleh Donald Trump. Satu hal yang menjadi catatan, meski wakil Indonesia seringkali unplaced, tetapi bukan berarti kualitas mereka tidak baik. Ini terbukti dari beberapa wawancara kepada mereka saat menceritakan pengalamannya. Rata-rata memang bagus menjawab berbagai pertanyaan yang sulit.

Makanya, dulu ada adagium bahwa bertanding ke ajang Miss Universe adalah bonus sedangkan menjadi puteri adalah tugas utama. Meski demikian, dengan perubahan format kompetisi yang amat berbeda, bukan berarti kita tidak mendukung mereka yang mewakili negara kita. Kalau mahkota Miss Universe pertama bisa kita raih, itu juga bikin kita bangga kan?

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun